OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 07 Februari 2018

Heboh Komik Jepang dengan Karakter Berhijab & Berisi Ajakan Naik Haji

Heboh Komik Jepang dengan Karakter Berhijab & Berisi Ajakan Naik Haji

10Berita - Kamu hobi membaca komik? Pasti deh dari banyaknya judul komik yang kamu baca sebagian besar karya dari komikus Jepang. Ya, karena Jepang memang terkenal dengan komiknya yang mendunia. Sebut saja Naruto, One Piece, dan Fairy Tail yang sudah terbit selama belasan tahun.

Bahkan karena minat pembaca yang begitu besar, beberapa judul komik tersebut dibuatkan serial animasinya. Sampai dibawa ke layar lebar juga, lho. Sama seperti serial komiknya, anime seperti Naruto dan One Piece ini sudah bertahun-tahun lamanya tayang dan masih eksis hingga kini.

Dari banyaknya tokoh-tokoh fiktif yang hadir di dalam komik, baru-baru ini terbit sebuah karakter komik yang tak biasa. Yaitu tokoh wanita berhijab yang disebut-sebut berasal dari Indonesia. Komik berjudul Hari Itu Dunia Berakhir dalam bahasa Indonesia ini terbit di majalah komik bulanan Jepang, Kiss.

foto: Twitter/@IwanPalsu

Cerita dari komik ini adalah hari menjelang kiamat tiba. Karakter perempuan ini pun digambarkan mengajak teman-temannya untuk naik haji sebelum hari terakhir itu tiba.

Komik ini dibuat duo komikus Jepang yaitu Tsunami Umino di bagian cerita dan Shinji Ohara untuk bagian gambar. Dilansir dari blog pribadi Umino yang telah diterjemahkan oleh akun Twitter @IwanPalsu ini, mengatakan bahwa duo komikus ini sangat menghargai agama Islam.

"Supaya tidak menggambarkan hal yg kurang tepat dari segi ajaran Islam, saya berkali-kali menulis ulang naskah komiknya dengan bantuan para ahli," tulis Tsunami Umino dalam blog pribadinya pada 25 Januari lalu. Ahli yang dimaksud tentu saja pemuka agama Islam yang berada di Jepang.

foto: Twitter/@IwanPalsu

Umino dikenal dengan komiknya berjudul The Full-Time Wife Escapist. Pada tahun 2016 lalu, komik ini didramakan dengan dibintangi aktor Gen Hoshino dan aktris cantik Yui Aragaki. Drama tersebut mendapat popularitas yang cukup tinggi di Jepang pada waktu itu.

Sumber : Brilio.net

TELAK! Fahri Bongkar Cara Kerja KPK dalam Kasus E-KTP

TELAK! Fahri Bongkar Cara Kerja KPK dalam Kasus E-KTP


10Berita, Cara kerja @KPK_RI dalam Kasus E-KTP adalah:
1. Tawarkan Nazar JC (justice collaborator).
2. Suruh nyanyi ada bancakan 2,3 T selama pembahasan 2010.
3. Bikin cerita kerugian Negara 2,3 T.
3. Tekan melalui opini.
4. Seolah ada 14 pengakuan.
5. Bikin cerita kekacauan dan proyek EKTP gagal.

Lalu:
1. Bikin cerita melalui para saksi yang terlibat pengadaan Proyek E-KTP .
2. Sajikan pers dengan kisah dramatis; Aliran dana trilyunan, terbunuhnya saksi, kisah pelarian, cekal pejabat, pengejaran, dll.
4. Saksi-saksi berdatangan diberi JC atau dihukum berat.

Faktanya:
1. Presiden @SBYudhoyono mengatakan "ini adalah #ProyekEKTP terbaik".
2. Mendagri Gamawan Fauzi adalah menteri dengan reputasi anti korupsi  Bung Hatta Award.
3. Tak ada kerugian negara 2,3 T berdasar audit resmi BPK dan BPKP.
4. Ada 14 orang yg ngaku kembalikan uang misterius.

Jadi ??
Apa yang menyebabkan @KPK_RI harus mendramatisir #KasusEKTP ini sementara dari DPR, presiden, menteri penyelenggara, dan auditor negara menganggap ini tidak ada masalah? Mana kerugian 2,3T? Mana 14 orang yg kembalikan uang negara? Mana Nazaruddin sang perancang?

Sementara Nazaruddin yang selama ini menjadi saksi kunci #NyanyianEKTP menjadi JC dan sebentar lagi bebas menghirup udara segar dengan 162 kasus yg tidak mau diproses KPK. Jadi untuk siapa semua sandiwara ini?

Ini dugaan saya:
Yang sedang diaduk oleh @KPK_RI adalah perang antara yang kalah tender dan yang menang tender. Dugaan saya ada Oknum pimpinan KPK yang menjadi bagian dari yang kalah tender. Lalu melakukan semacam balas dendam. Dan memfasilitasi yang kalah.

Kalau itu masalahnya kenapa publik harus terlibat? Padahal proyeknya bermanfaat dan dirancang secara hati2 dan hebat, pelaksanaannya sangat hati2, kerugian negara Gak ada, proyek sudah diterima negara dan dipakai di 800-an institusi dan program. Jadi #DramaEKTP ini apa?

