Anies Bukan Ahok
Anies Bukan Ahok
Secara logika saat terjadi limpahan air besar, apa yang kita harapkan dari suatu daerah yang 90% wilayahnya adalah beton?
Apakah kita akan berharap daerah itu akan menyerap air kedalam tanah dan menyimpannya sebagai cadangan? Atau mampu mengalirkan air ke daerah yang lebih rendah hingga mengalir ke lautan?
Sebuah kota banjir itu ya biasa. Sekelas New York dan daerah beken di dunia sekalipun akan banjir saat hujan berturut-turut tiada berhenti selama 24 jam.
Gak perlu saling menyalahkan atau mencari kambing hitam. Kemarin ada yang chat, berbicara perilaku.
"Waktu ahok, kok bisa menyalahkan dirinya saat banjir menerjang ibu kota. Ketika Anies menggantikan, banjir masih tetap ada. Kenapa kami tidak boleh memperlakukan dia seperti kalian memperlakukan ahok?"
Tanggapan pada ahok, mungkin karena arogan yang ia perlihatkan. Sebagai Gubernur dia terlalu mencari perlindungan agar tidak disalahkan. Bahkan ahok pernah jumawa menantang Tuhan agar dikirimkan Hujan, untuk membuktikan bahwa DKI tidak akan kebanjiran.
Saat kemudian hujan 2 jam saja, ternyata DKI kebanjiran (tergenang). Atas hal ini publik memberi pelajaran pada ahok, agar tidak jumawa dan arogan. Dan wajar jika ada tanggapan spontan atas banjir di eranya.
Ahok juga selalu menunjuk orang lain saat meminta pertanggung jawaban. Menyalahkan atitude warga kota yang masih menbuang sampah sembarangan, sampai menyalahkan gubernur sebelumnya dan gubernur didaerah penyangga atas kinerja dan antisipasi banjir kiriman. Dirinya gak mau disalahkan dan disini persoalan utama kenapa ahok banyak mendapatkan kecaman.
Berbicara Anies, banjir saat ini malah dijadikannya pengingat atas sebuah usaha yang telah ia lakukan. Banjir kali ini ada serangkaian tes dari kebijakan-kebijakan yang ia ambil.
Membuat sumur resapan yang seminggu lalu cukup ampuh menyerap air, sehingga Jakarta masih aman-aman saja dikala daerah lain sudah ada yang terendam. Sumur resapannya dipuji namun pujian hanya berjalan sesaat.
Saat hujan ditingkatkan durasi dan debitnya, sumur resapan ternyata tidak mampu menampung limpahan air yang datang.
Dan Anies sadar hal ini. Dirinya pun mengakui bahwa segala kebijakan yang telah ia buat belum maximal memperbaiki keadaan.
Banjir Jakarta bukanlah banjir lokal. Ada faktor eksternal selain perilaku warganya. Sifat air selalu menuju daerah yang rendah. Dan DKI adalah muara dari 13 aliran sungai dari 2 Provinsi penyangga. Saat DKI tidak hujan saja, bisa ada banjir akibat kiriman dari provinsi tetangga. Apalagi saat curah hujan tinggi dan telah terjadi banjir didaerah penyangganya.
Apa yang kita harapkan dari sebuah daerah yang 90% wilayahnya adalah beton?
Pertanyaan ini harus selalu dimunculkan untuk mencari pemahaman. DKI bisa bebas dari banjir, tapi bukan saat ini. Persiapan bebas banjir harus menyeluruh, membutuhkan inovasi infrastruktur dan teknologi yang mumpuni. Dan pastinya ini membutuhkan biaya besar.
Step by step perbaikan sudah dilakukan Anies. Walau hasilnya belum maksimal. Jakarta masih menjadi penampungan air yang belum mampu dengan cepat menyerap dan mengalirkannya ke muara.
Seorang pemimpin harus mengambil tanggung jawab. Menerima keadaan dan menelaah dimana ada kesalahan untuk perbaikan. Seorang pemimpin jangan sampai mencari kambing hitam. Berkilah dan menunjuk pihak lain untuk menyelamatkan diri.
Pak Anies sudah mengakui, sudah menerima banyak kritik. Dia beda dengan Gubernur sebelumnya.
Ujian bagi kebijakan yang telah diambilnya. Masih ada 1 tahun lagi untuk mencetak prestasi..
(By Setiawan Budi)
Sumber: PBI