OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 05 Februari 2018

Taubatnya Penjudi dan Perokok Berat Hingga Jadi Ulama Besar

Taubatnya Penjudi dan Perokok Berat Hingga Jadi Ulama Besar


10Berita  – Di usia remajanya, pemuda ini biasa dipanggil dengan sebutan Bakri oleh keluarga dan orang-orang sekitarnya. Sebagaimana umumnya remaja pedesaan, Bakri terpengaruh oleh rekan-rekan sepermainannya yang memiliki kebiasaan begadang sembari nongkrong di jalan ditemani segelas kopi dan sebatang rokok.

Lantaran khawatir, pihak keluarga menasihati si Bakri. Apalagi, selain merokok, remaja sekitar juga sering berjudi. Lambat laun, kekhawatiran keluarga terbukti. Bakri resmi menjadi seorang perokok berat sekaligus tukang judi.

Ayah dan ibunya sering memberikan nasihat, tapi tidak mempan. Hingga, sang ayah mengajaknya mengunjungi sebuah makam syekh. Ziarah kubur. Di makam tersebut, selain mengingat mati, sang ayah berdoa kepada Allah Ta’ala agar anaknya diberi hidayah.

Jika memang tidak kunjung bertaubat, sang ayah lebih memilih agar anaknya itu diwafatkan. Sebab sia-sia belaka kehidupannya jika hanya membawa keburukan bagi diri, keluarga, masyarakat, dan umat Islam.

Agak lama setelah itu, Bakri bermimpi. Didatangi sesosok kakek yang membawa batu besar dan siap dilemparkan. “Hai cucuku,” tutur si kakek, “jika engkau tidak menghentikan kebiasaan burukmu, aku akan melemparkan batu besar ini ke kepalamu.”Dasar nakal, Bakri menjawab perintah si kakek, “Memangnya, apa hubungan kakek denganku? Hendak berhenti atau melanjutkan kebiasaan buruk, itu kan urusan pribadiku!”

Seketika itu juga, si kakek melempar batu besar ke kepala Bakri hingga pecah berkeping-keping. “Ya Allah,” ujar Bakri yang terbangun sembari terus beristighfar, “apa yang sebenarnya terjadi? Ya Allah, ampunilah dosaku.”

Sejak saat itu, Bakri pun menghentikan kebiasaan buruknya. Ia juga mulai belajar menimba ilmu ke berbagai pesantren ternama di negeri ini. Di antara gurunya adalah Kiyai Saleh Darat Semarang, Kiyai Hasyim Asyhari Jombang, Kiyai Muhammad Khalil Bangkalan, dan lain sebagainya.

Si Bakri yang tak lain adalah Syekh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi ini merupakan salah satu ulama kebanggaan nusantara yang karyanya mengguncang dunia. Beliau banyak menulis kitab berbahasa Arab dengan tingkat ketebalan ribuan halaman.

Satu karya monumentalnya berjudul Siraj ath-Thalibin di bidang tasawuf. Bukan hanya digandrungi oleh ulama-ulama Timur Tengah, kitab ini juga dilirik dan dirujuk oleh cendekiawan-cendekiawan di Amerika Serikat, Kanada, dan Autralia. Kitab ini juga dijadikan salah satu kajian oleh mahasiswa yang menempuh pendidikan pascasarjana di Universitas al-Azhar Kairo Mesir.

Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu.

Wallahu a’lam.[kl/kisahikmah)

Sumber : Eramuslim 

Soroti Kecelakaan Proyek Infrastruktur, Pakar; Namanya Juga ‘Kebut-Kebutan’

Soroti Kecelakaan Proyek Infrastruktur, Pakar; Namanya Juga ‘Kebut-Kebutan’

10Berita – Tercatat telah terjadi 5 kecelakaan proyek kontruksi pemerintah dalam kurun waktu 5 bulan terakhir. Bahkan yang terbaru di Matraman pada hari Minggu (4/02) kemarin telah menyebabkan 4 orang meninggal dunia. Lalu apa yang salah dengan proyek pemerintah?

Praktisi Konstruksi Basuki Winanto ikut berbicara mengenai banyaknya kecelakaan proyek infrastruktur pemerintah saat berbincang dengan detikFinance. Menurutnya teknologi konstruksi yang ada dan digunakan di Indonesia sudah mumpuni.

“Bahkan tenaga ahlinya juga andal-andal untuk bisa membangun infrastruktur di Indonesia,” ujar Basuki.

Sayangnya, hal ini masih belum cukup untuk meminimalisir potensi kecelakaan kerja di Proyek konstruksi. Perhatiannya tertuju pada kondisi pekerjaan konstruksi yang terkesan kebut-kebutan.

Menurutnya, pekerjaan konstruksi yang diburu-buru target penyelesaiannya, berdampak langsung pada meningkatnya risiko kecelakaan kerja di proyek konstruksi.

“Pekerjaan konstruksi kan banyak yang targetnya cepat-cepat. Itu jadi banyak yang harus lembur dan bekerja lebih panjang. Jangan lupa, yang dipekerjakan di situ (proyek konstruksi) itu kan manusia. Manusia itu punya titik jenuh,” sebut Basuki.

Jenuhnya pekerja konstruksi bisa timbul karena jam kerja yang terlalu panjang akibat tingginya tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan konstruksi tepat waktu, bahkan lebih cepat dari waktu normal.

“Satu, fokus pekerja itu akan menurun kalau sudah melebihi jam kerjanya. Kalau fokus sudah turun, cenderung jadi abai. Mungkin secara SOP sudah sesuai, tapi ada hal-hal kecil yang sebenarnya penting terlewat karena fokusnya kurang,” sambung dia.

Kondisi inilah yang menurutnya banyak menjadi biang keladi maraknya kecelakaan konstruksi di berbagai proyek pembangunan infrastruktur di tanah air.

Untuk itu, Basuki menyarankan kepada pemerintah untuk lebih memperhatikan kondisi sumberdaya manusia yang terlibat dalam proyek infrastruktur.

