OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 13 Agustus 2020

Anak & Menantu Jokowi di Pilkada 2020, Kenapa Partai Berlomba-lomba Mendukung? Politik Dinasti?

 Anak & Menantu Jokowi di Pilkada 2020, Kenapa Partai Berlomba-lomba Mendukung? Politik Dinasti?


Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution, anak dan menantu Presiden Jokowi - KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO

10Berita, JAKARTA - Bobby Afif Nasution resmi mendapatkan rekomendasi dari PDI Perjuangan untuk maju pada Pilkada  Medan.


Bobby berpasangan dengan Aulia Rahman.


Rekomendasi itu diumumkan oleh Ketua DPP PDI-P Puan Maharani dan disaksikan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri, Selasa (11/8/2020).


Sebelumnya, pada Jumat (17/7/2020), PDI-P  mengumumkan pemberian rekomendasi kepada Gibran Rakabuming Raka untuk maju pada Pilkada Solo.


Gibran dipasangkan dengan Teguh Prakosa.


Gibran merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo, sedangkan Bobby adalah menantu Presiden.


Gibran dan pasangannya di Pilkada Solo, Teguh Prakosa (ist)


Alasan partai usung Gibran dan Bobby


Isu tentang dinasti politik pun mengemuka seiring dengan majunya sejumlah kerabat dekat pejabat di panggung Pilkada 2020.


Catatan Litbang Kompas, selain Gibran dan Bobby, PDI-P juga memberikan rekomendasi kepada Hanindhito Himawan Pramono.


Hanindhito mendapatkan tiket untuk maju sebagai calon bupati Kediri.


Kemudian, ada nama Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Sara) yang merupakan keponakan Ketua Umum Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.


Sara bakal maju sebagai calon wakil wali kota Tangerang Selatan, diusung Gerindra dan PDI-P.


Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, keputusan partai mengusung Gibran  Rakabuming Raka-Teguh Prakosa pada Pilkada Solo dipertimbangkan secara masak.


Hasto mengatakan, keduanya merupakan pasangan yang cocok dan dinilai dapat bekerja dengan baik.


Selain itu, Gibran-Teguh juga akan mengikuti sekolah partai sama seperti pasangan calon kepala daerah lainnya.


"Pendamping Mas Gibran namanya Teguh Prakoso, itu kan kokoh, Prakoso itu kuat. Keduanya saling memperkuat untuk kepentingan rakyat," kata Hasto, Jumat (17/7/2020).


"Jadi, sudah diputuskan melalui pertimbangan yang cukup lama Mas Gibran dan Teguh Prakosa," tuturnya.


Sementara itu, Bobby dinilai telah mempersiapkan diri dengan baik dan belajar sungguh-sungguh untuk menjadi seorang kepala daerah.


Menurut Hasto, Bobby aktif mengikuti diskusi-diskusi yang disampaikan oleh kepala-kepala daerah dari PDI-P.


"Mas Bobby pernah belajar secara khusus ke Banyuwangi untuk mempelajari dan studi banding bagaimana kepemimpinan dari Bapak Abdullah Azwar Annas," kata Hasto, Selasa (11/8/2020).


Kemudian, Aulia Rahman dinilai merupakan sosok muda yang berpengalaman.


Aulia adalah kader Partai Gerindra dan anggota DPRD Kota Medan.


"Aulia Rahman adalah sosok muda, punya pengalaman sebagai anggota DPRD di Kota Medan sehingga juga sangat memahami bagaimana kehendak dan aspirasi masyarakat Kota Medan," ucap Hasto.


Politik dinasti menyimpan ketidakpastian


Kajian Litbang Kompas, Sabtu (8/8/2020), menyatakan, meskipun tidak menjamin kemenangan, bekal politik dinasti tetap menggiurkan bagi partai untuk mengusung sosok yang memiliki modal kekerabatan.


Secara aturan, tidak ada larangan praktik berpolitik dengan mengedepankan kekerabatan, apalagi sejak pelarangan praktik dinasti politik yang tertera di Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dihapus oleh Mahkamah Konstitusi. Alasannya, aturan itu dinilai mengandung muatan diskriminatif dan membatasi hak berpolitik warga negara.


Dengan begitu, persoalan dinasti politik sebetulnya terkait dengan etika kepantasan berpolitik.


Selain itu, politik dinasti menyisakan problem terkait perekrutan politik, terutama di internal partai.


Munculnya rekomendasi terkait politik kekerabatan memperkuat bahwa fenomena politik dinasti berdampak pada problem perekrutan politik.


Bagaimanapun salah satu fungsi partai dalam sistem politik demokrasi adalah melakukan penyaringan terhadap orang-orang terbaik untuk berpartisipasi dalam proses politik.


Pemberian rekomendasi yang terkesan pragmatis kepada sosok dengan kekerabatan politik, seperti halnya kepada Gibran, Saras, dan yang lainnya, akhirnya melahirkan pertanyaan tentang fungsi dan kedudukan partai sebagai wadah bagi kaderisasi serta proses perekrutan politik secara adil dan transparan.


Hasan dan Rahat (2006), dalam Jurnal Politika Vol 11 No 1 Tahun 2020, menjelaskan, ada empat hal penting dalam perekrutan politik oleh partai.


Pertama, terkait siapa yang dapat dinominasikan.


Kedua, siapa yang melakukan seleksi.


Ketiga, di mana calon diseleksi; dan keempat, bagaimana calon diputuskan.


Berdasarkan empat komponen tersebut, terdapat model pengelolaan perekrutan oleh partai secara inklusif ataupun eksklusif, serta sentralistik atau desentralistik.

Penulis : Tsarina Maharani

Sumber: TRIBUNJAMBI.COM