Beredar Kabar Eks Caleg PDIP Harun Masiku Tewas Ditembak, Refly Harun Pernah Bongkar Kejanggalan
10Berita - Beredar kabar eks caleg PDIP Harun Masiku tewas ditembak, Refly Harun pernah bongkar kejanggalan kasus buron KPK ini.
Babak baru kasus dugaan Korupsi yang melibatkan eks caleg PDIP Harun Masiku yang masih jadi buronan KPK.
Beredar kabar Harun Masiku justru telah meninggal dunia.
Kabar meninggal dunia Harun Masiku diduga karena ditembak mati.
Sebelumnya pengamat hukum Refly Harun sempat membongkar kejanggalan di balik kasus Korupsi eks caleg PDIP tersebut.
Dilansir TribunWow.com, sebelumnya, Harun Masiku yang hingga kini masih buron merupakan tersangka kasus korupsi pergantian antar waktu (PAW).
Eks Caleg PDIP Harun Masiku diduga memberikan uang suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, untuk melancarkan jalannya menjadi anggota DPR dari fraksi PDIP.
Tak hanya soal meninggal dunia, Harun Masiku bahkan juga dikabarkan ditembak mati agar tak membuka kasus korupsi para petinggi.
Melalui tayangan 'AIMAN' Kompas TV, Senin (11/5/2020), Koordinator Masyarakat Anti-korupsi (MAKI), Boyamin Saiman menduga Harun Masiku sudah meninggal dunia.
"Ya matinya itu kan macam-macam, paling gampang kan memang ditembak mati," kata Boyamin.
Terkait hal itu, Boyamin pun kembali mengungkit kasus yang menyeret nama Harun Masiku.
Selain Harun Masiku, kasus korupsi itu dilakukan bersama mantan caleg PDIP yang lain, Saeful bahri.
"Karena apa? Yang sederhana dari persidangan kemarin kan kita pantau, ada kesepakatan uang yang dipakai ngurus itu kan (Rp) 1 Miliar," kata Boyamin.
"Dari Saeful Bahri itu kan (Rp) 400 M (juta -red), katanya ada (Rp) 200 (juta) lagi itu uang penghijauan atau apa."
Menurut Boyamin, ada transaksi yang tak diselesaikan Harun Masiku.
Ia menyebut, Harun Masiku tak melunasi uang yang dijanjikan kepada Wahyu Setiawan senilai total 600 juta rupiah.
"Artinya kan itu kan ada lagi komitmen Harun untuk nambal (Rp) 600 (juta)-nya," Boyamin.
"Dan itu nampaknya Harun Masiku juga bohong tidak menyediakan uang itu."
Hal itu diduganya dilakukan Harun Masiku karena tak memiliki banyak uang.
Boyamin menambahkan, tak selesainya sejumlah transaksi itu menyebabkan ada petinggi yang ingin menghabisi nyawa Harun Masiku.
"Karena memang setahu saya dia enggak punya duit."
"Dari sinilah mungkin banyak orang geram, jadi nampaknya ini orang yang mengurusi pun, yang enggak enak bandar politisnya yang berkepentingan dia (Harun) jadi DPR pun tampaknya juga ditipu," sambungnya.
Lebih lanjut, Boyamin menyebut dugaan pembunuhan terhadap Harun Masiku itu dilakukan untuk membungkam politisi PDIP itu agar tak membuka kasus korupsi pejabat yang lain.
"Jadi kemudian pada posisi inilah kemudian banyak orang yang berkeinginan 'Udahlah, dia mati aja lebih baik daripada nanti buka-buka'," terang Boyamin.
"Karena dia ke mana-mana nampaknya juga tidak beres," tandasnya.
Simak video berikut ini menit ke-3.38:
Kejanggalan Kasus Harun Masiku
Di sisi lain, sebelumnya Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menjelaskan soal kasus eks caleg PDIP Harun Masiku yang kini keberadaannya masih dicari oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Refly menyoroti mengapa PDIP begitu bersikeras untuk mengangkat Harun Masiku menjadi anggota DPR.
Hingga akhirnya Harun Masiku diduga melakukan penyuapan terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan atas kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW).
Dikutip dari YouTube Refly Harun, Selasa (21/4/2020), awalnya Refly Harun menyoroti sejumlah fakta-fakta aneh pada diri Harun Masiku.
Ia mengatakan kesempatan Harun Masiku menjadi anggota DPR sangatlah kecil, karena perolehan suaranya berada di urutan keenam.
"Kenapa tiba-tiba Harun Masiku ngotot ingin menjadi anggota DPR, padahal perolehan suaranya hanya nomor 6," kata Refly Harun.
Pengamat Refly Harun juga menyinggung soal upaya PDIP yang terus-terusan memperjuangkan Harun Masiku agar bisa mendapat posisi di Senayan.
"Lalu kemudian kenapa Partai PDIP mau memperjuangkan dia," lanjutnya.
Hingga fakta keterlibatan sejumlah nama besar seperti mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam kasus Harun Masiku.
"Kenapa pula kemudian tiba-tiba harus membayar kepada anggota KPU Wahyu Setiawan yang akhirnya dicopot oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bersama mantan anggota Bawaslu Tio Agustina Fridelina, dan satu orang lagi Saiful Bahri," papar Refly Harun.
Meninggalnya Caleg Terpopuler
Kemudian Refly Harun menjelaskan peristiwa Harun Masiku bermula saat calon legislatif PDIP daerah pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan (Sumsel) I meninggal dunia.
Pria yang masih merupakan saudara almarhum suami Megawati Soekarnoputri itu telah tutup usia pada tahun 2019.
Tak disangka, nama Nazaruddin kiemas justru memperoleh suara terbanyak saat pemilihan legislatif 2019.
"Ndelalahnya (tak disangka-sangka -red) pada hari H pemilihan, yang bersangkutan (Nazaruddin Kiemas) mendapatkan suara terbanyak, pertama, melebihi calon-calon PDIP lainnya di Dapil Sumsel I," papar Refly Harun.
Lalu Refly Harun menjelaskan berdasarkan aturan KPU suara kepada orang yang meninggal tetap sah, namun menjadi suara partai politiknya.
"Aturan KPU mengatakan bahwa suara ini tetap sah dihitung suara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, walaupun orangnya sudah meninggal, karena ini adalah sistem proporsional," kata Refly Harun.
Apabila mengikuti aturan KPU suara terbanyak tersebut akan jatuh kepada caleg dengan suara terbanyak nomor dua, dalam kasus ini seharusnya jatuh kepada Riezky Aprillia.
"Tentu saja akan jatuh pada suara terbanyak nomor dua," kata Refly Harun.
Namun karena suatu alasan yang tidak diketahui, Refly Harun mengatakan PDIP masih mengusahakan Harun Masiku yang menduduki kursi DPR, atau Harun Masiku yang ngotot melobi PDIP.
"Rupanya DPP PDIP mungkin menginginkan Harun Masiku atau entah Harun Masiku yang melobi DPP PDIP," ucap Refly Harun.
Namun secara aturan yang berlaku, sangat sulit bagi Harun Masiku mendapatkan suar dari Nazaruddin Kiemas, karena dirinya berada di urutan keenam, sedangkan suara terbanyak akan diprioritaskan untuk dilaokasikan kepada caleg dengan suara terbanyak di bawahnya, yakni urutan kedua, ketiga, dan seterusnya.
"Karena dia cuma nomor enam, secara teoritis kan tidak mungkin dia menggantikan Nazaruddin Kiemas, pasti jatuh pada nomor dua," kata Refly Harun.
(TribunWow.com)