Persaingan tender itu biasa, ada yang menang ada yang kalah terserah. Asalkan negara tidak rugi dan proyek selesai lalu diterima negara masalahnya apa? Kenapa Agus Raharjo dkk ini bikin sandiwara? Ini semua untuk siapa? #DramaEKTP

Sungguh bangsa ini lelah oleh Keributan yang sama sekali tak ada gunanya. Akhirnya kisah beralih ke mana2 akibatkan kecemasan dan ketidakpastian hukum; menggerus citra negara bikin ekonomi sepi oleh mitra usaha dan negara cabut subsidi dan bikin hutang negara.

Capedeh....
#ProyekEKTP 
Menjadi
#KasusEKTP 
padahal
#DramaEKTP 

Tak ada gunanya...
Sia2 mendingan nonton sepak bola daripada nonton KPK...

(Fahri Hamzah)

*dari twitter @Fahrihamzah 06/02/2018

Ini dugaan saya:
Yg sedang diaduk oleh @KPK_RI adalah perang antara yang kalah tender dan yang Menang tender. Dugaan saya ada Oknum pimpinan KPK yang menjadi bagian dari yang kalah tender. Lalu melakukan semacam balas dendam. Dan memfasilitasi yg kalah. #KasusEKTP

— #MerdekaBro! (@Fahrihamzah) 6 Februari 2018


Persaingan tender itu biasa, ada yang menang ada yang kalah terserah. Asalkan negara tidak rugi dan proyek selesai lalu diterima negara masalahnya apa? Kenapa Agus Raharjo dkk ini bikin sandiwara? Ini semua untuk siapa? #DramaEKTP

— #MerdekaBro! (@Fahrihamzah) 6 Februari 2018


Capedeh....#ProyekEKTP
Menjadi #KasusEKTP
padahal#DramaEKTP

Tak ada gunanya...
Sia2 mendingan nonton sepak bola daripada nonton KPK...

— #MerdekaBro! (@Fahrihamzah) 6 Februari 2018


Sumber :

Ogah Tunjukkan Video Utuh Pidatonya, Kapolri: Nanti Jadi Gorengan Baru


Ogah Tunjukkan Video Utuh Pidatonya, Kapolri: Nanti Jadi Gorengan Baru

10Berita, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian memutuskan untuk tidak mengunggah atau mempublikasikan video utuh berisi pidatonya yang belakangan menjadi viral.

Tito berkilah, kasus yang menimpanya tersebut ibarat seperti bermain catur. Jika membuat langkah baru, maka akan terjadi langka-langkah selanjutnya.

"Saya pikir tidak perlu lagi, nanti akan jadi gorengan baru," ujar Tito saat menyambangi di Kantor DPP Syarikat Islam (SI), Grogol, Jakarta Barat, Selasa (6/2).

Ditambah lagi kata Tito, dia sudah memberikan penjelasan yang jelas ke sejumlah pihak. Tito menambahkan, ketimbang membuat kasusnya makin runyam, lebih baik merangkul semua pihak agar mendinginkan suasana.

"Kehadiran saya di sini niatnya baik untuk merangkul semua pihak tanpa menepikan ormas manapun. Dalam jangka pendek ini, kami sepakat untuk mendinginkan suasana jelang Pilkada," demikian Tito.

Sumber : b-islam24h.com

  

Peristiwa Teror Orang Gila, Ingatkan Sejarah PKI

Peristiwa Teror Orang Gila, Ingatkan Sejarah PKI

10Berita , Bogor – Teror rencana pembunuhan terhadap para ulama yang terjadi akhir-akhir ini, bisa jadi merupakan skenario ulangan seperti yang pernah dilakukan oleh PKI sebelum terjadi makar keji, tragedi sadis gerakan 30 September 1965, lalu. Hal itu diutarakan oleh H.Willyuddin Abdul Rasyid Dhani, Wakil Ketua Dewan Syariah Kota Bogor.

Dia beranggapan karena, rejim penguasa yang saat ini sedang berkuasa, mungkin oleh “mereka” (anak cucu PKI dan simpatisan gerakan komunis gaya baru) yang bekerjasama dan didukung negara komunis aseng, dianggap memberi angin segar untuk melanjutkan gerakan perjuangan PKI.

“Saya melihat itu dalam rangka merebut kekuasaan dan ingin menjadi penguasa di NKRI yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila dan UUD 1945, setelah itu, mereka ingin merubah dasar dan haluan NKRI menjadi Negara Komunis Republik Indonesia,” ujarnya kepada Kiblat.net, via telekomunikasi, Selasa, (6/2/2018).

Wakil Ketua GNPF Ulama Bogor Raya itu juga menjelaskan sudah menjadi fakta sejarah, perjuangan makar mereka selalu digagalkan dan terganjal oleh militansi umat Islam dan para ulama-ulamanya. Mereka adalah orang-orang yang istiqomah dalam perjuangan membela bangsa dan membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yg berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Pancasila dan UUD 1945 yang asli.

“Saya menduga partisan PKI sudah menyusup dalam segala lini institusi dan birokrasi pemerintah maupun swasta. Sebagian pelarian yang dimasa pasca G30 S PKI tahun 1965 juga belum tertangkap, mungkin banyak juga yg menyusup dalam segala profesi, menyusup masuk pesantren dan mungkin sudah ada yang jadi kyai atau ustadz,” analisisnya.

