OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Minggu, 04 Maret 2018

Siapa Muslim Cyber Army?

Siapa Muslim Cyber Army?


10Berita, Polisi baru saja merilis kasus hoax dan ujaran kebencian yang disebut-sebut dilakukan sebuah kelompok “terorganisir” bernama The Family Muslim Cyber Army (MCA).

Ini kali kedua polisi menangkap kelompok yang disebut memproduksi ujaran kebencian. Sebelumnya adalah Saracen sidangnya kini tengah berlangsung di Pengadilan.

Kalau menyimak apa yang disampaikan Direktorat Cyber Crime Mabes Polri, kelompok Family MCA ini sangat serius dalam memproduksi hoax dan ujaran kebencian di media sosial. Mereka bahkan sudah membentuk divisi-divisi. Bahkan disebut mempunyai akademi tempur dan sniper alias penembak jitu.

Organisasi mereka juga sudah lama eksis, karena menurut polisi ada yang sudah menjadi anggota selama lima tahun? Penjelasan polisi ini cukup mengagetkan para pegiat medsos.

Aktivis Muhammadiyah dan juga pegiat medsos Mustofa Nahrarwadaya sampai kaget dan bingung dengan pengakuan ini. Sebab yang namanya MCA bukanlah sebuah organisasi resmi, namun sebuah fenomena sosial yang mencuat ke permukaan menjelang Pilkada DKI 2017.

Bila dihitung mulai hiruk pikuk saat jutaan umat Islam turun ke jalan pada saat terjadi penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), maka MCA umurnya belum sampai dua tahun.

Ahok keseleo lidah pada saat menyampaikan pidato di Kepulauan Seribu 27 September 2016. Setelah itu jutaan umat Islam turun ke jalan dalam berbagai Aksi Bela Islam (ABI). Bersamaan dengan itu muncul fenomena gerakan sosial para aktivis medsos muslim yang menjadi backbone ABI.

Mereka ini kebanyakan generasi muda muslim perkotaan yang terdidik dan melek teknologi. Mereka adalah generasi native digital yang semangat (ghiroh) keagamaannya sedang tinggi-tingginya.

Para aktivis ini jumlah sangat besar dan membuat tim sosmed pendukung Ahok yang sebelumnya sangat digdaya menjadi tak berdaya. Mereka seperti gerombolan lebah yang mendengung, menyerbu dan menyengat akun-akun lain yang diidentifikasi sebagai musuh. Saking besarnya jumlahnya banyak yang menyebutnya sebagai Mega Muslim Cyber Army (MMCA).

Kendati besar, mereka sama sekali tidak terorganisir. Tidak ada yang namanya pengurus, struktur organisasi, kantor, apalagi markas komando. Nama MCA atau MMCA juga berasal dari para pengamat dan media.

Mereka hanya disatukan oleh sebuah concern bersama berupa advokasi terhadap umat. Khusus dalam Pilkada DKI adalah menangnya cagub dan cawagub muslim.

Kalau toh ada yang bisa disebut sebagai pimpinan dalam gerakan ini, mereka adalah para influencer. Pegiat medsos berpengaruh yang followernya puluhan sampai ratusan ribu, bahkan ada yang jutaan. Pasukannya adalah para netizen dan buzzer.

Figur-figur terkenal seperti duo pimpinan DPR Fahri Hamzah, Fadli Zon adalah politisi yang punya ratusan ribu follower.

Begitu juga tokoh agama seperti Aa Gym, Ustad Arifin Ilham, dan Ustad Yusuf Mansur adalah para influencer yang punya follower bahkan sampai jutaan.

Kalau toh mau disebut sebagai komandan atau pimpinan, para influencer inilah para “komandan,” MCA. Cuitan mereka biasanya langsung didengungkan (buzz) oleh para buzzer.

Sejumlah politisi maupun parpol diketahui mempunyai buzzer. Mereka bekerja secara profesional, atau atas dasar afiliasi politik, maupun keagamaan. Namun dalam kasus MCA, mereka tidak selalu terafiliasi secara politik maupun hubungan patron klien dengan influencer.

Mereka biasanya disatukan oleh suatu isu bersama. Misalnya gubernur muslim di DKI, atau dalam konteks Pilpres 2019 munculnya figur capres-cawapres yang lebih berpihak kepada umat. Namun dalam soal pilihan politik dalam hal ini parpol, pilihan mereka berbeda-beda. Jadi yang disebut MCA adalah kelompok yang cair.

Kendati cair, tidak terstruktur apalagi terorganisasi, kekuatan MCA ini memang sungguh dahsyat. Keberhasilan konsolidasi dan pengerahan jutaan orang dalam beberapa ABI, harus diakui dapat terwujud karena kekuatan medsos dan gigihnya para pegiat MCA.

