OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Jumat, 04 Agustus 2017

Hakim MK: Jika Saya Katakan Mari Kita Ubah NKRI jadi Negara Serikat, Apakah Itu Makar?


Hakim MK: Jika Saya Katakan Mari Kita Ubah NKRI jadi Negara Serikat, Apakah Itu Makar?


10Berita-Hakim konstitusi Maria Farida Indarti mencecar ahli Eko Riyadi, yang memaparkan kaitan makar dengan HAM. Maria mengajukan pertanyaan apakah ide ajakan kembali ke negara serikat termasuk makar atau bagian dari kebebasan berpendapat.

"Misalnya saya mengatakan kenapa harus NKRI? Kenapa nggak negara serikat? Di mana provinsi-provinsi bisa hidup saling berkompetisi menjadi negara-negara bagian yang lebih bagus begitu. Dan saya berpendapat bahwa oh NKRI itu bukan harga mati, maka marilah kita mengubah NKRI itu menjadi negara serikat kembali. Saya berpendapat seperti itu misalnya, dan itu saya kembangkan. Apakah kebebasan saya berpendapat itu bertentangan dengan konstitusi?" kata Maria.

Hal itu sebagaimana dikutip dari risalah sidang MK, Senin (1/8/2017). Sidang tersebut digelar hari ini pukul 11.00 WIB dengan menghadirkan Eko Riyadi dan Prof Andi Hamzah.

"Apakah itu kemudian tidak boleh? Apakah itu merupakan suatu tindakan yang di sini dikatakan sebagai suatu makar?" ucap Maria, yang juga guru besar Universitas Indonesia (UI).

Mendapat pertanyaan itu, Eko menjawab ide yang dicontohkan oleh hakim konstitusi Maria bukanlah makar sepanjang ditempuh dan diwujudkan secara demokratis.

"Sepanjang mekanisme yang ditempuh adalah demokratis, menurut saya sah, sepanjang mekanismenya demokratis, sepanjang, sekali lagi," ujar Eko menjawab pertanyaan Maria.

"Saya selalu membaca tulisan-tulisan itu, menurut saya itu freedom of opinion yang harus dijaga, begitu menurut saya, Prof Maria Farida. Jadi itu menurut saya itu bagian, sepanjang demokratis, kita mengikuti prinsip-prinsip demokrasi yang pasti tanpa menggunakan kekerasan begitu, akademik, disampaikan dengan cara yang akademik melalui media, jurnal, buku, hasil penelitian, studi perbandingan, misal, menurut saya sah dan itu bagian dari freedom of opinion, menurut saya," tutur Eko.

Namun, apabila ide tersebut dituangkan dalam tindakan provokasi dan menyiapkan pasukan, hal itu bisa dimasukkan ke delik pidana.

"Tapi kalau saya mengajak teman-teman saya untuk mengubah UUD 1945, kemudian saya menyiapkan pasukan kayak begitu, saya kemudian memprovokasi untuk melakukan tindakan makar, misal, maka itu menjadi bermasalah, gitu," ucap Eko.

Adapun menurut Andi Hamzan, people's power bukanlah makar, sedangkan kudeta termasuk makar. Definisi makar haruslah dibuktikan dengan adanya percobaan, seperti adanya tank yang bergerak ke pusat pemerintahan dan pengerahan pasukan untuk menggulingkan pemerintah.

"Baru-baru ini demonstrasi besar-besaran di Korea Selatan untuk impeach presiden dan sudah berhasil. Yang belum berhasil adalah sekarang demonstrasi di Malaysia, dipimpin oleh Bapak Pembangunan Malaysia, Mahathir Muhammad, yang belum berhasil. Itu namanya people's power, kemauan rakyat, kehendak rakyat. Apakah DPR menerima atau tidak, itu soal lain. Tapi kalau membikin kerusuhan, membuat kerusuhan, itulah menjadi tindak pidana," ujar Andi.

Sehingga saat aneh jika ada yang menghubung-hubungkan anatara ide Khilafah dengan makar, ajaib sekali tuduhan mereka. Ide saja didiktekan dinegeri ini. [dc]

Sumber : dakwahmedia.web.id