“Karena itu yang selama ini luput. Orang hanya fokus pada alatnya, kualitas betonnya dan seterusnya. Padahal di situ ada unsur manusia, yang juga perlu mendapat perhatian,” tandasnya. (dtk/Ram)

Sumber : Eramuslim 

7 Tanda Suami Durhaka kepada Istri

7 Tanda Suami Durhaka kepada Istri

10Berita, Kadang dalam keluarga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan baik dari istri maupun suami. Suami tidak jarang melakukan tindakan yang menyimpang dari ketentuan Allah SWT dan melanggar hak-hak istrinya.

Dengan demikian, para suami harus mengetahui ciri-ciri perbuatan durhaka terhadap istri, yaitu:

1. Menjadikan Istri Sebagai Pemimpin Rumah Tangga
Dari Abu Bakrah, ia berkata, “Rasulullah saw bersabda: tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita,” (HR.Ahmad no.19612 Bukhari,Tirmidzi, dan Nasai).

Rasulullah menyampaikan bahwa suatu kaum (termasuk di dalamnya suami) tidak akan pernah memperoleh kejayaan atau keberuntungan bila menjadikan seorang wanita (termasuk istri) seorang pemimpin.

Bentuk ketidakberuntungan ini adalah hilangnya wibawa suami sehingga memberi peluang untuk istri berlaku sesukanya dalam mengatur rumah tangga tanpa mempedulikan pendapat suami.

Menyuruh istri mencari nafkah dan mengatur urusan rumah tangga termasuk menjadikan istri sebagai pemimpin. Suami yang berbuat demikian berarti melanggar ketentuan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.

2. Menelantarkan Belanja Istri
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata, “Rasululluah bersabda: seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya,” (HR.Abu Dawud no.1442, Muslim, Ahmad, dan Thabarani).

Dari ‘Asyah ra,bahwa Hindun binti Utbah pernah berkata: Wahai Rasulullah,sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang kikir dan tidak mau memberikan kepadaku belanja yang cukup untuk aku dan anakku,sehingga terpaksa aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya.” beliau besabda: Ambillah sekadar cukup untuk dirimu dan anakmu dengan wajar,” (HR.Bukhari no.4945 , Muslim, Nasai, Abu dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi).

Suami yang menelantarkan belanja istri dan anaknya berarti telah melakukan dosa. Suami hendaknya menyadari bahwa selama ia menelantarkan belanja istri, selama itulah ia berdosa kepada istrinya. Oleh karena itu, ia wajib meminta maaf kepada istrinya dan selanjutnya bertaubat kepada Allah.

3. Tidak Memberi Tempat Tinggal yang Aman
“Tempatkanlah mereka (para istri) di tempat kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian dan janganlah menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Jika mereka (istri yang di thalaq) itu sedang hamil, berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan,” (QS.Ath-Thalaaq (65):6).

Allah menjelaskan untuk para suami yang menceraikan istrinya diwajibkan untuk tetap memberikan tempat tinggal untuknya selama masa iddah dan tidak boleh mengurangi belanja istrinya atau mengusirnya dari rumah karena ingin menyusahkan hatinya atau memaksanya mengembalikan harta yang pernah diberikan kepadanya atau tujuan lain.

Jika mantan istrinya yang masih dalam masa iddah saja harus mendapatkan hak nafkah dan tempat tinggal yang baik, maka lebih utama dan lebih wajib lagi bagi istri sahnya untuk mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari pada itu.

4. Tidak Melunasi Mahar
Dari Maimun Al-Kurady, dari bapaknya, ia berkata: “saya mendengar nabi saw.(bersabda): siapa saja laki laki yang menikahi seorang perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu,berarti ia telah mengacuhkannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu, kelak pada hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai orang yang fasiq,” (HR.Thabarani, Al-Mu;jamul, Ausath II/237/1851).

Menurut hadist ini seorang suami yang telah menetapkan mahar untuk istrinya, tetapi kemudian tidak membayarkan mahar yang dijanjikan kepada istrinya, berarti menipu atau mengicuh istrinya. Jika ia tidak memiliki mahar maka ia boleh mengutang kepada istrinya.

Dalam QS.Al-Baqarah (2):237 menerangkan bahwa, “jika kalian menceraikan istri istri kalian sebelum kalian bercampur dengan mereka, padahal kalian sudah menentukan maharnya, bayarlah separuh dari mahar yang telah kalian tentukan itu, kecuali jika istri-istri kalian itu telah memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah. Pemberian maaf kalian itu adalah lebih dekat kepada taqwa. Janganlah kalian melupakan kebaikan antara sesama kalian. Sesungguhnya Allah maha melihat apa yang kalian kerjakan.”

5. Menarik Mahar Tanpa Keridhaan Istri
“Jika kalian (para suami) ingin mengganti istri dengan istri yang lain, sedang kalian telah memberikan kepada salah seorang di antara mereka itu mahar yang banyak, janganlah kalian mengambilnya kembali sedikit pun. Apakah kalian kalian akan mengambilnya kembali dengan cara-cara yang licik dan dosa yang nyata? Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali,sedangkan kalian satu dengan lainnya sudah saling bercampur (sebagai suami istri) dan mereka ( istri istri kalian) telah membuat perjanjian yang kokoh dengan kalian,” (QS.An-Nisaa(4):20-21).

Ayat tersebut melarang suami yang meminta atau menarik kembali mahar yang telah diberikan kepada istrinya, baik sebagian maupun seluruhnya.

Tujuan islam menetapkan mahar dalam perkawinan adalah untuk menghormati kedudukan istri yang pada zaman sebelum Islam tidak mendapatkan hak untuk memiliki dan menguasai harta kekayaan apapun, baik dari orang tuanya maupun suaminya.

6. Melanggar Persyaratan Istri
“Hai orang orang yang beriman,penuhilah janji-janji kalian.,” (QS.Al-Maaidah (5):1).

Allah memerintahkan orang orang yang beriman untuk memenuhi janji yang dibuatnya dengan orang orang yang terlibat dengan perjanjian. Dalam hal ini, suami istri harus memenuhi perjanjian yang telah dibuatnya, bahkan perjanjian seperti itu paling patut dipenuhi dengan sebaik-baiknya.