Kedahsyatan mereka kembali terkonfirmasi dalam isu nonton bareng Film G30S/PKI, reuni Alumni 212, dan Aksi Bela Palestina. Serbuan ratusan ribu netizen terhadap akun medsos Presiden Jokowi pasca insiden Piala Presiden dapat diduga sebagian besar juga melibatkan MCA. Mereka yang menjadi pendukung Anies-Sandi sangat marah dan kecewa karena Anies dicegah Paspampres ketika akan mendampingi Jokowi menyerahkan piala ke Persija.

Berbagai fakta diatas menunjukkan MCA telah menjadi gerakan sosial yang mampu mendorong pembentukan publik opini dan perubahan peta kekuatan dalam pertarungan politik.

Polisi harus bisa mengungkap siapa sebenarnya kelompok yang mengaku sebagai family Muslim Cyber Army ini? Jangan sampai berkembang isu liar, kasus ini merupakan upaya membungkam kelompok-kelompok yang kritis dan berseberangan dengan pemerintah.

Benarkah mereka merupakan bagian dari kelompok-kelompok MCA, ataukah hanya mengaku-aku saja untuk meraih keuntungan secara finansial?

Apakah mereka kelompok kepentingan lain yang mengaku sebagai MCA sebagai strategi pembusukan dari dalam? Atau ada kelompok yang ingin mengadu domba antar umat beragama dengan menghembus-hembuskan isu SARA? Kalau mereka benar pegiat medsos, jejak digitalnya gampang dilacak.

Semua harus diungkap oleh polisi secara transparan. Semua kelompok penyebar hoax, ujaran kebencian, baik yang kritis maupun yang mendukung pemerintah harus diperlakukan sama. Perang melawan hoax dan ujaran kebencian harus menjadi komitmen dan concern kita bersama.

Penulis: Hersubeno Arief (Konsultan media dan pemerhati masalah sosial politik)

Sumber : PORTAL ISLAM

Kisah Mujahid Muda Setangguh Sahabat Abu Dujanah

Kisah Mujahid Muda Setangguh Sahabat Abu Dujanah

10Berita  – Umurnya masih belia, wajahnya tampan, cerah dan penuh senyuman. Memang muda umurnya, tapi karakternya seperti orang dewasa. Dia adalah seseorang yang mendedikasikan hidupnya hanya untuk risalah Allah dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Tidak seperti pemuda pada umumnya, kesehariannya berkutat dengan ribat dan operasi bersama mujahidin. Teman setianya adalah kalashnikov  yang selalu mendampinginya kemanapun pergi.

Ketika datang tawaran menikah, ia menolak karena merasa dengan menikah waktunya akan tersita untuk istrinya kelak. Maka, ia kembali ke medan jihad dan berharap dinikahkan dengan hurun’in di akhirat nanti. Pemuda tampan ini menjawab tanpa keraguan dan pada akhirnya ia menggapai impiannya menjadi syuhada. Pemuda itu adalah  Abu Sahl Al-Ansari.

Kisah Sebelum Kesyahidan

Beberapa bulan sebelum kesyahidannya, pasukan Nushairi beraktivitas cukup intens di suatu wilayah di Suriah. Para mujahid pun siap siaga dengan kemungkinan apapun yang terjadi. Seorang Abu Sahl jarang mengambil waktu istirahat di saat-saat seperti itu. Pernah suatu kali ia menghabiskan tiga hari tanpa istirahat, tidur, makan dan minum saat ribat di sebuah parit tanpa kembali ke kamp mujahidin. Hal itu dilakukan karena menjaga perbatasan wilayah sembari menunggu serangan musuh yang tidak bisa diprediski kapan datangnya.

Abu Sahl kembali ke kamp mujahidin hanya untuk berganti pakaian dan memenuhi hajat saja. Setelah itu ia kembali melanjutkan menjaga perbatasan. Ia selalu teringat pada firman Allah

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran : 200)

Minggu-minggu terakhir menjelang kesyahidannya, pasukan syiah Nushairi membombardir mujahidin dengan persenjataan berat. Seluruh teknologi persenjataan yang mereka miliki dikerahkan untuk melenyapkan para tentara Allah. Hingga digambarkan serangan ganas itu bisa mengubah rambut seseorang yang hitam mendadak menjadi beruban dan menaikkan jantung hingga ke tenggorokan. Abu Sahl tetap bersabar dan tenang, kematangan jiwanya membuat dirinya untuk tetap berada di tempat dia berdiri.

Serangan yang begitu ganas menghancurkan apapun yang ada. Peluru-peluru menembus tubuh mujahidin, satu per satu tumbang karena luka yang parah. Bangunan, tanah, pohon ikut rusak karena terjangan serangan yang membabi buta. Sebagian besar tubuh para mujahid berlumuran darah setelah serangan berjalan beberapa jam.

Setelah serangan agak mereda, komandan memerintahkan untuk mengevakuasi mujahid-mujahid yang terluka. Proses evakuasi tentu tidaklah berjalan mudah karena serangan tetap terjadi walau tak terlalu deras. Saat itu Abu Sahl berada di garis depan pertempuran. Dia pun segera memastikan para mujahidin lainnya di garis belakang yang masih mampu untuk bertempur untuk maju ke garis depan. Hal itu dilakukan untuk melindungi evakuasi para mujahidin yang terluka.

