10Berita – “KALAU Pancasila ditempatkan sebagai agama, kita berpisah sampai di sini!” kata KH As’ad Syamsul Arifin. Ketika itu beliau mewakili aspirasi para ulama kepada Presiden Soeharto yang hendak menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
Dalam buku yang ditulis Syamsul A. Hasan, “Kiai As’ad di Mata Umat” (2003), diceritakan bahwa kiai kharismatik itu termasuk di antara para ulama yang menentang keras dan tidak senang pada sikap Presiden Soeharto yang hendak melarang asas lain selain Pancasila, termasuk Islam.
Tetapi, setelah dilobi Gus Dur dan KH Ahmad Siddiq, Kiai As’ad melunak dan bersedia berdialog dengan presiden mewakili ulama yang lain.
Presiden Soeharto menerima Kiai As’ad di kediamannya di Cendana. Satu jam lebih mereka berbincang. Dialog penting yang pada akhirnya berhasil meredam konflik kalangan ulama dengan rezim Orde Baru di tahun 1980-an.
Akhirnya Soeharto sepakat, “Pancasila ya Pancasila, agama ya agama.” Keduanya berada di domain yang berbeda. Tak perlu dan tak beralasan untuk dipertentangkan.
Timpal Kiai As’ad, “Islam wajib menerima Pancasila dan haram hukumnya bila menolak.”
Apa jadinya jika Kiai As’ad melakukan protes yang sama hari ini? Sebelum sampai dan bisa berdialog dengan Presiden, boleh jadi Kiai As’ad justru dilaporkan atau dirusak buzzer di media sosial dan dicap radikal.
Sumber: Eramuslim