Ustadz Dhani menganalisa bahwa mereka saat ini merasa sudah kuat dan situasinya mendukung, sehingga mereka ingin kembali merebut kekuasan untuk menguasai bangsa Indonesia. Penguasaan itu melalui parlemen dan kekuasaan pemerintahan, yang prosesi systemnya melalui pilkada, pemilu legislatif dan pilpres di tahun 2018 ini dan tahun 2019 yang akan datang.

“Lalu agar gerakan mereka mulus, mereka menteror umat Islam dan ulama-ulamanya yang lurus, anti penjajahan dan anti PKI. Teror itu dengan ancaman-ancaman seperti yang sudah mulai mereka jalankan dengan mengirimkan pembunuh bayaran yang pura-pura gila, agar nanti tidak diproses oleh aparat kepolisian,” ungkapnya.

Dia menegaskan skenario keji seperti ini harus disadari oleh seluruh umat Islam, para ulama dan rakyat Indonesia. Sehingga mereka (partisan PKI) tidak merajalela menghancurkan masa depan dan kejayaan bangsa Indonesia dengan menyusup mejadi aparat pemerintah dan ingin menjadi penguasa.

Namun himbaunya, umat tidak boleh lengah, bahwa skenario tersebut mungkin saja sebagai bagian dari strategi mengalihkan perhatian kita sebagai muslim dan warga bangsa pejuang yang selalu rela syahid. Berjuang untuk membela dan menyelamatkan bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darahnya, dari gerakan mereka untuk menjadi penguasa, untuk menguasai aset-aset dan sumber daya bangsa Indonesia.

“Penguasaan itu melalui penjajahan dan penjarahan ekonomi yang sedang dan terus mereka lancarkan melalui proyek-proyek yang dikerjakan oleh dan bekerjasama dengan pemerintah resmi bangsa ini,” pungkasnya.

 Sumber : Kiblat.

Mengapa SBY Begitu Sangat Marah?


Mengapa SBY Begitu Sangat Marah?

Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat tiba di Komplek Pondok Pesantren Daar el-Qolam, Tangerang, Sabtu (20/1).  

10Berita, Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga Ketua Umum Partai Demokrat melaporkan pengacara terdakwa kasus megakorupsi KTP-el Setya Novanto, Firman Wijaya, ke Bareskrim Polri pada Selasa (6/2). Pelaporan itu terkait ucapan Firman usai sidang Novanto pada Kamis (25/1) lalu atas dugaan pencemaran nama baik.

Pantauan Republika, SBY datang bersama istri, Ani Yudhoyono, anak kedua mereka, Edi Baskoro, Yudhoyono, dan sejumlah pendampingnya pada pukul 16.40 WIB. SBY dan istri pun memasuki ruangan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Bareskrim pukul 16.50 WIB. Hanya sekitar 30 menit, pelaporan telah diselesaikan.

"Saya sebagai warga negara yang menaati hukum, tetapi juga ingin mencari keadilan secara resmi melaporkan saudara Firman Wijaya yang saya nilai telah melakukan fitnah dan mencermarkan nama baik saya berkaitan dengan permasalahan KTP-el. Selebihnya saya serahkan kepada Tuhan Mahakuasa Allah SWT," kata SBY di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa.

Laporan tersebut diterima dengan nomor LP/187/II/2018/Bareskrim, tertanggal 6 Februari 2016 dengan terlapor Firman Wijaya. Pasal yang dituduhkan adalah Pasal 310 dan 311 KUHP tentang fitnah dan pencemaran nama baik.

Pantauan di tempat pelaporan, Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal Polisi Ari Dono Sukmanto dan Direktur Tindak Pidana Umum Brigadir Jenderal Polisi Herry Rudolf Nahak tampak mendampingi Yudhoyono di ruang SPKT.

Secara terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal mengatakan, Bareskrim Polri akan menerima laporan tersebut. Bila memenuhi alat bukti, Bareskrim akan memproses lebih lanjut.

Ayo Ikut Lomba Vlog TB untuk bantu berantas TBC, Klik disini

Sponsored

"Siapa pun warga negara yang lapor kita pasti layani. Ada alat bukti tindak pidana pasti kita proses sesuai standar operasional prosedur," kata Iqbal.

Sebelumnya, kuasa hukum terdakwa Novanto, Firman Wijaya, menilai kesaksian Mirwan Amir dalam persidangan kliennya, Kamis (25/1), memperlihatkan kekuatan besar yang disebut mengintervensi proyek KTP-el itu adalah anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2009-2014.

Apalagi, proyek KTP-el itu amat erat kaitannya dengan anggaran. Karena itu, Firman menilai keliru dengan anggapan bahwa proyek tersebut dikendalikan oleh Novanto. Firman juga menyebutkan, proyek KTP-el dikuasai pemenang Pemilu 2009, yakni Partai Demokrat dan SBY.

Skenario tahun politik
SBY mempersilakan pihak berwenang memeriksa dan membuktikan tudingan tersebut. Meski dia menegaskan tak pernah mengikuti proyek KTP-el. 

“Silakan cek, Kemendagri masih ada, pengarah ada, tim teknis ada. Sikap saya itu, tidak mencampuri, mengintervensi, bukan hanya proyek KTP-el, program apa saja,” tutur dia.