Maka, sontak seluruh mujahidin membalas serangan pasukan syiah Nushairi dengan kalashnikov, senapan mesin PK, granat tangan dan pekikan takbir yang membahana memecah langit. Tujuan mereka hanyalah mencapai hidup mulia atau menggapai mati syahid. Abu Sahl bertempur dengan semangat yang mengagumkan. Ia mengikat kepalanya dengan syal seperti sahabat Anshar Samak bin Kharasyah, atau lebih dikenal dengan nama Abu Dujanah ketika perang Uhud. Sebelum kontak senjata terjadi teman-temannya menyebut syal yang diikatkan di kepala Abu Sahl dengan “The Bandana of Death.”

Sumber : Kiblat.

Mantan Jubir Presiden Ini Ingatkan Rakyat untuk Catat Kelakuan Penguasa

Mantan Jubir Presiden Ini Ingatkan Rakyat untuk Catat Kelakuan Penguasa


10Berita, JAKARTA - Salah satu mantan Juru Bicara Kepresidenan RI berpesan bahwa dalam alam demokrasi ada aturan bilamana masyarakat ingin gantikan kursi kekuasaan. Masyarakat diminta sabar, walaupun kelakuan penguasa tidak sesuai dengan kenyataan saat kampanye.

“Dalam demokrasi ada mekanisme pergantian kekuasaan. Jadi jangan ngeluhkan perilaku penguasa,” pesan Adhie Massardi, melalui akun Twitter pribadi miliknya, Jumat (2/3/2018).


Resepnya, lanjutnya, ke depan masyarakat mesti sigap mengingat bahwa kelakuan itu tidak sesuai dengan apa adanya. Kalau perlu menurut Adhie, penguasa terdahulu itu bisa dipersoalkan secara hukum segala perbuatannya kala berkuasa.

“Cukup catat nama oknum-oknum yang nyalahgunakan kekuasaan. Nanti saat penguasa berganti, pelindungnya lengser, kita minta pertanggungjawaban hukum mereka. Sehingga tidak akan ada kegaduhan!” (Robi/)

Sumber : voa-islam.com

Citra Buruk Jokowi Jika Ustadz Abu Bakar Baasyir Tak Dirumahkan

Citra Buruk Jokowi Jika Ustadz Abu Bakar Baasyir Tak Dirumahkan

10Berita,Jakarta – Beredar berita tentang wacana Presiden yang akan mengubah status Ustadz Abu Bakar Baasyir (ABB) menjadi tahanan rumah, meski saat ini masih menghuni Lapas Gunung Sindur. Wacana ini muncul usai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma’ruf Amin mengadakan dialog dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara beberapa waktu lalu.

Menanggapi wacana itu putra Ustadz ABB, Abdul Rochim Baasyir mengatakan tak memikirkan niat Jokowi. “Kalau memang menjadikan ABB bagian dari pencitraan ya itu urusan dia, kami hanya fokus kepada kesehatan Ustadz,” ungkap Abdul Rochim Baasyir saat dihubungi Kiblat.net, Jumat (02/03/2018).

Ustadz Iim, sapaan Abdul Rochim Baasyir, mengatakan bahwa Ustadz ABB yang sudah tua kondisinya sudah tidak layak untuk dipenjara. Sehingga keluarga menilai Ustadz ABB harus dikembalikan kepada keluarga agar bisa diurus dengan lebih layak.

“Kami ingin fokus kapada upaya pemindahan Ustadz untuk dikembalikan kepada keluarga, tidak di lapas Gunung Sindur, karena penjara tidak layak bagi seorang yang sakit panjang seperti beliau,” ungkapnya.

Ustadz Iim tak terlalu memikirkan sikap pemerintah yang belakangan menunjukkan perhatian terhadap Ustadz Abu. Salah satunya dengan turut memberikan keterangan perihal kondisi kesehatan pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki itu.

Dia menilai masyarakat sudah cerdas dalam melihat sikap pemerintah terhadap Ustadz Abu. Sangat mudah bagi rakyat untuk memahami wacana yang hanya sebatas pencitraan atau memang benar-benar datang dari hati.

“Di satu sisi bahwa ketika presiden tidak memberikan atau tidak memperhatikan sisi kemanusiaan pada kondisi Ustadz Abu Bakar Baasyir ini maka citranya semakin buruk sekali,” ungkapnya.

“Karena jika sampai terjadi apa-apa terhadap beliau, karena beliau juga sudah tua dan kondisinya sudah seperti itu, dan jika qodarullah kemudian beliau meninggal dalam penjara, maka citra Jokowi akan menjadi buruk sekali,” tukasnya.

Reporter: Muhammad Jundii
Editor: Imam S.

Sumber : Kiblat.

Ghouta Berdarah, Siapa Sang Pembela?

