OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 06 April 2017

Nyanyian Nazaruddin, Membuka Tabir Korupsi dari Ganjar Pranowo dan GP Ansor

Nyanyian Nazaruddin, Membuka Tabir Korupsi dari Ganjar Pranowo dan GP Ansor

10Berita-Semua partai politik besar yang selama ini berkuasa Senayan, kini tengah di ambang pertanggungjawaban. Itu merupakan hukuman akibat perbuatan mereka di masa lalu. Hukuman karena telah sewenang-wenang merampok uang negara, hasil tetes keringat para pembayar pajak. Tidak tanggung-tanggung, Rp2,3 triliun uang rakyat mereka bagi-bagi demi ambisi pribadi menumpuk kekayaan materi. Seperti tidak menjadi masalah bagi mereka menyuapi anak dan istri dari uang kotor hasil curian itu.

Ada dua partai politik besar yang diduga terlibat sangat dalam di mega skandal korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP. Kedua parpol itu kini juga tengah berkuasa di pemerintahan, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Golongan Karya (Golkar).

PDIP menyumbangkan kader paling banyak di antara wakil rakyat periode 2009-2014 terduga pemakan uang haram e-KTP. Nama-nama besar di parpol besutan Megawati Soekarnoputri ini juga menghiasi daftar panjang anggota DPR penerima suap. Di antaranya, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey, dan Arief Wibowo.

Begitu pula dengan parpol berlambang pohon beringin. Tidak hanya sekedar nama besar, ketua umum mereka sendiri, Setya Novanto, disebut ikut terlibat. Bahkan, ruang kerjanya semasa menjabat ketua Fraksi Golkar di DPR, dijadikan tempat rapat untuk membahas pembagian uang suap. Selain Setnov, nama lain yang diduga turut menerima fee proyek e-KTP adalah Chairuman Harahap, Agun Gunanjar, dan Markus Nari. Kemudian juga mantan Ketua DPR Ade Komaruddin, termasuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang waktu itu berada di Komisi II dari Fraksi Golkar.

Selain kedua parpol itu, sebenarnya masih ada satu lagi parpol besar yang ikut terseret skandal tersebut, yakni Partai Demokrat. Namun beda dengan PDIP dan Golkar, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono ini telah lebih dulu mendapat hukuman. Bahkan mereka telah melakukan bersih-bersih dengan mendepak para koruptor dari rumah besar mereka. Seperti Anas Urbaningrum dan Nazaruddin, dua politikus yang disebut ikut terseret korupsi e-KTP. Nama terakhir bahkan sudah mengakui keterlibatannya.

Selain mengaku, Nazaruddin yang sudah menjadi narapidana kasus korupsi ini tampaknya juga menjadi Mr. Blower untuk mengungkap skandal tersebut. Terbukti, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (3/4/2017), ia membeberkan bagi-bagi duit ke anggota DPR, mulai pimpinan Badan Anggaran (Banggar) hingga pimpinan dan anggota Komisi II. Duit diberikan dalam bentuk dolar AS.

Ada satu yang menarik dari keterangan yang diberikan Nazaruddin, yakni salah seorang kader PDIP, Ganjar Pranowo, menolak pemberian uang suap e-KTP itu. Ia lantas berkoar di media sehingga publik sempat ribut sejenak. Keterangan itu senada dengan pengakuan Ganjar yang pada sidang sebelumnya dihadirkan sebagai saksi. Tetapi bedanya, Ganjar mengaku menolak karena tidak ingin diberi uang suap, sementara menurut Nazaruddin, dia ribut karena jumlahnya terlalu sedikit. Saat itu ia sebagai wakil ketua komisi diberi 150 dolar AS. Ia menolak karena ketua Komisi II mendapat 500 dolar AS. Setelah ditambah dan angkanya disamakan, ia pun mau menerima lantas tutup mulut ke media.

Pengakuan Nazaruddin lainnya, uang suap e-KTP juga dialirkan untuk mantan partainya, yakni sejumlah 500 ribu dolar AS. Namun uang tersebut dibagi dua oleh Khatibul Umam Wiranu dan Jafar Hafsah dengan pembagian 400 ribu dolar AS untuk Khatibul dan sisanya bagi Jafar. Uang itu disebut-sebut habis dipakai untuk pemilihan ketua Gerakan Pemuda Ansor, yang saat itu Khatibul menjadi salah satu kandidat ketua, meski kemudian gagal.

Nyanyian Nazaruddin ini memang membuat panas telinga orang-orang yang namanya disebut. Memang ini perlu pembuktian lebih lanjut. Tetapi jangan lupa, sudah banyak pengakuannya yang terbukti di pengadilan. Tidak sedikit pula tokoh-tokoh politik yang diseretnya ke balik jeruji besi, salah satunya rekan sejawatnya, Anas Urbaningrum.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga jangan diam. Jangan pula menutup mata. Mentang-mentang nama yang terlibat adalah orang-orang penting di partai penguasa, tetap harus diusut. Siapapun dia, hukum harus ditegakkan. Pengakuan Nazaruddin sudah menjadi fakta persidangan. Jika benar terlibat, mereka harus dilibas. Tetapi jika tidak, nama baiknya wajib dipulihkan. Jangan sampai kekecewaan rakyat semakin berlanjut karena KPK saat ini kurang bernyali menghadapi kroni-kroni penguasa.

Oleh: Patrick Wilson

Sumber: NETIZENPLUS.com.