7. Menuduh Istri Berzina
“Dan orang orang yang menuduh istri mereka berzina, padahal mereka tidak mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka kesaksian satu orang dari mereka adalah bersumpah empat kali dengan nama Allah bahwa sesungguhnya dia adalah termasuk orang orang yang benar(dalam tuduhannya) (7) dan kelima kalinya(ia mengucapkan) bahwa laknat Allah akan menimpa dirinya jika ternyata ia tergolong orang orang yang berdusta,” (QS.An-Nuur (24):6-7).

Ayat tersebut memberi ketentuan untuk melindungi istri dari tuduhan suami. Karena tuduhan itu dapat merusak kehormatan dan harga diri istri. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan ketat agar suami tidak sembarangan menuduh istrinya berzina tanpa bukti yang dipertanggungjawabkan.

Adapun tindakan tindakan tercela suami terhadap istri lainnya seperti;

Memukul (Tanpa Peringatan Terlebih Dahulu)Menyenangkan Hati Istri dengan Melanggar AgamaMengajak Istri Berbuat DosaMemadu Istri dengan Saudari atau BibinyaBerat Sebelah dalam Menggilir IstriMenceraikan Istri SalehMengusir Istri dari Rumah

Sumber :Islamidia 

Aneh, Tulis Tentang Freeport Salamudin Daeng Malah Dipolisikan

Aneh, Tulis Tentang Freeport Salamudin Daeng Malah Dipolisikan


10Berita, Tuduhan terhadap Salamuddin Daeng melakukan ujaran kebencian sebagaimana diatur pasal 28 ayat 2, pasal 45A ayat 2 dan atau pasal 27 ayat 3 UU ITE melalui tulisannya berjudul ‘Ada Penjarahan Uang BUMN untuk Beli Saham Rio Tinto di Freeport’ dinilai tidak masuk akal.

Atas laporan Aulia Fahmi, Salamuddin pada Jumat (2/2) lalu menjalani pemeriksaan Bareskrim Polda Metro Jaya. Salamuddin Daeng dimintai keterangan selama 12 jam oleh penyidik di Krimsus Polda Metro Jaya.

“Tulisan Salamuddin Daeng tersebut sama sekali tak merugikan kepentingan hukum dari pribadi si pelapor yang hingga kini tak jelas asal usul dan sangkutan hukumnya. Tulisan Salamuddin Daeng tersebut tak memfitnah atau melakukan ujaran kebencian kepada pribadi si pelapor,” tegas aktivitis Petisi 28 dan Pusat Pengkajian Nusantara Pasifik (PPNP), Haris Rusly melalui rilis tertulis yang disebarluaskan, Minggu (4/2).

Justru, Haris menilai Salamuddin Daeng yang dikenal sebagai ekonom dan peneliti soal tambang hanya mengemukakan sebuah pandangan politik dan kritiknya terhadap arah kebijakan pemerintahan Joko Widodo dalam divestasi saham Freeport.

“Ada musang berbulu domba, bicara berbusa-busa soal nasionalisme untuk menutupi dugaan agenda perampokan oleh oligarki bertopeng nasionalisme dalam isu divestasi saham Freeport. Setelah gagal dalam operasi “papa minta saham”, ternyata ada upaya lain perampokan, yaitu rencana pembelian saham Rio Tinto di Freeport,” ulas Haris tentang tulisan Salamuddin Daeng.

Permasalahannya, lanjut Haris, yang dikritik oleh Salamuddin Daeng adalah kebijakan yang dibuat oleh institusi pemerintahan. Sebagai warga negara yang membayar pajak, Haris menegaskan, Salamuddin Daeng adalah stakeholder sekaligus shareholder dari negara Indonesia yang hak dasarnya dijamin untuk berpendapat di muka umum.

“Lalu apa kaitan hukum si pelapor dengan kritik yang disampaikan oleh Salamuddin tersebut? Si pelapor bukan orang pemerintahan yang dirugikan oleh tulisan tersebut,” kritiknya.

Sementara, menurut penyidik Krimsus, si pelapor bukan pengacaranya pihak pemerintah ataupun pihak Freeport. Haris mengatakan, seharusnya yang mempunyai sangkutan hukum langsung dari tulisan Salamuddin Daeng tersebut adalah pihak pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, Kementerian ESDM dan Kementerian BUMN.

“Kita dapat menilai pandangan Salamuddin Daeng tersebut hoax atau kebenaran, ujaran kebencian atau ujaran kebenaran, harus diuji berdasarkan konstitusi dan UU yang berlaku, jika pihak pemerintah tampil kesatria menjelaskan dan berdebat terkait dugaan konspirasi perampokan bertameng nasionalisme tersebut,” tantangnya.

Karena itu, untuk menghentikan kriminalisasi terhadap pandangan politik warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945, PPNP akan menindaklanjuti tulisan Salamuddin Daeng tersebut dengan menyusun laporan untuk mendesak KPK mengusut tuntas dugaan rencana perampokan di balik pembelian saham Rio Tinto di Freeport yang menggunakan uang BUMN.

“Kedua, kami menantang debat terbuka dengan pihak pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, Menteri ESDM dan Menteri BUMN, terkait rencana pembelian saham Rio Tinto di Freeport tersebut,” tegasnya.

Ketiga, PPNP mendesak pihak kepolisian untuk menghentikan perkara tersebut. Jika laporan Aulia Fahmi tersebut tetap ditindaklanjuti, berarti pihak kepolisian mengubah negara yang berdasarkan hukum menjadi negara yang berdasarkan hukum rimba.

Dalam pemeriksaan Jumat lalu itu Salamuddin Daeng didampingi oleh Ali Lubis, pengacara muda dari Advokat Cinta Tanah Air (ACTA). [rmol]

Sumber : Dakwah Media

Maneger: Negara Berhak Hentikan "Orang Gila" Pemburu Ulama

Maneger: Negara Berhak Hentikan "Orang Gila" Pemburu Ulama

Polisi haru usut tuntas pelaku, motif, dan dugaan adanya aktor intelektualnya.