Ghouta Berdarah, Siapa Sang Pembela?


Oleh: Afaf Nurul Inayah

10Berita, Ghouta timur, daerah pinggiran Damaskus Suriah, kondisinya saat ini tak ubahnya seperti "Neraka" di muka bumi. Rezim Bassar Assad dengan dibantu dan didukung oleh sekutunya Rusia secara kejam menyerang membabi buta dengan menggunakan bom artileri dan jenis senjata lainnya.

Meskipun serangan itu dilakukan dan di klaim untuk menyerang dan menumpas kelompok pemberontak ternyata juga membunuh ratusan warga sipil di Ghouta. Bangunan- bangunan hancur, nyawa pun melayang tertimbun reruntuhan.

Kelompok observatorium suriah untuk Hak Asasi Manusia (HAM), kamis (22/2) mengatakan, serangan selama lima hari di Ghouta timur telah menyebabkan lebih dari 400 orang tewas. Jumlah tersebut tak hanya mencakup orang dewasa tetapi juga anak- anak, (Republika.co.id, 27/2/18).

Derita umat Islam di Ghouta, melayang nyawa di setiap detiknya, belum mampu menggerakkan para penguasa muslim untuk membela Ghuota. Kalau begitu, Kita patut bertanya, Siapa yang akan membela mereka?, Siapa yang akan memenuhi jeritan dan tangisan anak- anak Ghouta?. Apakah masih bisa berharap kepada lembaga Internasional PBB atau negara- negara Uni Eropa? Atau kepada para penguasa Arab di negeri- negeri muslim?

Uni Eropa meminta gencatan senjata dengan segera. PBB menyerukan semua pihak yang berperang agar menghentikan pertempuran, begitu pula dengan para penguasa-penguasa Arab di negeri muslim. Mereka tidak mempunyai sedikitpun keberanian kecuali sekedar mengutuk, mengecam dan meminta untuk segera dilakukan gencatan senjata. Para penguasa muslim tidak berani untuk melakukan tindakan nyata dengan mengerahkan pasukan militer dan menghentikan serangan brutal rezim Bassar Assad dan sekutunya.

Tragedi yang tak pernah sepi menimpa umat Islam, pembantaian yang senantiasa berulang dan berlanjut, bagaimana tragedi ini bisa dihentikan?. Sejatinya, solusi hakiki dari konflik yang terjadi di Suriah, juga di negeri- negeri Islam yang lain adalah dengan mewujudkan kembali kekuasaan Islam sebagai Perisai untuk menjaga dan melindungi kaum muslimin. Rasulullah SAW bersabda: " Imam (Khalifah) itu laksana perisai, kaum muslim diperangi (oleh kaum kafir) di belakang dia dan dilindungi oleh dirinya" ( HR. Muslim)

Sejarah telah membuktikan, Adalah Kholifah al Mu' tashim Billah, dengan berani segera memenuhi panggilan dan jeritan seorang wanita mulia yang ditawan, disiksa dan dinistakan oleh raja Amuriyah. Sang Khalifah segera mengerahkan sekaligus memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum muslimin ke kota Amuriyah, Kota Amuriyah berhasil di takhlukkan dan wanita mulia yang di tahan berhasil di bebaskan.

Saat ini betapa umat Islam membutuhkan sosok pemimpin seperti Khalifah Al Mu' tashim Billah, umat membutuhkan Khilafah, karena hanya Khilafah yang mampu menyelamatkan umat Islam dimanapun berada, Khalifah yang akan menjadi perisai dan pelindung kaum muslimin.

Rasul SAW bersabda: "Kemudian akan datang kembali masa Khilafah yang mengikuti metode kenabian" (HR. Muslim). Wallaahu a' lam. [syahid/]

Sumber : voa-islam.com

3 Pemimpin Dunia Segera Hukum Rezim Assad

3 Pemimpin Dunia Segera Hukum Rezim Assad


Foto: Asharq Al Awsat

10Berita, LONDON—Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel telah menekan Rusia agar mematuhi Resolusi 2401 tentang gencatan senjata. Selain itu mereka juga mengancam untuk segera “Menghukum” rezim Suriah atas dugaan penggunaan bahan kimia di Ghouta Timut.

Hal ini terbukti sebuah kapal induk AS tiba di Laut Mediterania untuk berpartisipasi dalam latihan gabungan militer dengan Israel.

Melansir Asharq Al-Awsat, Jumat (2/3/2018) dari sumber-sumber Barat di New York bahwa AS bertekad untuk mempertahankan rezim Suriah dan bertanggung jawab atas Daesh setelah terbukti terlibat dalam penggunaan senjata kimia di Suriah.

Administrasi Trump “Masih berupaya mencapai tujuan ini melalui dua rancangan resolusi”, menurut sebuah sumber Barat.

Salah satu rancangan resolusi yang disampaikan ke Dewan Keamanan PBB sebelumnya akan membentuk Mekanisme Investigasi Independen Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNIMI) untuk jangka waktu satu tahun “untuk mengidentifikasi pelaku serangan senjata kimia ‘di Suriah.