Dia mengaku tak pernah membawa urusan pemerintahan ke partainya. Dengan demikian, dia menilai pernyataan pengacara Firman dan Mirwan bias ke mana-mana.

SBY menantang Mirwan, yang merupakan mantan anggota Partai Demokrat, membuktikan pernyataannya. “Tolong, di mana, kapan, dan dalam konteks apa menyampaikan ke saya, siapa yang mendampingi,” kata SBY.

Dia beranggapan tudingan terhadapnya adalah skenario pada tahun politik. Dia akan menunggu ujung kasus tersebut. “Mungkin panjangan, tapi akan saya tungu sampai kapan pun juga, tapi saat ini saya tadak main tuduh,” kata SBY. 

Dia pun meminta kader tetap tenang. Sebelum melakukan pelaporan pada Selasa (6/2) lalu itu, SBY mengaku sempat mendapat tawaran dari para mantan menterinya. 

Namun, SBY menolak bantuan dari para menteri yang dahulunya bekerja di kabinetnya, Kabinet Indonesia Bersatu. "Saya katakan, tidak perlu teman-teman. Saya ingin teman-teman tenteram setelah mengemban tugas di hari tua, dengan keluarga," kata SBY di Jakarta Pusat, Selasa (6/2).

SBY dengan tegas menyatakan jika persoalan ini adalah perang miliknya. "Ini perang saya, this is my war!" ujar SBY menegaskan. Apa yang dia lakukan, kata SBY, sebuah jihad untuk keadilan.

Ada pertemuan atur sebut nama SBY
SBY  menyebutkan, ia mendapat informasi dari sebuah sumber yang enggan ia sebutkan namanya mengenai adanya suatu pertemuan sebelum sidang kasus perkara korupsi proyek KTP-el. Pertemuan tersebut, disinyalir Yudhoyono menjadi penyebab kemunculan namanya di sidang tersebut.

"Ada sebuah pertemuan dihadiri sejumlah orang dan kemudian patut diduga itu jadi cikal bakal munculnya sesuatu yang mengagetkan di ruang persidangan waktu itu," kata Yudhoyono.

Ia mengaku enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai kecurigaannya itu. Menurutnya, hal tersebut bisa membuat geger publik. "Tetapi, pengetahuan saya, informasi yang saya miliki belum waktunya saya buka ke publik, masyarakat luas, dan bisa bikin geger nantinya," ucap SBY.

SBY merasa dirinya dan keluarga difitnah, termasuk diseretnya nama Edi Baskoro Yudhoyono alias Ibas, yang adalah anak bungsu SBY. "Ini skenario siapa? Konspirasi model apa?" kata Yudhoyono menegaskan, Selasa (6/2).

Ia pun menyinggung isu beredarnya buku catatan Novanto yang menyebut nama Ibas. "Yang seolah secara tidak sengaja tapi segera diamplifikasi media online dan dipergunjingkan masyarakat luas. Itulah esensi yang dituduhkan pada saya berkaitan kasus e-KTP," kata Yudhoyono.

Sumber : Republika.co.id

FPMI Jabar Temukan 6 Kejanggalan Penganiyaan Terhadap Ulama dan Aktivis Islam

FPMI Jabar Temukan 6 Kejanggalan Penganiyaan Terhadap Ulama dan Aktivis Islam


10Berita, BANDUNG  - Masyarakat sedang diresahkan dengan kabar penganiyaan ulama yang terjadi di Jawa Barat baru-baru ini. Dua kasus penganiayaan menimpa ulama terjadi di Cicalengka dan Bandung.

Kasus pertama menimpa KH Sang Umar Basri. Kiai pengasuh Ponpes Al-Hidayah ini selamat dan menjalani perawatan setelah diserang usai salat Subuh ketika sedang berzikir di masjid.

"Kasus kedua, menimpa Komandan Komando Brigade Persis, Ustadz Prawoto. Kejadian di Cigondewah, Bandung itu mengakibatkan Ustadz Prawoto meninggal dunia dengan luka di kepala dan tangan," kata Koordinator Forum Pemuda dan Mahasiswa Islam [FPMI] Jawa Barat Mashun Sofyan dalam keterangan tertulisnya kepada voa-islam.com, Selasa (06/02).

Penganiyaan ulama di Jawa Barat ini kata Sofyan patut dicurigai karena persoalan ini memiliki alur cerita yang menimbulkan banyak pertanyaan. Motifnya banyak memiliki kesamaan. Kami mencoba mengkaji dan menemukan setidaknya 6 kejanggalan.

"Kejanggalan Pertama, peristiwa penganiayaan terjadi dalam selang waktu yang dekat, yakni kurang dari sepekan. Diawali penyerangan terhadap KH Umar Basri, Sabtu (27/01) lima hari berikutnya menyusul Ustadz HR Prawoto dianiaya pada hari Kamis (01/02)," ujarnya.

