Memetali Abdureshid, warga Uyghur pemilik sebuah bengkel mobil, divonis 15 tahun 11 bulan penjara. (AP: Nursimangul Abdureshid)
10Berita, XINJIANG – Hampir satu dari 25 orang di salah satu daerah di Xinjiang telah dijatuhi hukuman penjara dengan tuduhan terkait kejahatan terorisme. Angka tersebut merupakan tingkat pemenjaraan tertinggi di dunia, menurut tinjauan Associated Press (AP) terhadap data yang bocor.
Sebuah daftar yang berhasil diperoleh–sebagian telah diverifikasi oleh AP–berisikan nama lebih dari 10.000 warga Uyghur yang dijebloskan ke dalam penjara, hanya di wilayah Konasheher, satu dari belasan wilayah di Xinjiang selatan.
Dalam beberapa tahun terakhir, Cina telah melakukan tindakan keras dan brutal terhadap Uyghur, etnis minoritas Muslim di Turkistan Timur (Xinjiang), dengan dalih sebagai “perang melawan teror”.
Sejauh ini, data tersebut adalah daftar terbesar yang berisi nama-nama warga Uyghur yang dipenjara. Hal ini mencerminkan masifnya upaya rezim komunis Cina yang memasukkan lebih dari satu juta warga Uyghur ke kamp-kamp konsentrasi dan penjara.
Saat ini, ribuan warga Uyghur masih mendekam di dalam kurungan, meski sudah ditahan bertahun-tahun, atau bahkan puluhan tahun, atas tuduhan terorisme–yang disebut para ahli sebagai alasan yang dibuat-buat alias fiktif.
Kondisi yang dialami Nursimangul Abdureshid, yang kini mengungsi ke Turki, menunjukkan bagaimana keluarganya dapat dengan mudah dikirim ke penjara oleh rezim Cina.
Pada tahun 2017, seorang kerabat memberi tahu Abdureshid bahwa kedua orangtua dan adik laki-lakinya telah dibawa pergi untuk “disekolahkan” ke dalam kamp konsentrasi, yang diklaim rezim komunis hanyalah pusat pendidikan keterampilan.
Namun tiga tahun kemudian, pada tahun 2020, kedutaan Cina menelepon untuk memberitahu bahwa ketiganya telah ditangkap dan dijatuhi hukuman penjara di atas 10 tahun.
Abdureshid mengatakan daftar yang bocor tersebut adalah konfirmasi pertama atas apa yang terjadi pada saudara laki-lakinya sejak panggilan telepon itu.
Adik laki-lakinya, Memetali Abdureshid (32 tahun), dijatuhi hukuman 15 tahun 11 bulan atas tuduhan “menimbulkan kerusuhan dan memprovokasi masalah” serta “berusaha melakukan kegiatan teroris”.
Abdureshid dan enam orang Muhajirin Uyghur lainnya yang berbicara kepada AP mengatakan bahwa daftar itu masih belum lengkap. Mereka tidak melihat nama beberapa orang dekatnya yang juga ditahan, yang berarti jumlah tahanan sebenarnya bisa lebih tinggi dari jumlah nama di daftar tersebut.
Satu Kesamaan
Konasheher adalah sebuah wilayah pedesaan di Xinjiang selatan. Lebih dari 267.000 orang tinggal di sana.
Berdasar daftar yang bocor tersebut, hukuman penjara yang diterima warga Uyghur di penjara-penjara Konasheher berkisar antara dua hingga 25 tahun, dengan rata-rata selama sembilan tahun.
Meski sebagian besar nama dalam daftar telah ditahan sejak tahun 2017, menurut para Muslim Uyghur, hukuman mereka sangat lama sehingga masih mendekam di dalam di penjara.
Mereka yang ditahan Cina datang dari semua lapisan masyarakat, tak memandang pria, wanita, muda maupun tua. Namun, satu yang menjadi kesamaan: mereka semua adalah orang Uyghur.
Para ahli mengatakan hal itu dengan jelas menunjukkan bahwa orang-orang menjadi sasaran hanya karena identitas Uyghurnya.
Daftar yang bocor tersebut diperoleh akademisi Gene Bunin dari sumber anonim yang menggambarkan diri mereka dari etnis mayoritas Han Cina yang “menentang kebijakan rezim Cina di Xinjiang”.
Data tersebut lalu diteruskan ke AP oleh Abduweli Ayup, seorang warga ahli bahasa Uyghur yang menyelamatkan diri ke Norwegia.
AP mengonfirmasikannya melalui wawancara dengan delapan warga Uyghur yang mengenali 194 orang dalam daftar, serta melalui berbagai pemberitahuan hukum, rekaman panggilan telepon dengan pejabat Cina, maupun pemeriksaan alamat, ulang tahun, dan nomor identitas.
Alim Osman mengatakan informasi yang bocor dari Xinjiang sangat ditunggu-tunggu oleh komunitas Muhajirin Uyghur di seluruh dunia. (ABC News: Jarrod Fankhauser)
Alim Osman, kepala sebuah asosiasi Uyghur di Victoria, Australia, mengatakan data seperti yang diperoleh Ayup adalah kesempatan berharga bagi Muhajirin Uyghur di seluruh dunia untuk mencari tahu apa yang terjadi terhadap orang-orang terkasih mereka yang hilang.