Dalam hal ini, Trump berbicara dalam telepon terpisah dengan Merkel dan Presiden Macron.

Merkel dan Macron sama-sama sepakat dengan Trump bahwa rezim Suriah, dan pendukung Rusia dan Iran, harus segera dan sepenuhnya menerapkan Resolusi 2401 Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera di seluruh Suriah, kata Gedung Putih.

Para pemimpin meminta Rusia untuk menghentikan pengeboman Ghouta Timur, untuk memaksa rezim Assad menghentikan operasi ofensif terhadap wilayah sipil. Mereka juga untuk meminta Suriah bertanggung jawab atas memburuknya kondisi HAM di Ghouta Timur, yang disebabkan oleh penggunaan senjata kimia, serangan terhadap warga sipil, dan pemblokiran bantuan kemanusiaan.
rezim Assad yang terus berlanjut.

Komisioner Tinggi PBB untuk HAM Zeid Raad al-Hussein mengatakan pada hari Jumat (2/3/2018) bahwa rezim Suriah melakukan serangan udara di Ghouta timur yang terkepung “Mungkin merupakan kejahatan perang dan harus diadili.”
Hussein memulai pidatonya dengan mengatakan bahwa orang-orang dari Ghouta Timur telah dikepung selama lebih dari setengah dekade, di mana mereka telah mengalami serangan udara, penembakan dan beberapa kejadian, warga sipil dilaporkan meninggal dengan napas terengah-engah setelah agen beracun dilepaskan.

“Kami telah menerima laporan tentang serangan udara tanpa henti yang menimpa rumah sakit, sekolah dan pasar dalam beberapa pekan terakhir. Orang-orang yang tinggal di daerah pinggiran kota biasa – manusia yang berbagi hak dan harapan kita semua di sini – terjebak dan dipukul oleh bom, dan dirampas dari setiap hak asasi manusia – terutama, hak untuk hidup, “kata Hussein kepada komisi tersebut.

Komisaris tersebut mengindikasikan bahwa Suriah harus dirujuk ke Pengadilan Pidana Internasional, menambahkan bahwa upaya untuk menggagalkan keadilan, dan melindungi para penjahat ini, adalah tindakan tercela.

Duta Besar Suriah di Jenewa, Hussam Aala menggambarkan laporan Hussein sebagai “selektif dan bias” dan bahwa perdebatan tersebut “dipolitisasi.” []

SUMBER: ALSHARQ AL AWSAT

Relawan 212 Jokowi Tak Diakui oleh Alumni Aksi Bela Islam 212

Relawan 212 Jokowi Tak Diakui oleh Alumni Aksi Bela Islam 212


10Berita, Pendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginisiasi pembentukan Relawan Nasional 212 Jokowi Presiden Republik Indonesia (Renas 212 JPRI). Tujuannya mendukung pencalonan kembali Jokowi sebagai calon presiden di Pemilu 2019.

Penggunaan "212" mengundang reaksi sejumlah kelompok yang lebih dahulu menggunakan nama 212—para pihak yang terlibat Aksi Bela Islam 212 pada 2016. Mereka mempertanyakan soal apakah Renas 212 JPRI sebagai bagian dari alumni Aksi Bela Islam 212.

“Justru adanya 212 (Aksi Bela Islam 212) itu kan muncul gara-gara Jokowi. Enggak mungkin pula masa 212 dukung Jokowi. itu hampir mustahil,” kata Ketua Garda Alumni 212 Ansufri Idrus Sambo kepada Tirto, Jumat (2/3/2018).

Idrus mengatakan Aksi Bela Islam 212 yang berlangsung di Jakarta pada 2 Desember 2016 justru dilatarbelakangi kekecewaan terhadap Pemerintahan Presiden Jokowi yang tidak bersikap tegas terhadap kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Dalam konteks saat itu, para inisiator Aksi Bela Islam 212 Ahok telah menistakan Surat Al-Maidah 51 saat kunjungan kerja saat masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta di Kepulauan Seribu, Jakarta. Akhirnya, pada 9 Mei 2017 Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis Ahok bersalah dengan hukuman 2 tahun penjara.

Sambo tidak tahu siapa sosok di balik pembentukan Renas 212 JPRI yang mengaku bernama Nasir. Ia meragukan ada alumni Aksi 212 yang bersedia mendukung Jokowi dan berkoordinasi dengan pihak Kepala Kantor Staf Presiden.

“Enggak mungkin menurut saya, bagaimana mungkin dia 212 dukung Jokowi? Berarti dia 212 yang mana ini?” tanya Sambo.

Sambo menduga nama "212" sengaja dipakai untuk mengganggu gerakan politik para alumni Aksi Bela Islam 212. Ia merasa Renas 212 JPRI tidak akan berpengaruh signifikan secara politik.

