RUU HIP, DPR dan Pemerintah Harus Jelaskan Sila Ketuhanan yang Berkebudayaan
Foto/SINDOnews
10Berita, JAKARTA - Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie menyatakan, lebih baik DPR dan pemerintah mengembalikan pelajaran Pancasila ke dalam kurikulum, ketimbang rencananya untuk membahas Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang menuai polemik di masyarakat.
Menurut Jerry, RUU HIP ini masih sebatas wacana. Maka, DPR diminta terbuka ke publik alasan dan tujuan sehingga RUU HIP ini muncul di tengah publik. (Baca juga: PPP Tetap Minta Tap MPRS Larangan Komunisme Masuk di RUU HIP)
Kemudian, DPR juga perlu menjelaskan apakah TAP MPRS No XXV masih tetap ada, serta UU Ormas Nomor 2 Tahun 2017 yakni pembubaran ormas yang bertentangan dengan Pancasila seperti HTI akan dimasukan.
"Perlu dijelaslan pula Sila Ketuhanan yang berkebudayaan apa maksudnya," tutur Jerry kepada SINDOnews, Senin (15/6/2020). (Baca juga: PP Muhammadiyah Minta Pembahasan RUU HIP Dihentikan)
Jerry sendiri menganggap, Pancasila itu dasar negara yang telah dirumuskan oleh 'The Founding Father' di antaranya, Ir Sokarno, Muhammad Hatta, Dr Soepomo, Muhammad Yamin dan Wahid Hasyim. Sehingga, sebetulnya tidak perlu diotak-atik kembali.
Ia merasa khawatir dan menduga, jangan-jangan RUU HIP ini ada maksud terselubung, sehingga diduga ada upaya mengganti dan menambahkan, bahkan menghilangkan kata dan kalimat yang tertera pada sila Pancasila.
"Padahal banyak RUU yang belum kelar. Contoh periode 2004-2019 lalu dari 55 RUU hanya 5 yang selesai dikerjakan. Para dewan terhormat yang duduk di DPR tidak berjuang sebelum Indonesia merdeka," ujar dia.
Dengan demikian, menurut Jerry, DPR dan pemerintah sebaiknya merancang Undang-Undang yang mematenkan kedudukan Pancasila agar tak diobok-obok lagi oleh pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh, fungsi MPR yang telah diamandemen, sehingga tak bisa mengangkat dan memberhentikan presiden lagi.
"Dipatenkan (saja), jangan pernah diganti baik ekasila maupun trisila. 5 sila dalam Pancasila itu nafasnya orang Indonesia," ungkap dia.
Jerry menduga, DPR ini kurang kerjaan karena di tengah wabah pandemi corona masih sibuk 'ngurusi' RUU HIP. Menurutnya, sampai hari ini, ia menilai Pancasila masih relevan dan posisinya tetap kuat sebagai perekat dalam menyatukan bangsa ini dari berbagai suku dan agama.
"Urgensinya tidak ada (merancang kembali UU) bagi masyarakat. Selama ini publik tak pernah complain akan substansi dan eksistensi pancasila kenapa harus dikorek," jelasnya.
Ia mengaku mendengar kabar yang beredar bahwa RUU ini berpotensi memunculkan kembali PKI. Baginya, jika tidak ada manfaat dan keuntungan (benefit and profit) dalam memperkuat Pancasila, dan cenderung bikin gaduh kenapa harus dibahas.
"Dalam hal ini siapa konseptornya, publik harus tahu latar belakangnya, background-nya pun bahkan siapa dan dari mana perlu diketahui," ucapnya.
Lebih lanjut Jerry menganggap, RUU HIP ini terlalu prematur dan juga akan membuat bangsa ini bergejolak. Untuk itu, lebih baik, RUU HIP dihentikan saja daripada hanya menimbulkan public conflict (konflik publik).
Dia menuturkan, Pancasila itu sebagai dasar negara diresmikan kala sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, dalam UUD 1945.
Sedangkan rancangan batang tubuh UUD 1945 sudah dibuat oleh Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sebelumnya.
Di sisi lain Jerry menilai, Pancasila sebetulnya bukan ideologi, tapi dasar negara. Jika di Amerika Serikat (AS) di kenal dengan nama Bill of Right yang lahir pada 1791 yang memuat 10 amandemen konstitusi terhadap hak sipil rakyat AS.
Oleh karenanya, Pemerintah harus menolak jika pembahasan RUU HIP dianggap meresahkan atau pun tak sesuai dan bertabrakan dengan norma dan kaidah bangsa. "Kan eksekutif juga punya peran bukan hanya legislatif. Saya harap RUU (HIP) ini perlu dikawal pasal demi pasal harus jelas," tandasnya.
Sumber: Sindonews