10Berita , JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengaku terkejut dan prihatin dengan kembali terulangnya peristiwa penganiayaan yang dialami ulama. Kali ini dialami dua ulama di Jawa Barat dalam waktu sepekan.

Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution mengatakan, masyarakat terutama ulama patut mewaspadai teror baru yang disebut "OGGB" (orang gila gaya baru). Kewaspadaan ini diperlukan karena dengan dalil "orang gila" seolah punya "alasan" untuk menghentikan proses pengusutan hukumnya.

"Akibatnya, pelaku terduga "OGGB" itu bebas begitu saja "demi hukum". Modus ini perlu diwaspadai," ujarnya kepada Republika.co.id, Jakarta, Senin (5/2).

Masih segar dalam ingatan publik dalam hitungan hari sebelumnya Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah, Cicalengka, Kabupaten Bandung KH Emon Umar Basyri, yang oleh Polisi disebut dianiaya oleh "orang gila" pada Sabtu (27/1). Belum genap sepekan peristiwa yang hampir sama terjadi lagi. Bahkan peristiwa ini meninggalkan duka mendalam karena Ustadz Prawoto meninggal dunia akibat penganiayaan seorang pria pada Kamis (2/1/2018).

"Lagi-lagi Polisi menyebut dilakukan oleh orang gila", ungkapnya. Oleh karena itu, negara harus hadir menunaikan mandatnya menghentikan modus "OGGB" ini.

Polisi harus mengusut kasus-kasus tersebut sampai tuntas. Tidak hanya pelaku, tapi juga motif dan dugaan adanya aktor intelektual, ucapnya.

Menurutnya, dengan melihat kembali berulangnya kasus dengan pola dan modus yang relatif sama, Polisi sebaiknya tidak tergesa-gesa menyimpulkan pelakunya sebagai "orang gila". "Polisi perlu mengurai secara profesional dan mandiri apakah kasus-kasus tersebut murni pidana? Atau, by design?," ungkapnya.

Meskipun polisi menyebut kedua orang pelaku penganiaya itu diduga "sakit jiwa", tapi proses hukum harus tetap berjalan, tidak boleh berhenti, apalagi sudah jatuh korban nyawa. "Biarlah pengadilan, berdasarkan fakta-fakta medis dan fakta hukum lainnya di persidangan yang punya otoritas memutuskan apakah para pelaku penganiayaan ini benar-benar "sikat jiwa" atau tidak," ucapnya.

Ia meminta, masyarakat tetap harus tenang dan jernih melihat fenomena ini. Publik tidak boleh terprovokasi dan main hakim sendiri.

"Mari hadirkan kepercayaan tersisa, semoga Polisi mengusut tuntas kasus-kasus tersebut secara profesional dan mandiri," ucapnya.

Dikatakannya, ada baiknya pihak kepolisian melihat fenomena ini sebagai hal yang serius. Kemudian mereka harus segera memetakan persoalan serta mencari solusinya agar syiar ketakutan publik ini tidak semakin meluas, serta para ulama dan ustadz bisa beraktivitas dengan tenang.

Negara harus hadir menunaikan mandatnya memastikan bahwa peristiwa yang sama tidak terulang lagi di masa yang akan datang. Negara juga harus hadir menjaga kondusifitas di seluruh NKRI pada tahun politik, menjelang Pilkada serentak pada 27 Juni 2018 mendatang.

Peristiwa-peristiwa penganiayaan yang menimpa ulama dan ustaz harus dipandang luas dan dari berbagai perspektif. Sehingga, tidak tegesa-gesa menyimpulkan kejadian-kejadian ini hanya peristiwa kriminal biasa.

"Peristiwa sekecil apapun di tahun politik menjelang pilkada serentak ini, apalagi yang bernuansa sensitif dan berpotensi memantik kemarahan publik, patut diperiksa dengan seksama dan harus diusut tuntas pelaku, motif dan dugaan adanya aktor intelektualnya," ucapnya.

Polisi sebaiknya bergerak cepat mengusut tuntas kasus-kasus tersebut secara profesional dan mandiri. Polisi harus menjelaskan secara transparan kepada publik siapa pun pelaku, apa pun motif, dan dugaan adanya aktor intelektualnya. "Apakah fenomena "OGGB Pemburu Ulama" ini kriminal murni atau by design? Hanya Allah dan Polisi yang tahu," tandasnya.

Sumber : Republika.co.id

Dr. Mohammad Nasih: Aku Iri Terhadap Zaadit!

Dr. Mohammad Nasih: Aku Iri Terhadap Zaadit!


10Berita  – Dosen Pengajar Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) Dr. Mohammad Nasih mengaku mengapresiasi sikap Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-UI) Zaadit Taqwa yang dengan gagah berani melayangkan kritik kepada presiden Joko Widodo saat acara dies natalis beberapa waktu lalu.

“Aksinya cocok dengan harapan bapaknya saat memberikan nama. Zaadit Taqwa memang berarti bekal takwa. Takwa itu menjalankan segala perintah, dan sekaligus menjauhi larangan-Nya, karena hanya takut kepada-Nya. Takwa hanya kepada Allah ya memang harus tidak takut kepada penguasa. Dengan segala risikonya tentunya. Mau diskors, di-DO, bahkan ditembak Paspampres sekalipun, anggap saja biasa,” puji Nasih kepada wartawan di Jakarta, Minggu (04/02/2018).

Tak hanya itu, Nasih juga mengaku lega melihat masih ada mahasiswa yang melakukan aksi di depan penguasa.

“Aku merasa lega. Sebelumnya, jeritan berjuta rakyat agar mahasiswa kembali bergerak, karena rezim ingkar janji dan kian lalim, malah dibalas dengan makan malam lalu foto bersama penguasa mereka sebar dengan bangga,” tandasnya.