“Kalau tokoh-tokohnya hebat yang dikenal luas seperti tokoh 212 (Aksi Bela Islam 212) itu baru jadi masalah. Kalau cuma tokoh yang baru mengaku-ngaku 212 biarkan saja. Pasti orang juga enggak percaya kok,” kata Sambo.

Juru bicara Presidium Alumni 212 Aminudin mengatakan nama "212" tidak bisa dilepaskan dari konteks Aksi 212. Sehingga menurutnya penggunaan nama 212 sebagai identitas kelompok relawan Jokowi tidak relevan. “Dalam hal ini (Aksi Bela Islam 212) Pak Jokowi mendukung Pak Ahok maka tidak relevan menurut kami,” kata Aminudin.

Aminudin mengaku tidak mengenal pengurus Renas 212 JPRI. Ia memastikan Renas 212 JPRI bukan bagian Presidium Alumni 212. “Dia terpisah sama sekali. Kami sudah jelas pembelaan kami adalah pembelaan kepada aksi-aksi bela Islam,” ujarnya.

Pembentukan Renas 212 JPRI menurut Aminudin merupakan bagian dari manuver politik. Ia menilai ada upaya untuk merangkul massa peserta Aksi 212 yang berjumlah besar untuk kepentingan Pilkada 2018 maupun Pilpres 2019. Namun, Aminudin mengatakan tidak akan mempersoalkan pembentukan Renas 212 JPRI.

“Alam yang akan menyeleksi,” kata Aminudin.

Sebelumnya ada kelompok yang mendaku sebagai pendukung Presiden Jokowi membentuk Renas 212 JPRI. Organisasi ini bertujuan mendukung pencalonan kembali Jokowi sebagai Presiden RI 2019-2024.

"Pembentukan organisasi Renas 212 JPRI untuk mendukung pencalonan kembali Presiden Joko Widodo sebagai calon Presiden periode 2019-2024 di Pemilu Presiden 2019. Organisasi ini akan segera dideklarasikan bulan Maret ini," ujar Koordinator Nasional Renas 212 JPRI, Nasir, seperti diberitakan Antara, Kamis (2/3).

Nasir akan segera berkoordinasi dengan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko soal rencana pembentukan organisasi ini. Dia menargetkan jumlah anggota Renas 212 JPRI mencapai lima juta relawan inti yang tersebar di 34 provinsi. Jumlah relawan tersebut, menurut Nasir, cukup untuk memenangkan Jokowi sebagai Presiden RI untuk periode kedua pada Pilpres 2019.

Sumber : tirto.or.id, opini-bangsa.com

 

Dicegat Wanita Tak Berjilbab dan Bercelana Jeans Di Bandara, Penuturan Ust Somad Mengagetkan


Dicegat Wanita Tak Berjilbab dan Bercelana Jeans Di Bandara, Penuturan Ust Somad Mengagetkan


10Berita, Ustadz Abdul Somad Lc MA mengaku kaget mengalami kejadian ini. Ia bahkan menyatakan hendak marah ketika melihat sosok yang ingin bertemu dengannya di Bandara.

Pasalnya, wanita yang mengaku ngidam dan ingin bertemu dengannya tidak berjilbab dan mengenakan celana jeans.

"Sampai di sana, (saya) lihat perempuan tidak pakai jilbab, pakai celana jeans." kata Ustadz Somad saat berceramah bakda Subuh di Masjid Al-Qolam Citraland Cibubur, Jakarta Timur pada Sabtu (3/3/18).

Sempat hampir marah, Ustadz Somad akhirnya mengetahui identitas si wanita.

"Mohon maaf, Pak Ustadz, (dia) non Muslim." kata Ustadz Somad menirukan penjelasan perwakilan jamaah.

Peristiwa langka ini terjadi tepat setelah rombongan dakwah Ustadz Abdul Somad Lc MA sampai di bandara. Sang dai menerima pesan singkat yang menanyakan jadwal kedatangan pesawat.

Peristiwa langka ini merupakan salah satu bukti betapa dakwah yang disampaikan oleh Ustadz Somad juga dinikmati oleh mereka yang berbeda agama. Dengan susah payah, wanita hamil ini sengaja menemui Ustadz Somad karena ngidam.

Usai berkisah, Ustadz Somad mendoakan si jabang bayi, agar menjadi pribadi yang baik dan menjadi sebab kebaikan bagi orang sekitarnya.

"Rupanya non Muslim, hamil, ngidam mau jumpa Ustadz Somad. Mudah-mudahan anaknya jadi shalih/shalihah. Aamiin." ujar Ustadz Somad.

Bukan kali ini saja, Ustadz Abdul Somad kerap ditemui orang non Muslim yang mengaku mengikuti ceramahnya di berbagai kanal media sosial.

Bahkan ada satu keluarga non Muslim yang bertemu dan mengajak berfoto saat bertemu dengan Ustadz Somad di rumah makan. Bukan sendiri, laki-laki non Muslim ini juga mengajak dua orang anaknya.