"Kejanggalan Kedua, kedua kejadian tersebut berlangsung di waktu yang sama yakni saat subuh. Kejanggalan Ketiga, yang menjadi korban adalah ulama, sosok panutan umat. KH Umar Basri dikenal sebagai kiai pengasuh Ponpes Al Hidayah dan Ustadz Prawoto dikenal sebagai Komandan Brigade Persis Pusat. Kejanggalan Keempat, lokasi kejadian terletak di Jawa Barat. Sebagaimana diketahui, tidak  lama lagi provinsi terbesar di Indonesia ini akan menyelenggarakan Pilgub pada bulan Juni 2018 sehingga isu sensitif bisa menjadi ‘alat’ permainan menuju pilgub. Sebagian pihak juga bertanya mengapa penganiyaan ulama baru-baru ini hanya terjadi di Jawa Barat, bukan di daerah lain," paparnya.

Kejanggalan Kelima, masih menurut Sofyan, kedua pelaku penganiyaan tersebut disebut sebagai orang gila, walaupun sebagian pihak ada yang mempertanyakan apakah pelakunya benar-benar orang gila atau orang gila terlatih yang sedang menjalankan misi tertentu.

"Kejanggalan Keenam, kedua pelaku berusaha melukai bagian kepala korban dengan begitu brutal. Wajah KH Umar Basri itu berdarah-darah pasca kejadian, namun beliau masih selamat, sedangkan Ustadz Prawoto mengalami luka berat dibagian kepala akibat hantaman linggis hingga beliau meniggal dunia," pungkasnya. [syahid/]

Sumber :voa-islam.com

Subuh Berdarah, Teror Ala PKI Bangkit Lagi

Subuh Berdarah, Teror Ala PKI Bangkit Lagi


10Berita, SOLO -Belum tuntas kasus kriminalisasi terhadap ulama, teror terhadap umat Islam kembali terjadi. Dua ulama menjadi korban teror 'Subuh Berdarah'.

"Setidaknya itu yang bisa kita lihat dari kasus penyerangan terhadap KH Umar Basri dan juga terbunuhnya Komandan Brigade Persis Ustadz Prawoto," ujar Endro Sudarsono Kamis  pekan lalu (1/2/2018).

Lanjutnya, jika dicermati terdapat pola yang sama dalam penyerangan dua tokoh Islam tersebut. Dua kejadian tersebut hanya berselang beberapa hari. Waktu subuh menjadi momentum pelaku melakukan penyerangan secara sadis. Ironisnya, seolah ada upaya penggiringan bahwa pelaku mengamali gangguan jiwa.

Endro menilai dua peristiwa tersebut sangat mirip dengan pola gerakan biadab Partai Komunis Indonesia (PK) di masa lalu. Aktivis Islam, kaum santri dan kyai dibantai dengan keji.

KH Umar Basri yang merupakan pengasuh ponpes Al Hidayah Santiong Bandung diserang saat tengah berzikir usai sholat subuh. Sedangkan Komandan Brigade Persis, Ustadz Prawoto diserang saat hendak menunaikan shalat subuh. Dua peristiwa naas dengan pola yang sama ini menguatkan dugaan tersebut.

"Ini jelas teror terhadap umat Islam. Kalau membaca polanya, ini sangat mirip dengan PKI dulu, menghalalkan segala cara termasuk membunuh tokoh Islam serta kalangan pesantren jadi korban," pungkasnya.* [Aan/Syaf/]

Sumber :voa-islam.com

Mantan Jubir Presiden: Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden Melawan Kodrat! Bila Ogah Dihina Jangan Jadi Pejabat Publik


Mantan Jubir Presiden: Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden Melawan Kodrat! Bila Ogah Dihina Jangan Jadi Pejabat Publik


Gelombang penolakan terhadap rencana DPR dan Pemerintah yang akan menghidupkan kembali pasal penghinaan Presiden dalam revisi KUHP, semakin menguat. Selain tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, dikhawatirkan pasal penghinaan Presiden akan digunakan untuk menjerat pihak oposisi.

Mantan juru bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid, Adhie M Massardi, menolak keras pasal penghinaan Presiden tersebut.

Menurut Adhie, pasal penghinaan Presiden melawan kodrat. “Pejabat publik haruslah orang yang selain ber-integritas, kapasitas dan loyalitas kepada bangsa dan negara, juga wajib tahan terhadap kritik, bahkan hinaan. Jadi menghidupkan kembali pasal penghinaan kepada RI-1 dan RI-2 melawan kodrat! (Bila ogah dihina jangan jadi pejabat publik!),” tegas Adhie di akun Twitter @AdhieMassardi.

Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengingatkan bahwa jika pasal penghinaan presiden dihidupkan lagi, dikhawatirkan akan dimanfaatkan untuk menangkapi pihak yang beroposisi dengan penguasa.

Mahfud mengungkapkan, pasal penghinaan terhadap Presiden diputuskan atau dihapus Mahkamah Konstitusi saat lembaga tersebut dipimpin Jimly Asshiddqie yang diajukan advokat Eggi Sudjana.

MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

“Tapi saya setuju putusan itu. Karena kalau dihidupkan lagi nanti dikhawatirkan dimanfaatkan untuk menangkapi yang oposisi,” ujar Mahfud seperti dikutip sindonews (06/02).

Partai penguasa, PDIP, mendukung pasal penghinaan presiden tetap ada di KUHP. “Dengan demokrasi yang kebablasan yang simbol negara pun kadang dilecehkan, maka itu perlu pengaturan,” ujar Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto seperti dikutip kompas (04/02).

Dalam rapat di DPR, tim perumus RUU KUHP dengan pemerintah sepakat pasal penghinaan presiden masuk KUHP. Sedangkan pasal penghinaan melalui media sosial ditunda pembahasannya.

