Nuansa Islam di Lisbon Portugal Bertahan, Beda dengan Romawi
.
Turis berjalan-jalan di pusat kota Lisbon, Portugal.
10Berota, Sebelum Islam masuk ke Lisbon, dan menancapkan pengaruhnya di Alfama, Bangsa Punisia, Romawi, dan Visigoth, nenek moyang Bangsa Spanyol, telah lebih dulu menjamah wilayah ini. Ketika Arab masuk, wilayah jantung Lisbon ini diberi nama al-hammah.
Bangsa Punisia, Romawi, dan Visigoth, tidak meninggalkan apa-apa. Sedangkan Arab memperkenalkan sistem jaringan jalan. Semua jalan dikeraskan dengan bebatuan, sehingga tidak becek di musim hujan, dan berdebu di musim panas.
Rumah-rumah di Alfama masih tetap sama, bercat putih, dan tertata rapi seperti sebuah kompleks perumahan. Semuanya berasal dari abad ke lima. Distrik memiliki banyak taman, lengkap dengan bunga-bunganya. Vas bunga besar yang terbuat dari batu terlihat di hampir setiap sudut dan pinggir jalan, dan semuanya peninggalan Bangsa Moor.
Benjamin Oslhin, musisi dan sejarawan kartografi yang mempelajari sejarah Islam di Eropa, berpesan; ''Jika Anda seorang Muslim dan mengunjungi Lisbon, sempatkan berjalan-jalan di bagian kota yang menyimpan pengaruh Arab, yang kini dikenal dengan nama Alfama.''
Outline bagian kota ini masih tidak berubah sejak Bangsa Moor dan Arab membangunnya. Saat itu, menurut Benjamin Olshin, pemukim Arab dan Moor menyebut wilayah ini sebagai Lishbuna home, kata yang diyakini menjadi asal nama Lisbon.
Distrik Alfama merupakan jantung sejarah Portugal. Distrik ini terletak di kaki sebuah bukit. Di puncak bukit terdapat sebuah kastil Sao Jorge, yang menjadi saksi keemasan Islam.
Selama sekian ratus tahun, Alfama memperlihatkan sosoknya sebagai pusat kohabitasi damai ilmu pengetahuan. Di tempat ini tradisi pengajaran Islam berkembang, menghasilkan banyak inovasi ilmu dan produk budaya, dan membidani lahirnya European Rennaisance.
Aura Alfama lebih memperlihatkan pengaruh Afrika Utara dan Arab, ketimbang Eropa. Jika mau jujur, terlalu sedikit pengaruh Eropa yang terlihat di sini.
Mungkin, yang menarik dari sejarah Alfama adalah bagaimana kota ini selamat dari gempa besar di tahun 1755. Kastil Sao Jorge masih berdiri kokoh, dan seluruh kota nyaris tidak mengalami kerusakan berarti. Sungai Rio Tejo, yang menyajikan pemandangan romantis Alfama, mungkin saksi bisu keajaiban itu.
Peran Alfama sebagai pusat intelektual dan budaya juga masih tidak berubah. Di masa modern, Alfama dihuni penyair, penulis, musisi, dan kaum intelektual dari berbagai disiplim ilmu.
Ketika Lisbon tumbuh menjadi kota modern dengan segala simbol-simbolnya; mobil mewah, gedung kaca, kereta bawah tanah, dan lainnya, Alfama memperteguh karakteristik uniknya. Di sini, orang-orang saling menyapa meski mereka tak saling kenal; kebiasaan yang pernah diajarkan pemukim Muslim di tempat ini.
Di Alfama, jam terasa berjalan lambat. Orang-orang tua menghabiskan waktu dengan menyulam, dan anak-anak mereka berlarian di jalan-jalan sempit, sama seperti ketika sekian ratus tahun lalu. Pasar di Alfama juga masih tetap sama seperti ketika dibangun Bangsa Moor. Jalannya sempit, namun teratur, karena setiap orang yang berbelanja sangat disiplin.
Jangan pula tidur terlalu sore di Alfama. Di masa kekuasaan Arab dan Moor, suasana setelah matahari terbenam diwarnai lantunan ayat-ayat suci Al Quran dari masjid-masjid, atau nyanyian pujian dari anak-anak di pinggir jalan. Kini, dari bar-bar kecil dan restoran, fado, jenis musim yang dipengaruhi budaya Arab, mengalun lembut ke setiap sudut distrik.
Jika ingin menikmati makanan Alfama, jangan pernah takut disuguhkan daging babi. Masakan beraroma Arab, lengkap dengan daging kambing dengan berbagai sajian, masih tetap mendominasi. Jenis-jenis makanan Bangsa Moor juga terwariskan dengan baik.
Meski bukan lagi dihuni pemeluk Islam, Alfama tetalah warisan abadi kaum Muslim yang pernah hadir di Portugal dan memperkenalkan peradaban tertingginya
sumber : Harian Republika