Sumber : tarbawia.net

  

Hilang Peduli: Antara Dilan dan Ghouta

Hilang Peduli: Antara Dilan dan Ghouta

10Berita, Tragedi Ghouta masih menjadi tagline di linimasa hingga hari ini. Beritanya masih belum tuntas. Paralel dengan berbagai problematika yang menimpa muslim Ghouta yang masih dicekam kelaparan, dentuman bom dan syahidnya para syuhada. 

Neraka jahanam pun seolah-olah berpindah tempat di atas bumi Ghouta. Jasad syuhada yang tergeletak tak berdaya yang dilumuri darah. Banyak diantaranya tak utuh dan rusak. Tak sedikit pula yang tak dapat dikenali. Ada pula yang syahid terhimpit bangunan-bangunan runtuh akibat bombardir bom. Di antara para syuhada itu ada anak-anak yang tak berdosa. Anak-anak yang harusnya kita peluk dalam dekapan hangat penuh cinta, tapi harus lebih awal menjemput syahid.

Korban yang terluka pun tak sedikit. Muka dan badan berdarah akibat serpihan kaca dan batu, mungkin tak seberapa sakitnya. Tapi bagi yang mereka, yang tangan dan kakinya hancur, patah, terpisah dari badan, sakitnya tak dapat diungkapkan. Belum lagi organ dalam yang terkena hantaman bom dan runtuhan bangunan, rasa sakit berujung pada jeritan dan air mata. Berharap setiap inci dari anggota badan yang terluka menjadi saksi perjuangannya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala di yaumil akhir kelak.

Ya, mata dan hati siapa pun tak akan kuat menyaksikan pembantaian massal penduduk Ghouta. Siapa pun tak akan dapat menahan laju tetesan air mata melihat perjuangan para syuhada mempertahankan tanah, kehormatan, harta, raga dan nyawa di bawahan hujaman bom rezim zalim Assad dan para sekutunya. Apalagi bagi siapa saja yang mengaku dirinya seorang muslim. Harusnya dalam sanubarinya ada setitik rasa peduli bagi muslim Ghouta. Tak terkecuali bagi muslim di Indonesia.

Nyatanya rasa kepedulian tersebut tak tercermin pada penguasanya. Penguasa negeri ini justru lebih peduli pada film percintaan remaja yang sedang hits,  bahkan dibumbui sikap bapernya dibandingkan dengan peristiwa pembantaian kaum muslimin yang terjadi di Ghouta. Diberitakan kompas.com, 25/2/2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi), Minggu (25/2/2018) siang, menyempatikan diri nonton bioskop di Senayan City, Jakarta Selatan. Ia bersama putrinya Kahiyang Ayu dan suami Bobby Nasution menonton film romantis berlatar tahun 1990 yang sedang nge-hits, "Dilan 1990".

Prihatin, mengingat seorang penguasa adalah teladan pertama dan utama bagi rakyatnya. Apalagi sebagai pemimpin yang memimpin negara berpenduduk mayoritas muslim terbanyak di dunia, harusnya terdepan dalam memberi contoh rasa kepedulian di hadapan dunia Islam. Apalagi antara kaum muslimin telah diikat dengan erat oleh persaudaraan hakikih karena aqidah Islam yang mulia. Bukan sebaliknya abai terhadap derita Ghouta, dan terbuai film romantisme remaja ala Dilan.

Sekat nasionalisme semu telah berhasil meninabobokan rasa peduli dan rasa persaudaran seorang muslim bahkan  selevel seorang penguasa negeri muslim. Racun nasionalisme semu telah membangun dinding tebal antara negeri-negeri muslim di dunia pasca runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyyah. Kaum muslimin di berbagai negeri muslim seolah-olah tak saling memiliki, padahal sejatinya mereka adalah umat yang satu, yang diibarat sebagai satu tubuh. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam menyampaikan, “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim).

Suatu kezaliman pula jika kita hanya diam sementara saudara kita dalam kondisi terzalimi seperti penduduk Ghouta kini. Ingatlah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Seorang muslim itu saudara bagi muslim yang lain, tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya (tidak peduli padanya), menghinanya.” (HR. Muslim).

Jauhnya jarak dan tempat bukan alasan syar’i bagi seorang muslim untuk mengabaikan urusan saudaranya. Karena hakikatnya ukhuwah Islamiyah menuntut seorang muslim untuk peduli, menolong dan memudahkan setiap urusan yang menimpa saudaranya. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berjanji akan memudahkan dan meyelesaikan setiap kesulitan seorang mukmin yang memberikan kemudahan bagi saudaranya.

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda:”Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mukmin dari berbagai kesulitan-kesulitan dunia, niscaya Allah akan memudahkan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat dan siapa yang menutupi (aib) seorang muslim Allah akan tutupkan aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hambanya selama hambanya menolong saudaranya."