Sumber : http://dakwahmedia.co

  

Emak Zaman Now, Jangan Biarkan Berjuang Sendiri

Emak Zaman Now, Jangan Biarkan Berjuang Sendiri


Oleh: Ummu Zidni*

10Berita, Emak-Emak zaman now semakin hari semakin berat bebannya. Di satu sisi, para ibu harus tetap memastikan tugas strategis dan politisnya mendidik generasi cemerlang berjalan dengan baik. Sementara tantangan  yang dihadapi sedemikian banyak dan berat. Sulitnya mendapatkan penghidupan layak akibat nafkah tak cukup dari para suami membuat  para ibu harus bergelut mencari tambahan pendapatan.

Waktu berharga yang harusnya dioptimalkan untuk mendampingi tumbuh kembang anak, terpaksa dikorbankan. Belum lagi kelelahan yang dirasakan berlipat-lipat, membuat para ibu sulit tersenyum dan sedih saat seharusnya mereka banyak memeluk anaknya dan mendidik anak-anak  mereka.

Saat anak-anak tumbuh tak sebagaimana harapan, stress semakin bertambah.  Anak nakal, tak menurut, banyak maunya, suka membantah, bahkan sebagian terjerumus dalam pergaulan bebas. Semua telunjuk seakan terarah kepadanya. Dia adalah ibu yang gagal. Dan semua kenakalan anaknya seolah menjadi tanggungjawabnya, sendirian! Keluarga juga menjadi berantakan. Pertengkaran menjadi alat komunikasi harian. Kebersamaan yang kurang. Peranpun beralih dan berjalan timpang. Ayah jadi ibu, ibu jadi ayah. Bahkan ibu, berperan ganda dan tak sedikit yang berakhir dengan perceraian.

Tak heran jika di negeri ini angka perceraian terus merangkak naik tiap tahunnya. Bahkan disinyalir perceraian terjadi 40 kasus tiap jamnya. Indonesia tercatat menempati ranking pertama di dunia. Provinsi Jawa Timur menjadi penyumbang angka perceraian terbesar di Indonesia, yakni dengan prosentase 47 % atau hampir separuh dari kasus perceraian di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Menteri Sosial Republik Indonesia, Khofifah Indar Parawansa disela acara Konferensi pers Harlah Muslimat NU ke-70 di Kota Malang, Minggu (20/3/2016). 

Menurut Khofifah angka perceraian di Jawa Timur sekitar 90 ribu pasangan pada tahun 2015.  Secara umum, dalam beberapa tahun terakhir angka perceraian di Indonesia memang melonjak drastis. "Penyebab perceraian salah satunya adalah masalah ekonomi dan prosesnya sebagian besar melalui gugatan atau perceraian yang diajukan pihak istri," ungkapnya pada awak media (MalangTimes, 20/03/2016).

Menurut data yang dihimpun oleh sidoarjoterkini.com, pada bulan Januari sampai bulan Juni 2016, jumlah perkara tercatat ada sebanyak 1.922 meliputi 613 perkara cerai talak dan 1.309 perkara ceri gugat.Yang membuat miris, mayoritas perceraian diinginkan para istri atau para ibu karena alasan ekonomi.  Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan ala Kemen PP dan Gerakan Keluarga Sakinah yang digagas Dirjen Bimas Islam Kemenag, rupanya tak mampu memberi solusi bagi kian rapuhnya ketahanan keluarga  di negeri kita. Bahkan, program PEP yang mendorong perempuan turut memikul beban yang bukan tanggungjawabnya justru kontraproduktif dengan tujuan mengokohkan ketahanan keluarga.

Butuh Supporting System

Untuk mengoptimalkan fungsi politis dan strategisnya sebagai pencetak generasi cemerlang, para ibu setidaknya membutuhkan tiga hal. Pertama, jaminan finansial yang aman untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga secara layak. Kedua, jaminan pendidikan untuk bekal mendidik anak menjadi generasi berkualitas pemimpin. Ketiga, jaminan keamanan agar proses pendidikan anak berjalan tanpa ada hambatan dan gangguan.

Faktanya sistem sekuler demokrasi yang hari ini diterapkan tak mampu memenuhi apa yang para ibu butuhkan. Asas sekularisme yang batil terbukti telah melahirkan sistem hidup yang destruktif bagi kemanusiaan. Mulai dari sistem ekonomi kapitalis yang eksploitatif terutama kepada perempuan, memiskinkan dan membuat kesenjangan sosial sedemikian lebar.

Sistem pendidikan yang materialistik karena hanya berorientasi pada kepentingan pasar, yakni mencetak buruh murah dan tenaga ahli yang minus moralitas. Sistem sosial yang serba permissif dan liberal yang kontra produktif bagi perkembangan moral generasi. Juga sistem hukum atau sanksi warisan penjajah yang mandul dan tak memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan.

Semua aturan yang lahir dari asas rusak tadi sudah sangat jelas menyengsarakan para ibu pendidik generasi. Bahkan memaksa mereka memikul banyak tanggungjawab yang sebetulnya bukan tanggungjawabnya. Bukankah tanggungjawab nafkah adalah tanggungjawab suaminya?