Padahal, kata dia, seruan dosen-dosen mantan aktivis tulen agar mahasiswa turun ke jalan, malah dibalas hanya dengan aksi selfi-selfi dan fotonya dikirim ke dosen sebagai bukti untuk meyakinkan.

“Padahal sudah beragam jargon motivasi gerakan diberikan bahwa sekali aksi lebih baik dibanding seribu kuliah. Namun mereka belum juga bergerak, hanya bergerak-gerak saja,” lirihnya.

“Dengan jaket almamater yang sebenarnya membuat makin wibawa, mahasiswa malah lebih suka menjadi juru sorak di acara infotainment televisi hiburan dibanding orasi dalam aksi bersama massa rakyat,” sindirnya.

Dalam harapan yang nyaris sampai taraf putus asa, menurutnya, Zadit Taqwa menjadi penanda bahwa mahasiswa masih ada.

“Aku iri, karena aku dulu dengan sendiri hanya bisa aksi bakar majalah yang redaksinya tidak jujur dan menggelapkan dana dua edisi penerbitannya di depan kampus. Hanya begitu saja aku dihadiahi skors empat bulan dan jadi dua tahun karena proses pengadilan. Zaadit Taqwa pasti akan menghadapi risiko lebih besar. Karena risiko lebih besar itulah, aku makin iri kepadanya. Bukan iri yang menyesakkan dadaku, tetapi iri yang membuatku bangga sebagai bagian dari civitas akademika,” ujarnya.

“Aku dan tentu kita semua akan lebih bangga juga bahagia, jika Ketua-ketua BEM seluruh Indonesia: IPB, Univ. Trisaksi, ITB, Unpad, UGM, Unair, Unibra, ITS, Undip, Unsyiah, Uncen, dan UIN-UIN terutama yang membawa nama besar Wali Sembilan bersama-sama meniup peluit yang agak panjang dengan mengangkat kartu kuning yang lebih besar,” pungkasnya.(kl/ts)

Sumber : Eramuslim 

Benarkah Berjalan 10.000 Langkah Sehari Menyehatkan?

Benarkah Berjalan 10.000 Langkah Sehari Menyehatkan?


10Berita – Berjalan 10 ribu langkah per hari merupakan anjuran kesehatan yang tak asing lagi. Aktivitas fisik ini dinilai dapat menjaga kesehatan sekaligus menurunkan beberapa risiko penyakit.

Anjuran berjalan kaki 10 ribu langkah per hari digagas pertama kali di Jepang sebagai kampanye pemasaran untuk Olimpiade Tokyo pada 1964 lalu. Sebuah perusahaan juga menciptakan sebuah alat bernama Manpo-Kei yang berarti pengukur 10 ribu langkah untuk mendorong warga Jepang agar menjalani gaya hidup yang lebih akitf.

Akan tetapi, berjalan kaki 10 ribu langkah per hari bukan hal yang mudah dilakukan oleh sebagian orang. Jurnalis medis Michael Mosley dan Profesor Rob Copeland dari Sheffield Hallam University memutuskan untuk melakukan sebuah percobaan kecil terkait anjuran kesehatan dari masa lalu ini.

Dalam percobaan ini, Mosley dan Copeland membandingkan keuntungan atau dampak positif dari berjalan kaki 10 ribu langkah per hari dengan alternatif aktivitas fisik lain bernama Active 10. Active 10 merupakan sebuah kampanye yang dicanangkan Public Health England di mana anjurannya adalah berjalan kaki selama 10 menit dengan cepat sebanyak tiga kali per hari.

Moesly dan Copeland membagi partisipan dalam percobaan ini ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama diminta untuk berjalan kaki 10 ribu langkah per hari. Jarak dari 10 ribu langkah setara dengan 5 mil.

Kelompok kedua diminta untuk berjalan cepat selama 10 menit sebanyak tiga kali per hari. Jarak rata-rata yang ditempuh dengan metode ini adalah 1,5 mil dengan sekitar tiga ribu langkah.

Seperti dilansir Independent, kelompok kedua memang terihat melakukan aktivitas fisik yang lebih sedikit dibandingkan kelompok pertama. Namun ternyata manfaat yang didapatkan oleh kelompok kedua lebih banyak.

“Kelompok Active 10 sesungguhnya melakukan aktivitas fisik berintensitas sedang hingga berat 30 persen lebih banyak dibandingkan kelompok 10 ribu langkah walaupun mereka (kelompok Active 10) bergerak lebih sedikit,” jelas Copeland.

Copeland mengatakan intensitas dalam berolahraga menentukan manfaat kesehatan yang mungkin didapat oleh orang yang berolahraga. Manfaat kesehatan terbaik, lanjut Copeland, baru bisa didapatkan ketika seseorang melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang.

Selain melakukan olahraga dengan lebih intens, para partisipan juga menilai berjalan kaki dengan cepat selama 10 menit jauh lebih mudah dilakukan daripada berjalan santai 10 ribu langkah. Konsep berjalan kaki cepat selama 10 menit dengan frekuensi tiga kali sehari dinilai dapat menjadi alternatif yang baik untuk masyarakat, khususnya pekerja kantoran.(kl/rol)

Sumber : Eramuslim

Kritiklah Daku, Kau Kusuruh Atasi Masalah

Kritiklah Daku, Kau Kusuruh Atasi Masalah


KRITIKLAH DAKU, KAU KUSURUH ATASI MASALAH

by: Iramawati Oemar*

10Berita, Sungguh "ajaib" cara pemerintah jaman now menjawab kritik dari masyarakat.

Ketika harga beras naik tinggi pada Februari 2015 lalu, masyarakat mengeluhkan mahalnya harga beras. Menko PMK (dahulu sebutannya Menko Kesra) Puan Maharani menjawab: jangan banyak-banyak makan nasi.

Hai, hellooo..., tidak semua rakyat sedang dalam program diet karbohidrat. Justru bagi sebagian besar wong cilik yang setiap hari bekerja keras dengan tenaga fisik, yang penting perut kenyang. Dan rasa kenyang itu mereka dapat dari makan nasi. Mereka gak sanggup beli roti, makan sereal, minum susu coklat kental, banyak makan buah. Tidak, bagi mereka yang penting nasinya banyak, lauknya sedikit tak apalah, yang penting ada sambal dan disiram kuah sayuran. Jadi, kalau disuruh kurangi makan nasi, apa tidak makin memberatkan bagi rakyat karena harus mencari bahan lain pengganti nasi untuk sekedar mengganjal perutnya?!