Seorang penguasa muslim sejatinya terdepan dalam mengambil sikap terhadap berbagai problematika umat. Terlebih terhadap tragedi pembantaian massal yang menimpa kaum muslim Ghouta. Kepedulian seorang penguasa terhadapan derita Ghouta akan berimbas pada tumbuhnya rasa peduli dan persaudaraan di tengah rakyatnya. Lebih dari itu seorang penguasa memiliki kekuatan untuk menyelesaikan konflik di Ghouta dengan kedua tangannya tentunya dengan kekuatan militer yang dimilikinya. 

Sebaliknya seorang penguasa muslim yang tak peduli bahkan bersenang-senang di atas derita saudaranya. Patut merenungi kembali nasihat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam, “Barangsiapa yang pada pagi harinya hasrat dunianya lebih besar maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka itu tidak ada apa-apanya di sisi Allah, dan barang siapa yang tidak perhatian dengan urusan kaum muslimin semuanya maka dia bukan golongan mereka”(HR. Al-Hakim dan Baihaqi).

Semoga kita termasuk golongan umat Muhammad Shallallahu’alaihi wa Sallam yang senantiasa peduli dengan nasib kaum muslimin di belahan bumi mana pun dan dalam kondisi apa pun. Serta menjadi golongan terdepan dalam menjaga dan melindungi dinul Islam, sampai Allah Subhanahu wa Ta’ala memenangkan dakwah ini atau sampai memanggil kita pulang. Amiin.

Ummu Naflah
Muslimah Peduli Ghouta, tinggal di Tangerang

Sumber : SI Online

Sabtu, 03 Maret 2018

Saat Khalifah Utsmani Diganti Menjadi Republik Turki

Saat Khalifah Utsmani Diganti Menjadi Republik Turki

Kerajaan Ottoman mulai melemah setelah wafatnya Sulaiman al-Qanuni.

10Berita , Riwayat Kerajaan Utsmani yang telah berdiri kurang lebih selama 625 tahun harus berakhir pada 3 Maret 1924. Majelis Nasional Agung dalam sidang sejak Februari 1924 memutuskan untuk menghapus jabatan khalifah pada 94 tahun lalu. Abdul Majid II yang menjabat khalifah dipersilakan meninggalkan Turki. Ia bersama keluarganya menuju Swiss.

Dinasti Ustmani berkuasa lebih dari enam abad. Wilayah kekuasaannya meliputi sebagian Asia, Afrika, dan Eropa. Puncak kejayaan Utsmani berlangsung pada masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566). Setelah itu, Utsmani semakin lemah karena pemertakan internal dan kalah perang melawan bangsa Eropa. Kerajaan Utsmani akhirnya diganti dengan Republik Turki.

Dalam buku Ensiklopedi Islam dijelaskan, Kerajaan Ottoman mulai melemah setelah wafatnya Sulaiman al-Qanuni. Sultan-sultan yang menggantikannya umumnya lemah dan tidak berwibawa. Penyebab lainnya adalah kehidupan mewah dan berlebih-lebihan di kalangan pembesar istana, sehingga banyak terjadi penyimpangan dalam keuangan negara.

Pada masa pemerintahan Sultan Ibrahim (1640-1648) suasana dalam negeri Kerajaan Ottoman menjadi semakin kacau. Para wanita (ibu suri dan permaisuri) turut campur dalam mengendalikan roda pemerintahan. Ibrahim adalah seorang sultan yang sangat lemah, sehingga ia hanya dijadikan boneka oleh wazirnya (perdana menteri) yang bernama Mustafa.

Pada hakikatnya Mustafalah yang memegang tampuk kekuasaaan. Akan tetapi, kepemimpinan Mustafa tidak mampu menentramkan suasana, bahkan mengundang banyak permusuhan di kalangan pembesar istana. Pada 1876 Sultan Hamid II naik takhta.

Pemerintahannya bersifat absolut dan penuh kekerasan. Karena itu, timbul rasa tidak senang baik di kalangan sipil maupun di kalangan militer. Gerakan-gerakan oposisi terhadap pemerintah absolut Sultan Abdul Hamid II inilah yang kemudian dikenal dengan nama Gerakan Turki Muda dengan pelopornya, antara lain, Ahmad Riza (1859-1931), Muhammad Murad (1853-1912), dan pangeran Sahabuddin (1877-1948).

Sementara itu, kelompok militer semakin memperketat usaha mereka untuk menggulingkan Sultan dengan membentuk komite-komite rahasia, seperti komite perkumpulan persatuan dan kemajuan. Salah seorang pemimpin komite itu adalah Mustafa Kemal yang kemudian populer dengan panggilan Kemal Ataturk (Bapak Bangsa Turki).

Pada 1908 perkumpulan Persatuan dan Kemajuan dapat mendesak Sultan Abdul Hamid II untuk menghidupkan kembali Konstitusi 1876. Akibat desakan itu, pemilihan umum diadakan dan terbentuklah parlemen baru yang diketuai oleh Ahmad Riza dari perkumpulan Persatuan dan Kemajuan. Di dalam parlemen baru itu, Turki muda juga turut memegang kekuasaan.

Sumber : Republika.co.id