Tapi apalah daya, para suamipun tak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena tak sedikit dari mereka yang sulit mendapatkan pekerjaan. Dan kalaupun mereka bekerja membanting tulang, penghasilannya tak cukup untuk mengejar biaya kebutuhan hidup yang terus melayang akibat kebijakan ekonomi penguasa yang jelas-jelas pro pemilik modal dan liberalisasi pasar.

Begitupun dengan pendidikan. Dari SD hingga perguruan tinggi, tak pernah ada pelajaran soal tugas keibuan. Bahkan pelajaran agamapun nyaris disingkirkan. Lantas, bagaimana bisa para ibu yang menjadi outputpendidikan sekuler ini ditarget mampu mencetak generasi terbaik, dan bahkan diminta bertanggungjawab atas lahirnya generasi rusak dan tak jelas seperti saat ini?

Sungguh sangat berat. Karena di saat yang sama, lingkungan dan kebijakan negara justru malah menghancurkan. Alih-alih mengeliminasi akar kemaksiatan, kriminalitas, pornografi-pornoaksi termasuk yang terpapar di media massa, negara bahkan abai dan sibuk dengan proyek-proyek fisik yang menghasilkan uang sekaligus melanggengkan keterjajahan.

Campakkan demokrasi, Terapkan Islam!

Jika sistem sekuler demokrasi terbukti gagal mensejahterakan perempuan, sekarang saatnya menguji kemampuan sistem Islam sebagai sistem pengganti sekuler demokrasi.  Sistem Islam yang diimplementasikan secara riil oleh institusi negara yaitu Khilafah Islamiyah, sistem ideal yang berasal dari Allah SWT. Sistem ini terbukti sepanjang 13 abad telah menempatkan para ibu dalam posisi yang tinggi karena berhasil menciptakan anak-anak peradaban cemerlang yang sejarahnya tertulis dengan tinta emas, bahkan menjadi penerang bangsa Eropa di abad kegelapan.

“Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu pun telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa… (Will Durant –The Story of Civilization).

Kemampuan sistem Khilafah memback-up fungsi politis dan strategis para ibu ini berangkat dari asasnya yang sahih, yakni berupa keyakinan akan keberadaan Allah SWT sebagai Pencipta sekaligus Maha Pengatur. Allah SWT menciptakan manusia sebagai hamba sekaligus pemakmur bumi, dan memberi tugas mulia mempersiapkannya kepada kaum perempuan dalam perannya sebagai ibu. Lalu untuk mendukungnya, Allah SWT menciptakan suprastruktur berupa aturan-aturan hidup yang jika diterapkan secara kaffah, dipastikan akan mampu menjadi panduan arah bagi manusia agar bisa meraih tujuan itu, termasuk memberi solusi atas setiap problema yang dihadapi manusia.

Sistem politik Islam menepatkan penguasa atau negara sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (penjaga) bagi umat, bukan sebagai pedagang atau wasit sebagaimana dalam sistem demokrasi. Sistem ekonominya menjamin distribusi kekayaan secara adil dan manusiawi. Dimulai dengan kebijakan anti riba, moneter berbasis emas-perak yang anti krisis dan aturan kepemilikan yang memberi jaminan negara memiliki modal mensejahterakan rakyatnya.

Juga aturan sosial yang kental suasana ruhiyah dan menata pergaulan laki-laki dan perempuan agar jauh dari hubungan jinsiyah (seksualitas) kecuali dalam institusi pernikahan. Semua itu kemudian dibingkai dengan sistem hukum dan persanksian yang memberi efek jera dan bernilai ukhrawi sebagai penebus dosa di sisi Allah SWT.

Itulah aturan-aturan Islam yang akan diterapkan secara praktis oleh institusi khilafah. Yang penerapannya secara sempurna, dipastikan akan menjamin ketahanan keluarga, sekaligus memudahkan para ibu mempersiapkan kembalinya generasi cemerlang yang dijanjikan. Generasi khairu ummah, pemimpin peradaban di masa depan. Wallaahu a‘lam. [syahid/]

*Pemerhati Perempuan dan Anak, Sidoarjo

Sumber :voa-islam.com

Menyoal Pengangkatan Jenderal Polisi Aktif Jadi Plt. Kepala Daerah

Menyoal Pengangkatan Jenderal Polisi Aktif Jadi Plt. Kepala Daerah

Oleh: Zainudin Paru, SH., MH.

10Berita – Kita semua dikagetkan dengan berita dari Kadispenum Polri Martinus Sitompul, bahwa dua jenderal Polisi (Aktif) mendapat kepercayaan sebagai Plt Kepala Daerah menjelang Pilkada 2018.

Pernyataan Martinus itu kemudian dibenarkan oleh Mendagri Cahyo Kumolo, yang menegaskan bahwa untuk jadi Plt Kepala Daerah dalam kaitan dengan perhelatan Pilkada tidak harus dari Kemendagri. Tapi boleh juga dari Institusi lain, seperti dari Menkopolhukam, Menhan, Polri, dan lain lain.

Kita tentu tidak bisa mengintervensi kewenangan Kemendagri Cahyo Kumolo menempatkan pejabat dari institusi manapun untuk menjadi Plt Kepala Daerah di beberapa daerah.

