Densus untuk Siapa?
10Berita– Isu terorisme kembali muncul di permukaan, Densus 88 pun beraksi. Sejumlah warga Muslim terduga teroris ditangkap di Jawa Timur. Awalnya, tiga orang warga Paciran, Lamongan. Mereka adalah H, ZE, dan HE yang ditangkap di tempat terpisah dan tanpa perlawanan. Kepolisian daerah Lamongan menyebut ketiga orang ini akan menyerang kantor polisi Brondong.
“Tidak hanya di Polsek Brondong saja, namun kami juga akan tingkatkan kesiagaan anggota di semua polsek yang ada di Lamongan. Khususnya di wilayah (Lamongan) utara,” ujar Wakapolres Lamongan, Kompol Arif Mukti Surya Adhi Sabhara.
Tak berselang lama, terjadi dugaan penembakan pos polisi di Jalan Raya Tuban. Sebuah mobil mendekat ke pos polisi tersebut lalu melepaskan timah panas. Saat melakukan pengejaran, sempat terjadi baku tembak. Tak ada korban dari kepolisian, tetapi enam terduga teroris dipastikan meninggal.
Tindakan Densus yang menembak mati enam terduga teroris menuai kontroversi. Pasalnya, Densus dinilai tak jera meskipun terbelit kasus Siyono setahun silam. Mereka masih “ringan tangan” untuk menarik pelatuk senjata api dan mengarahkannya ke warga negara sendiri, meskipun sebenarnya masih dalam status terduga. Salah satu lembaga yang mengkritik tindakan ini adalah Komnas HAM.
“Advokasi Komnas HAM bersama masyarakat sipil (Muhammadiyah) terhadap Siyono seolah tak mampu sedikitpun mengubah pola pikir dan pola laku Densus 88 Polri dalam menanggulangi terorisme,” kata Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution.
Di Kendal, satu terduga teroris bernama Irsyad ditangkap Densus 88 yang dipimpin oleh Kombes Pol Yosikusumo. Menurut keterangan Kadiv Humas Mabes Polri, Boy Rafli Amar, Irsyad masih terkait dengan aksi penembakan di Tuban. Pihaknya mengklaim bahwa Irsyad melakukan pembicaraan dengan enam pelaku teror di Tuban.
Di sisi lain, tindakan teror yang sama menimpa penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Sebagaimana diketahui, Novel disiram air keras tepat di wajahnya. Kejadian ini membuatnya harus dirawat ke luar negeri, Singapura. Beberapa pihak menegaskan bahwa ini adalah aksi terorisme. Aksi yang sama sebagaimana terjadi di Tuban.
Menyikapi kasus Novel, pihak kepolisian terlihat langsung bergerak mengusut pelaku. Tak cuma itu, pernyataan-pernyataan yang dirilis juga memperlihatkan sikap yang gagah dan sigap. Bahkan, polisi sampai membentuk tim khusus untuk mengusut tindakan yang menimpa Novel tersebut.
“Kita sudah membentuk tim khusus gabungan dari Polres, Polda dan juga di backup nanti dari Mabes Polri. Kita akan berusaha maksimal untuk mengungkapnya,” papar Kapolri Tito Karnavian.
Pernyataan tersebut sekilas memberikan makna bahwa polisi cepat dan tanggap merespon kasus ini. Namun, yang perlu dicermati dan diingat, tindakan penyiraman dengan air keras ini pada dasarnya dapat dikategorikan tindakan teror. Bukan hanya pada aparat kepolisian ‘kelas bawah’, tapi kepada pejabat negara, KPK.
Namun sayangnya, pasukan “Burung Hantu” tidak terlihat gerak-geriknya untuk menuntaskan kasus tersebut. Padahal, untuk menyingkap jaringan teroris di Jawa Timur, tidaklah memerlukan waktu lama. Satu atau dua hari, semua terbongkar. Oleh Karena itu, sikap penegak hukum, terkhusus Densus 88 dalam hal ini perlu dipertanyakan. Di manakah peran mereka sebagai lembaga anti-teror dalam kasus Novel?
Padahal ketika mengusut terduga teroris Kendal (Irsyad), yang dinilai termasuk bagian dari pelaku penembakan di Tuban, mereka dapat langsung mengidentifikasinya. Padahal enam terduga teroris lain, seluruhnya telah ditembak mati di Tuban. Artinya, Densus mampu mengidentifikasi teroris di daerah yang berbeda, dengan jaringan yang sama.
Lantas, mengapa kepolisian perlu untuk membentuk tim khusus kembali dalam kasus Novel? Bukankah tim anti-teror Indonesia sudah eksis sejak belasan tahun lalu dengan sejumlah “prestasi”-nya? Maka, inilah yang sebenarnya kerap menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat, “Densus ini untuk siapa?” Apakah Densus hanya bertindak kepada pelaku dengan barang bukti Al-Qur’an?
Penulis: Taufik Ishaq (Jurnalis Kiblat.net)
Sumber: Kiblat.net