Ketika harga cabe mahal, Mentan meminta kaum ibu menanam cabe sendiri. Seakan dia tak berpikir bahwa yang keberatan dengan harga cabe yang mencekik leher bukan cuma ibu rumah tangga yang tiap hari cuma butuh segenggam cabe untuk secobek sambal di meja makan. Bagaimana dengan pemilik warteg, pedagang bakso, warung Padang, dll, yang setiap harinya butuh cabe dalam jumlah banyak?! Apakah mereka semua punya cukup lahan untuk tanam cabe?! Apakah semua orang punya waktu cukup untuk merawat tanaman cabenya agar terus berbuah lebat sepanjang tahun?!

Ketika tarif listrik terus "disesuaikan" sehingga rakyat harus menanggung biaya dua kali lipat dari biasanya, kritikan atas mahalnya tarif listrik dijawab "cabut saja meterannya!" dengan kata lain "ya elo gak usah pake listrik!".

Luar biasa sekali, seolah kompak kalau ada kritikan dan keluhan masyarakat, dikembalikan kepada masyarakat masalahnya.

Untunglah saat banyak yang berteriak harga telur ayam mahal, tidak disuruh bertelur sendiri. Mungkin karena keburu disindir nettizen.

***

Jagad medsos heboh pasca Zaadit Taqwa mengacungkan kertas kuning kepada Presiden Joko Widodo saat Dies Natalis UI, Jum'at 2 Februari kemarin lusa.

Sontak Zaadit dibully disemua lini medsos. Akun Instagramnya diserbu loversnya pak jokowi.

Seorang buzzer menulis "prestasi" presiden yang kemudian diviralkan para lovers.

Namun satu hal yang nyaris seragam dari hujatan mereka kepada Zaadit Taqwa maupun kepada mahasiswa UI: mereka menyuruh siapapun yang mengkritik soal kondisi gizi buruk di Asmat-Papua, agar berangkat saja kesana. Mereka yang berang dengan kartu kuning untuk Jokowi, menantang agar para dokter muda lulusan FKUI untuk berangkat ke Papua. Pokoknya intinya yang mengkritik harus bisa membuktikan berangkat sendiri kesana.

Bukan hanya buzzer dan tim horenya yang beargumen demikian. Tak kurang Presiden Jokowi sendiri, menurut kabar berita di sebuah media, akan memberangkatkan Zaadit ke Asmat. Padahal Presiden sendiri pernah berdalih akses ke sana sulit, ketika awal mula kasus wabah campak dan gizi buruk di Papua diblow-up media.

Jadi, kalau pemerintah sendiri merasa kesulitan akses kesana, mengapa malah menyuruh mahasiswa pergi kesana?!

Sulitnya akses menuju kesana seakan membantah dengan sendirinya gembar gembor soal infrastruktur hebat yang dibangun di Papua. Nettizen mungkin masih ingat, sekitar 2,5 tahun lalu ada kabar heboh, konon katanya di Papua telah dibangun jalan raya yang membelah hutan Papua. Belakangan, klaim itu ketahuan bahwa yang diambil adalah foto dari sebuah hutan di Amazon. Nettizen kemudian menyindirnya dengan meme "Hutan Terbelah di Langit Papua", plesetan dari sebuah judul film.

Klaim hebat soal pembangunan jalan raya yang membelah Papua itu seakan contoh nyata dari "smoke and mirror" yang belum lama ditulis jurnalis asing.

Mungkin itu sebabnya jurnalis BBC dipulangkan ke Jakarta dan dilarang melanjutkan peliputan di Agats, agar mereka tak bisa memotret yang sebenarnya.

***

Kembali ke soal reaksi di medsos atas kartu kuning dari Zaadit. Tak kurang seorang Gubernur yang juga cagub, Ganjar Pranowo, ikut memamerkan lewat twit-nya, sebuah PTN ternama yang akan berangkat ke Asmat, Papua. Seakan hendak menyindir UI, dalam twitnya Ganjar menyebut tri dharma perguruan tinggi.

Alumni UI pun tak tinggal diam. Lewat medsos pula mereka mengunggah rekaman dokumentasi yang menunjukkan bukti kehadiran civitas akademika dan alumnus UI di Papua, sejak belasan tahun lalu. Bahkan lengkap dengan foto-foto bertanggal 3 dan 4 Februari 2018, artinya sampai saat ini mereka hadir disana. Mereka buat narasi yang indah namun menohok FP KataKita, makjleb!

Sungguh lucu reaksi semacam ini. Tri dharma perguruan tinggi sudah ada sejak jaman dulu. Di masa Orde Baru ada SKS wajib yang harus dijalani mahasiswa, namanya KKN, Kuliah Kerja Nyata. Setiap kampus punya daerah tujuan KKN. Belum lagi jika ada bencana nasional, sudah jamak perguruan tinggi mengirimkan bantuan.

Namun dalam kasus wabah campak dan gizi buruk yang menelan jiwa puluhan anak suku Asmat di Papua, sejak September 2017, apakah bisa tanggung jawab itu dipikulkan kepada perguruan tinggi?!
Kenapa Pemerintah baru aware setelah harian Kompas menampilkan headline berita plus foto di halaman pertama?! Apa yang sudah dilakukan sejak September 2017? Jika tindakan preventif dan kuratif segera dilakukan, mungkin tak akan sebanyak itu anak-anak Asmat yang harus meregang nyawa.

Tri dharma perguruan tinggi dan tugas serta peran pemerintah adalah 2 hal yang berbeda. Negara harus hadir bahkan sejak awal wabah itu melanda. Kenapa sampai terjadi gizi buruk, benarkah masalahnya hanya karena masyarakat setempat kurang peduli kebersihan?! Ataukah ada faktor lain, misalnya mahalnya harga pangan dan sulitnya mendapatkan nasi dan lauk pauk?

