3 Serikat Buruh Ternyata Dicatut Demi 'Mulusnya' Omnibus Law, Bukti Jokowi Otoriter?
10Berita - Omnibus Law menjadi salah satu rancangan undang-undang yang dikebut penyelesaiannya oleh pemerintah. Presiden Joko Widodo sendiri berdalih beleid ini diperlukan untuk melancarkan proses investasi di Indonesia.
Lewat beleid yang dikenal dengan istilah "sapu jagat" ini, setidaknya ada puluhan UU yang diringkas dalam satu RUU Omnibus Law. Salah satu yang ikut diringkas adalah UU Ketenagakerjaan lewat pembentukan RUU Cipta Kerja Omnibus Law.
Keberadaan RUU Cipta Kerja ini menjadi kontroversi tersendiri terutama di kalangan buruh. Sebab mereka menilai aturan yang disebutkan di RUU itu mengancam kesejahteraan kaum buruh.
Namun pemerintah tetap melaju kencang lantaran mengklaim sudah mengantongi persetujuan dari para buruh. Klaim ini dibuktikan dengan adanya tanda tangan dari setidaknya perwakilan tiga serikat buruh.
Namun belakangan "busuk" di balik persetujuan tersebut diungkap oleh salah satu serikat buruh, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea, mengaku tak pernah menyepakati RUU Cipta Kerja.
Pengakuan Andi ini lantas diamini oleh petinggi dua serikat pekerja lain. Ketum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengaku namanya dicatut dalma SK Menko Perekonomian 121/2020.
"Meski dalam SK tersebut terdapat penyebutan Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia, kami pastikan bahwa penyebutan tersebut adalah pencatutan ataupun klaim secara sepihak terhadap organisasi Konfederasi KASBI seolah-olah terlibat dalam prosesnya," ujar Nining, Kamis (13/2).
Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S Cahyono, pun menyampaikan pernyataan senada. Kahar mengaku terkejut lanaran serikatnya tiba-tiba dimasukkan ke tim perancangan RUU Omnibus Law, padahal baru mendapatkan informasi beberapa hari sebelumnya.
"Hal ini justru membuat KSPI curiga, jangan-jangan tim yang dibentuk sekadar formalitas," tutur Kahar, dilansir dari CNN Indonesia, Selasa (18/2). "Seolah-olah kaum buruh sudah dilibatkan dan diajak bicara, tanpa ada perubahan yang berarti."
Pencatutan nama ini jelas menjadi cela tersendiri dalam proses perumusan RUU Omnibus Law. Beragam respons pun diperoleh, namun kebanyakan dari mereka menilai hal ini menunjukkan betapa otoriternya era pemerintahan Jokowi.
"Jadi ada semangat otoriter yang kemudian muncul RUU Omnibus Law. Bukan menyederhanakan legislasi, tapi lewat ini pemerintah memastikan kekuasaan bisa melakukan apa saja dengan alasan investasi," kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus.
"Buruh akan semakin merasa dikerjai oleh pemerintah. Bukannya memperjuangkan apa yang mereka sampaikan dalam aksi-aksi, nama buruh dimanfaatkan sekadar citra positif pemerintah," imbuhnya. "Lebih buruk, akan memancing emosi kelompok buruh untuk aksi."
Sumber: WowKeren
10Berita - Omnibus Law menjadi salah satu rancangan undang-undang yang dikebut penyelesaiannya oleh pemerintah. Presiden Joko Widodo sendiri berdalih beleid ini diperlukan untuk melancarkan proses investasi di Indonesia.
Lewat beleid yang dikenal dengan istilah "sapu jagat" ini, setidaknya ada puluhan UU yang diringkas dalam satu RUU Omnibus Law. Salah satu yang ikut diringkas adalah UU Ketenagakerjaan lewat pembentukan RUU Cipta Kerja Omnibus Law.
Keberadaan RUU Cipta Kerja ini menjadi kontroversi tersendiri terutama di kalangan buruh. Sebab mereka menilai aturan yang disebutkan di RUU itu mengancam kesejahteraan kaum buruh.
Namun pemerintah tetap melaju kencang lantaran mengklaim sudah mengantongi persetujuan dari para buruh. Klaim ini dibuktikan dengan adanya tanda tangan dari setidaknya perwakilan tiga serikat buruh.
Namun belakangan "busuk" di balik persetujuan tersebut diungkap oleh salah satu serikat buruh, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Presiden KSPSI, Andi Gani Nena Wea, mengaku tak pernah menyepakati RUU Cipta Kerja.
Pengakuan Andi ini lantas diamini oleh petinggi dua serikat pekerja lain. Ketum Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos mengaku namanya dicatut dalma SK Menko Perekonomian 121/2020.
"Meski dalam SK tersebut terdapat penyebutan Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia, kami pastikan bahwa penyebutan tersebut adalah pencatutan ataupun klaim secara sepihak terhadap organisasi Konfederasi KASBI seolah-olah terlibat dalam prosesnya," ujar Nining, Kamis (13/2).
Ketua Departemen Komunikasi dan Media Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Kahar S Cahyono, pun menyampaikan pernyataan senada. Kahar mengaku terkejut lanaran serikatnya tiba-tiba dimasukkan ke tim perancangan RUU Omnibus Law, padahal baru mendapatkan informasi beberapa hari sebelumnya.
"Hal ini justru membuat KSPI curiga, jangan-jangan tim yang dibentuk sekadar formalitas," tutur Kahar, dilansir dari CNN Indonesia, Selasa (18/2). "Seolah-olah kaum buruh sudah dilibatkan dan diajak bicara, tanpa ada perubahan yang berarti."
Pencatutan nama ini jelas menjadi cela tersendiri dalam proses perumusan RUU Omnibus Law. Beragam respons pun diperoleh, namun kebanyakan dari mereka menilai hal ini menunjukkan betapa otoriternya era pemerintahan Jokowi.
"Jadi ada semangat otoriter yang kemudian muncul RUU Omnibus Law. Bukan menyederhanakan legislasi, tapi lewat ini pemerintah memastikan kekuasaan bisa melakukan apa saja dengan alasan investasi," kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus.
"Buruh akan semakin merasa dikerjai oleh pemerintah. Bukannya memperjuangkan apa yang mereka sampaikan dalam aksi-aksi, nama buruh dimanfaatkan sekadar citra positif pemerintah," imbuhnya. "Lebih buruk, akan memancing emosi kelompok buruh untuk aksi."
Sumber: WowKeren