“Semua orang di komunitas ini yang kehilangan anggota keluarga atau orang yang mereka cintai maupun temannya, mereka akan melihat daftar itu,” terangnya.
Dia juga mengatakan sama sekali tidak terkejut dengan banyaknya jumlah orang di dalam daftar tersebut.
“Di Australia, kami memiliki sekitar 3.000 warga Uyghur dan setiap dari kami mengenal seseorang–baik itu anggota keluarga, teman, teman sekelas, maupun guru mereka–[yang] menghilang,” sebutnya.
“Jadi ini tidak mengejutkan kami.”
Semua Dianggap Teroris
Daftar tersebut tidak memuat para tahanan dengan tuduhan kriminal yang umum terjadi, seperti pembunuhan atau pencurian. Sebaliknya, semua pelanggaran terkait dengan terorisme, ekstremisme agama, maupun tuduhan samar dan mengada-ada yang telah banyak digunakan untuk membungkam penentang kebijakan suatu rezim, seperti “memicu pertengkaran” dan “memprovokasi masalah”.
Ini berarti jumlah sebenarnya warga yang dipenjara hampir pasti lebih tinggi. Berdasarkan perkiraan kasar, tingkat pemenjaraan di wilayah Konasheher itu sudah 10 kali lipat lebih tinggi daripada di Amerika Serikat (AS), salah satu negara dengan kasus kriminalitas tertinggi di dunia, menurut statistik Departemen Kehakiman AS.
Tingkat pemenjaraan di Konasheher itu juga 30 kali lebih tinggi daripada di Cina secara keseluruhan, menurut statistik negara tahun 2013, di mana untuk terakhir kalinya angka tersebut dirilis.
Darren Byler–seorang ahli pemerhati sistem penahanan massal di Xinjiang–mengatakan sebagian besar penangkapan terjadi secara sewenang-wenang dan di luar hukum, dengan banyak orang ditahan hanya karena memiliki keluarga di luar negeri maupun mengunduh aplikasi ponsel tertentu.
“Ini benar-benar luar biasa,” kata Byler, “tidak ada di tempat lain yang kami lihat di mana seluruh populasi warga digambarkan atau dianggap sebagai teroris.”
Pusat-pusat penahanan di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang Cina, lokasi penyekapan puluhan ribu tahanan. (AP: Mark Schiefelbein)
Tindakan keras Cina dimulai pada tahun 2017. Secara massal, warga Uyghur dimasukkan ke dalam kamp-kamp konsentrasi “pusat pendidikan”, di mana mereka ditahan dan didoktrin untuk mau mengikuti ideologi komunis Cina.
Pada Desember 2019, pejabat Xinjiang mengatakan bahwa semua yang mereka sebut sebagai “peserta pelatihan” di “pusat-pusat pendidikan” telah “lulus”.
Kunjungan AP ke empat bekas lokasi kamp mengonfirmasikan bahwa pemerintah memang telah menutup atau mengubahnya menjadi fasilitas lain.
Meski kamp-kamp konsentrasi tersebut ditutup, jumlah penjara terus bertambah. Setidaknya, beberapa lokasi kamp diubah menjadi pusat penahanan.
Tuntutan yang Tak Masuk Akal
Meskipun Cina telah membuat sistem agar catatan hukum mudah diakses, hampir 90 persen catatan kriminal di Xinjiang tidak dipublikasikan.
Beberapa data yang bocor menunjukkan bahwa warga Uyghur didakwa dengan tuduhan “terorisme” untuk tindakan-tindakan seperti memperingatkan rekannya agar tidak menonton film porno dan mengumpat, maupun melaksanakan salat di dalam penjara.
Ayup, Muhajirin Uyghur yang memberikan daftar tersebut ke AP, telah mendokumentasikan dengan cermat penindasan yang masif, sistemik, dan masih berlangsung terhadap bangsanya.
Namun, daftar yang bocor ini, secara khusus membuatnya terjatuh lemas. Di dalamnya tercantum nama-nama tetangga, sepupu, dan juga gurunya di sekolah menengah.
“Saya jatuh pingsan,” kata Ayup. “Saya telah berulang kali menceritakan kisah orang lain, namun sekarang ini saya menceritakan kisah saya sendiri, dari masa kecil saya.”
Seorang guru bernama Adil Tursun adalah anggota Partai Komunis. Setiap tahun murid-murid yang diajarnya mendapat nilai ujian kimia terbaik di kotanya.
Masuknya Adil Tursun dan juga nama-nama lainnya dalam daftar tersebut sangat tidak masuk akal bagi Ayup karena mereka telah dianggap sebagai model atau panutan dan juga orang terhormat bagi komunitas Uyghur.
“Melakukan tindak kriminal, menyebarkan pemikiran ekstremis maupun separatis … semua tuduhan ini tidak masuk akal,” tegasnya. (abc.net.au)