OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 19 November 2020

Polisi Minta Jangan Samakan Kasus Kerumunan Jakarta dan Solo, Netizen: Memang Beda, Tapi…

 Polisi Minta Jangan Samakan Kasus Kerumunan Jakarta dan Solo, Netizen: Memang Beda, Tapi…


10Berita – Mabes Polri meminta agar kasus kerumunan massa di Kota Solo dan Jakarta, tidak disamakan. Mengetahui hal ini, para pengguna media sosial pun langsung menanggapi.

Sebagian besar dari mereka sepakat jika Kota Solo dan Jakarta, memang berbeda.

Tetapi bukan berarti virus bisa memilih di kerumunan yang mana ia akan menyebar.

“Ya, memang beda, satunya di Solo, satunya di Jakarta. Tapi tetap sama-sama kerumunan ‘kan, Pak?” kata @sudra555.

“Baru tahu kalau zaman sekarang virus pun bisa tebang pilih,” saut @vierda, menyindir.

Sementara pemilik akun @THaripriambodo, turut menjelaskan maksud dari Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono.

“Pak Awi, hanya sebutkan di Solo ada Bawaslu. Itu beda antara Jakarta dan Solo,” tuturnya.

Namun, ia, tetap merasa tidak dapat memahami lebih jauh, “Sama-sama terjadi kerumunan, dan potensi penularan sama saja,”kritiknya.

Begitu pun dengan akun @PaopeiSuper, yang juga menanyakan kerumunan lainnya.

“Lah, sama-sama kerumunannya juga kok. Terus yang pawai group Banser itu gimana, Pak @DivHumas_Polri?” cuitnya, bertanya.

“Sama pengajian rutin anggota Wantimpres, gak ditindak juga? Mumpung effort penegakan hukum Polri, lagi tinggi nih. Jangan sampe ngadepin group sebelah malah kendor lagi,” imbuhnya.

Ada pula netizen yang menyampaikan maksud beda Kota Solo dan Jakarta, di matanya.

“Bedanya, di Jakarta, kerumunan oposisi, sedangkan di Solo, kerumunan anak presiden. Gitu ‘kan?” kata @eddycaksby.


Sebelumnya, Awi, mengatakan kasus kerumunan massa di Petamburan, Jakarta; dengan di Solo, Jawa Tengah, berbeda.

“Jangan samakan kasusnya. (Solo) itu urusan Pilkada, di sana ada pengawasnya (Bawaslu),”tegas Awi, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, mengutip Republika, Rabu (18/11).

Maka itu, Awi, meminta agar semua pihak dapat membedakan dua kasus kerumunan tersebut.

Ia, juga menegaskan bahwa Pilkada, secara konstitusional, telah diatur dalam perundangan-undangan.

Termasuk kegiatan turunannya, sampai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), yang penyusunannya sudah sedemikian rupa.

Begitu pun dengan maklumat terakhir Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis, berkaitan juga dengan Pilkada.

“Peraturan perundang-undangan sudah mengatur semuanya. Penyelenggara pun sudah diatur sedemikian rupa,” kata Awi.

“Dan ini amanat undang-undang. Jangan disamakan dengan alasan-alasan yang tidak jelas,” imbuhnya.

Namun, Awi, mengatakan, sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian COVID-19, Polri, bersama TNI, pemerintah daerah, serta stakeholder lainnya, melakukan patroli bersama, juga melakukan pengawasan dan penertiban.

“Tadi bilang kalau ada kerumunan? Tentunya dibubarkan. Itu namanya menertibkan,” jelas Awi.

“Termasuk sekarang, kita melakukan operasi Yustisi. Itu salah satu amanat Inpres 06 tahun 2020, dan terakhir penegakan hukum,”pungkasnya.

Sebelumnya, Persaudaraan Alumni (PA) 212, menanyakan proses hukum terhadap acara yang digelar Imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab.

Wakil Sekjen PA 212, Novel Bamukmin, menilai, polisi juga pantas memeriksa Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, karena membiarkan kerumunan terjadi saat pendaftaran anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pilwalkot Solo, bulan September lalu.

“Kapolri juga harus copot Kapolda Jawa Tengah, dan periksa Gubernur Jawa Tengah, karena kampanye anaknya Jokowi (Gibran),”tegas Novel.

Sumber: Ngelmu.co.