Negara punya banyak perangkat yang dikelola oleh pemegang kekuasaan, yaitu Pemerintah. Jika persoalannya vaksinasi dan pemulihan kesehatan, ada Kementrian Kesehatan. Jika masalahnya kelangkaan dan mahalnya bahan pangan, ada Kementrian Pertanian. Jika masalahnya sulit akses, pemerintah bisa mengerahkan kapal TNI AL untuk membawa bahan pangan ke Papua dan meminta TNI AU mengerahkan pesawat dan helikopter untuk membawa tenaga medis berpengalaman, bukan hanya dokter muda apalagi mahasiswa. Intinya, pemerintah punya alat kelengkapan dan punya kuasa untuk mengerahkan segenap sumber daya, demi rakyatnya.

Apalagi bencana yang menimpa suku Asmat bukanlah bencana alam yang datang tiba-tiba, semacam tsunami Aceh, atau gempa Jogja, atau longsor di Wasior. Ini adalah wabah penyakit yang telah berjalan 4-5 bulan hingga menewaskan banyak anak. Ironis jika Presiden masih berdalih soal akses, sementara beberapa bulan sebelumnya beliau naik motor trail berkeliling daratan Papua. Hanya untuk membuktikan bahwa akses disana sudah bisa dilalui motor trailnya. Bahkan 2 pekan sebelum berita buruk itu diblow up, Presiden sempat mancing dengan yacht di Raja Ampat.
Kalau demikian, benar kata Pak Natalius Pigai, komisioner Komnas HAM. Fakta tak akan mampu ditutupi dengan pencitraan.

Kalau menyangkut partisipasi masyarakat, itu soal lain. Ketika media sudah memberitakan, segera lembaga-lembaga kemanusiaan berlomba untuk mengirim tim bantuan.

Sekedar contoh, ada tim bantuan dari Rumah Zakat (RZ) yang telah berangkat sejak 17 Januari 2018 lalu. Begitu pula Yayasan Dana Sosial al Falah (YDSF) yang menggalang donasi kemanusiaan dengan tagar #peduliasmat dan #ydsfbersamaasmat.

Dari partai politik ada PKS yang bertolak ke Asmat Papua pada 20 Januari 2018.

Jadi, para buzzer dan tim hore jangan sampai tak tahu, bahwa sesungguhnya tim bantuan dari pihak non pemerintah banyak yang sudah kesana, riil membantu, meski tanpa gembar gembor dan pencitraan.

Sungguh tidak elok jika ada yang mengkritik lalu disuruh kesana. Ini seperti anak kecil yang menjawab begini "aah..., kayak kamu bisa aja! Coba deh kamu yang lakukan!"

Seperti kata Prof. Rocky Gerung : mengkritik itu ibarat pekerjaan mengamplas, sedangkan menyelesaikan masalahnya ibarat pekerjaan mengecat. Keduanya jelas berbeda!

Tidak bisa dong, tukang amplas disuruh sekalian mengecat.

Bagaimana jika yang mengkritik pemerintah/presiden adalah oposisi atau calon penantang presiden pada pilpres yang akan datang?? Akankah jawabannya juga menyuruh kesana?! Kalau iya, bagaimana jika yang dilihat rakyat kemudian justru kiprah oposisi? Bukankah ini akan jadi bumerang bagi pemerintah?

Untung saja yang pertama kali memberitakan kondisi mengenaskan di Papua adalah harian Kompas, yang selama ini selalu "dekat" dengan Pemerintah. Sehingga fakta yang diungkap Kompas tak dibalas dengan hujatan dan cacian dari buzzer dan tim hore-nya. Tak terbayang jika yang mewartakan media lain yang dianggap kerap mengkritisi Pemerintah. Pasti sudah hanis dibully media itu. Dianggap menyebarkan kebohongan.

Semoga ke depan jangan lagi kritik dibalas dengan suruhan menyelesaikan masalah atau turun langsung menangani masalah.

Kalau ada yang mengkritik harga daging sapi mahal, jangan suruh beli keong atau disuruh pelihara sapi sendiri.

Kalau ada yang mengeluh harga beras mahal, jangan suruh membatasi makan.

Kalau petani mengeluh harga gabah anjlok akibat panen mereka kalah digempur beras impor, jangan salahkan petani, siapa suruh tanam beras.

Kalau neraca ekspor Indonesia rendah dibanding negara tetangga, jangan salahkan eksportir, tapi tengoklah kenapa pemerintah rajin mengimpor bahan pangan bahkan cangkul pun diimpor, sehingga menaikkan neraca ekspor negara lain.

Dulu, ada yang pernah mengatakan dirinya suka dikritik, bahkan rindu didemo. Semoga saja masih ingat. Sehingga ke depan kalau ada yang mengkritik, tidak malah disuruh mencari solusinya.

(Sumber: fb)

Kritik itu pekerjaan "ngamplas", supaya bersih. Solusi itu pekerjaan "ngelem", supaya nyatu. Dalam dunia demokrasi, itu dua pekerjaan berbeda. Demikian juga di dunia mebel, tukang amplas gak boleh merangkap tukang lem. Blepotan hasilnya. Salam. https://t.co/F6PC5oWB3d

— Rocky Gerung (@rockygerung) 16 Desember 2017


Dengan keras saya tak setuju mahasiswa dibebani harus berikan solusi! Kritik dr mahasiswa, sbgmn rakyat umumnya, harus dihargai apa adanya! Mahasiswa cukup diharapkan berikan kritik yg berkualitas. Yg hrs cari solusi itu pemerintah! untuk itu kalian dipilih dan dibayar! @jokowi

— marco (@mkusumawijaya) 4 Februari 2018


Mahasiswa tugasnya belajar dg baik seraya menyuarakan aspirasi. Kritik. Udah itu aja. Ke lapangan kerja kerja kerja itu tugas birokrat dan aparat. Jangan terbalik.