Namun, mengikutsertakan Jenderal Polisi (Aktif) jadi Plt Kepala Daerah patut kita pertanyakan maksud dibalik kebijakan ini. Apalagi penempatan Jenderal Polisi (Aktif) itu, sebut saja dua Jenderal Polisi M. Iriawan sebagai Plt Gubernur Jabar dan Jenderal Polisi Martuani sebagai Plt. Gubernur Sumut.

Keduanya adalah Jenderal Polisi (Aktif) di Mabes Polri. Irjen Pol. Iriawan saat ini menjabat sebagai  Asisten Operasi Kapolri. Dan mantan Kapolda Jawa Barat (6 Desember 2013 – 5 Juni 2015). Sedangkan Irjen Pol. Martuani Sormin, M.Si saat ini menjabat sebagai Kadivpropam menggantikan pejabat sebelumnya Irjen Pol. Idham Aziz.

Publik tentu patut mempertanyakan kebijakan Menteri Cahyo Kumolo. Apakah kedua Jenderal Polisi ini menjalan tugas bhayangkara sebagai pemgayom masyarakat? atau tidak lebih dari tugas pemenangan Pilkada untuk partai tertentu dan kandidat tertentu? Atau lebih jauh lagi upaya mengamankan pemenangan untuk dua calon Gubernur di dua daerah sebagai penyanggah kemenangan Pileg dan Pilpres 2019.

Publik masih ingat bagaimana peran seorang Jenderal Polisi (Aktif) dalam Pilpres 2014. Ikut sebagai Timses Capres Jokowi yang tertangkap media sedang bersama seorang anggota DPR pendukung Capres Jokowi (ketika itu) dan seorang (oknum) Komisioner KPU. Hingga saat ini masalah tersebut tidak pernah ditindaklanjuti secara hukum (pidana pemilu) dan jenderal itu kini menjadi orang nomor satu di salah satu lembaga penting Republik Indonesia.

Padahal Polri oleh Undang-Undang diperintahkan untuk netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis, sebagaimana dimaksud Pasal 28 Ayat (2) UU No.2 Tahun 2002 Tentang Polri. Kalaupun terjun dalam praktis juga diperkenankan dengan sarat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Ayat (3), yaitu harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Mengapa kita persoalkan penempatan dua Jenderal Polisi (Aktif) itu sebagai Plt Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara?

Pertama, Kita menginginkan Institusi Polri tetap sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat yang adil dan tidak memihak (imparsial).

Kedua, jangan sampai institusi Polri tidak lagi dipercaya oleh masyarakat pencari keadilan di negeri ini. Karena dianggap sebagai bagian dari kekuatan politik partai tertentu atau setidak-setidaknya sedang menjalankan tugas mengamankan dua daerah untuk menang pilkada 2018 sebagai modal Pileg dan Pilpres 2019;

Ketiga, ini yang menurut saya jauh lebih penting untuk diperhatikan. Dimana Polisi di daerah adalah Gakumdu yang bersama-sama Panwaslu bertugas sebagai wasit dan pengadil pelanggaran (pidana) pemilu sebelum kasus pelanggaran pemilu direkomendasikan untuk diteruskan ke pengadilan atau tidak.

Apalagi salah satu calon di Jawa Barat adalah juga seorang Jenderal Polisi (Aktif) dan berasal dari partainya Mendagri. Yang menurut Kapolri, Tito Karnavian, Perwira-perwira Polri yang bertarung dalam pilkada dan ternyata gagal mereka bisa kembali pada kesatuannya. Secara tidak langsung Kapolri ingin mengatakan bahwa Jenderal Polisi yang saat ini bertarung dalam Pilkada 2018 adalah tugas institusi yang di titipkan melalui salah satu partai politik.

Demikian juga Cagub/Cawagub di Sumatera Utara, Djarot Syaiful Hidayat. Adalah mantan Cawagub DKI, yang publik masih ingat betapa kerasnya pertarungan di Pilkada DKI. Dan lawan tandingnya adalah purnawirawan TNI AD. Sungguh, jika tidak serius dipertimbangkan akan berimplikasi pada kontraksi politik yang serius bagi Polri dalam Pilkada tahun 2018 ini.

Terlalu besar taruhannya bagi polri untuk menjadi tameng kekuasaan yang terlalu singkat untuk ukuran lima tahun ataupun sepuluh tahun. Karena Polri hadir untuk menjaga republik ini tegak berdiri dan menjaga pendulum keadilan bagi semua warga negara, bukan pada pribadi atau partai politik tertentu saja.

Demi tertibnya hukum dan upaya menjaga marwah institusi Polri sebagai bhayangkara yang bertugas menegakkan hukum dan mengayomi seluruh warga negara. Pun agar tidak tergadaikan oleh kepentingan politik partai tertentu dan penguasa negeri yang tentunya berdampak luas bagi: rasa aman, adil, dan diperlakukan secara sama bagi semua warga negara, kandidat calon kepala daerah dan partai politik. Oleh karena itu, sepatutnya kebijakan atau niat mendagri Cahyao Kumolo di urungkan.

Jika kebijakan dibiarkan tetap berjalan, maka hal ini dapat kita pastikan sebagai alarm bagi penegakan hukum dan maldemokrasi yang serius di Indonesia. Dan patut kita ucapkan selamat datang orde baru jilid dua. Wallahu ‘Alam. (SaBah/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Sumber : dakwatuna.com