— unilubis (@unilubis) 4 Februari 2018


Bukan tugas BEM UI urusan Asmat bro.Itu mah kewajiban pemerintah mesejahterakan rakyat.Coba uang yg dibawa lari 35 T dikembalikan ke NKRI Asmat makmur sentosa.

— MS Kaban (@hmskaban) 4 Februari 2018


Sumber :Portal Islam 

ADA APA INI, ORANG GILA MENCARI USTADZ LAGI...!!!

ADA APA INI, ORANG GILA MENCARI USTADZ LAGI...!!!


10Berita,  Umat Islam kembali dibuat heboh dengan maraknya "orang gila" yang menyasar Ustadz.

Melalui akun fbnya, Ugie Khan seorang anggota Laskar FPI Kota Bandung menyampaikan informasi kejadian tadi malam (Ahad, 4/2/2018).

"Barusan kejadian di masjid At Tawakkal 1 (persis 13 Astana Anyar) seorang pura2 gila bersembunyi di atas masjid, kemudian ketika sepi menodong pisau kepada remaja masjid yg bernama Andri sambil menanyakan: "ustadz bukan? ustadz bukan?". Sekarang di amankan polisi di pos. mohon sebarkan hati2 jaga selalu para Ustadz... di tealega bandung, Tadi sekitar jam 21.00/21.30."

Ugie Khan melampirkan foto-foto pelaku dan senjata tajam (pisau) yang diamankan.


Kejadian "orang gila" menyasar ustad ini beruntun. Sebelumnya, dalam waktu berdekatan dua orang Ulama di Jawa Barat diserang "orang gila".

Peristiwa pertama menimpa Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Hiadayah Santiong K.H. Emon Umar Basri. Beliau dianiaya di dalam Masjid Al-Hidayah Santiong, Kampung Santiong, Desa Cicalengka Kulon, Kecamatan Cicalengka, Kabupaten Bandung, Sabtu (27/1/2018).

Penganiayaan tersebut terjadi pada pukul 05.30, di Masjid Al-Hidayah, Pesantren Santiong. Saat itu, Ceng Emong sedang duduk wirid atau berzikir seusai melaksanakan salat Subuh berjamaah. Suasana di dalam masjid saat penganiayaan terjadi sedang sepi, karena seluruh santri telah kembali ke pondok masing-masing setelah salat Subuh.

Setelah peristiwa penganiayaan terhadap ulama KH Emon Umar Basri, kini kembali terjadi penganiyaan terhadap seorang Ustadz di Cigondewah Kidul, Kecamatan Bandung Kidul, Bandung, Jawa Barat.

Korban adalah Ustadz Prawoto, Komandan Brigade Persatuan Islam (Persis) Pusat. Peristiwa terjadi di kediaman Ustadz Prawoto di Blok Sawah, Cigondewah Kidul, Kecamatan Bandung Kidul, Bandung. Korban dianiaya di rumahnya pada Kamis subuh (1/2/2018). Dan meninggal dunia sore harinya di Rumah Sakit Santosa di daerah Kopo, Bandung.

Sumber :Portal Islam 

Diajak Suami Maksiat, Siapa Berdosa?

Diajak Suami Maksiat, Siapa Berdosa?

Kewajiban seorang istri untuk taat kepada suami gugur saat diminta berbuat maksiat.

10Berita ,  Suami merupakan imam dalam rumah tangga. Dia memiliki tanggung jawab untuk menjadi pemim pin keluarga. Sebagai imam, suami bukan saja wajib menafkahi keluarganya dengan makanan dan sandang.

Dia tak sekadar mengupayakan obat terbaik jika istrinya sakit. Suami pun pun harus melindungi istrinya dari perbuatan yang dilarang Allah SWT. Ini sesuai dengan apa yang difirmankan Allah SWT dalam surah at-Tahrim ayat 6. "Hai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu."

Meski demikian, ada kalanya perilaku negatif suami menunjukkan sebaliknya. Suami mengajak bahkan menyuruh istri untuk berbuat maksiat. Jika dibantah, tak jarang jika suami berdalil tentang statusnya sebagai pemimpin.

Rasulullah memang mengajarkan jika suami adalah pemimpin. Dalam hadis yang ber sumber dari Ibnu Umar, Nabi SAW ber sabda, "Masing-masing kamu adalah pemimpin dan masing-masing kamu kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya dan laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga rumahnya dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya." (HR Bukhari dan Muslim).

Meski demikian, si suami lupa jika ada kalimat bahwa dia akan dimintai pertanggungjawabannya. Syekh Yusuf Qaradhawi menjelaskan, saat istri berbuat maksiat atas ajakan suami, pihak pertama yang akan menanggung dosa adalah suami. Dia akan dimintai pertanggungjawaban karena alih-alih melindungi istri dari neraka, dia justru menjerumuskan istri ke jurang maksiat.

Istri pun tak lepas dari pihak yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meski bukan imam, istri bukan juga robot yang disetel atau binatang yang dicocok hidungnya. Dia adalah manusia yang memiliki akal dan kemauan. Dia bisa berkata "tidak". Lebih-lebih saat diajak melakukan perbuatan maksiat. Menurut Syekh Qaradhawi, kewajiban seorang istri untuk taat kepada suami gugur saat diminta berbuat maksiat.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW per nah bersabda, "Mendengar dan mema tuhi merupakan kewajiban bagi orang Muslim, baik mengenai sesuatu yang ia sukai mau pun yang tidak ia sukai selama tidak di perintahkan kepada maksiat. Jika diperintahkan kepada maksiat, tidak wajib mende ngar dan tidak wajib menaati." (Muttafaq 'alaih).

Terlebih, Syekh Qaradhawi menjelaskan, jika suami hendak mengajaknya ke pesta yang penuh dengan minuman keras atau khamar. Istri wajib menolaknya meski akan menyebabkan terjadinya perceraian. Sebab, dia menjelaskan, ada pertentangan antara hak suami dengan hak Allah. Hak suami ialah untuk ditaati, sementara hak Allah ialah menolak maksiat.

Sumber : Republika.co.id