OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 17 Mei 2018

Copot Kapolri Tito Karnvian

Copot  Kapolri Tito Karnvian

Kapolri Jendral Tito Karnavian.

10Berita  – Senayan dan sejumlah kalangan mendesak agar Presiden Joko Widodo mencopot Kapolri Jendral Tito Karnavian, karena semakin meluasnya teror bom di banyak daerah. Polri disebut tak mampu menjamin rasa aman masyarakat. Bahkan, kerusuhan 40 jam di Mako Brimob, merupakan pukulan telak bagi korps baju coklat.

“Presiden sebaiknya mengganti Kapolri, BIN dan BNPT. Ganti dengan orang yang lebih sanggup dan punya komitmen memberantas teroris,” kata Ketua DPP Partai Gerindra yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid, Rabu (16/3).

Dikatakan, presiden harus minta komitmen Kapolri, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BPPT) dalam mengatasi situasi negara dalam beberapa hari belakangan ini.

“Ini aksi teroris sudah semakin meluas. Presiden harus tanyakanKapolri, BIN dan BNPT, sanggup nggak mengatasi situasi ini dalam waktu yang ditentukan. Kalau nggak sanggup, ya dicopot saja,” tegas Sodik.

Sodik menambahkan, sejarah mencatat, Polri dan TNI adalah kekuatan yang sudah sangat teruji dan berhasil mengatasi berbagai gangguan keamanan di dalam negeri, mulai dari DI/TII sampai Gestapu PKI bahkan peperangan di Timor Timur.

Dengan kekuatan dan pengalaman TNI dan POLRI, serta tidak adanya basis budaya dan basis agama bagi terorisme, maka sesungguhnya persoalan penumpasan terorisme bisa dengan mudah diselesaikan.

“Terorisme yang berulang kali terjadi di Indonesia bisa diberantas, hanya tergantung pada kebulatan niat dan tekad Presiden dan jajarannya untuk menumpas teroris, bukan justru mengelolanya,” tegasnya.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI sekaligus Ketua Pansus Terorisme HR Muhammad Syafii menegaskan, peristiwa teroris yang terjadi di dalam waktu yang berdekatan lebih disebabkan kelalaian dari pihak kepolisian.

“Saya Raden Muhammad Safii anggota DPR RI Komisi III, Fraksi Gerindra, menyatakan keperihatinan yang mendalam atas peristiwa itu. Tapi saya menilai ini justru menunjukkan kelemahan di tubuh Polri dan Polri layaknya harus mundur,” ucapnya saat dihubungi INDOPOS, Senin (14/5).

Pria yang akrab disapa Romo ini menyatakan, seharusnya peristiwa itu tidak harus terjadi jika sistim deteksi dini atau early sistim berjalan. “Ini kok bunuh diri sampai harus lolos berkali-kali. . Karena peristiwa itu telah menelan korban jiwa rakyat Indonesia, yang sebagiannya justru adalah personel aparat kepolisian,” ucapnya.

Kenapa kepolisian bertanggung jawab, dia menyatakan, bahwa berbagai peristiwa terorisme dalam seminggu terakhir ini terjadi di tempat-tempat di bawah pengawasan kepolisian yaitu rutan Mako Brimob itu berada di tempat yang aman.

Kemudian, tambahnya, peristiwa berikutnya adalah di tiga gereja di Surabaya. Seluruh warga negara Republik Indonesia mengetahui bahwa satu-satunya rumah ibadah yang terus dijaga aparat kepolisian itu adalah Gereja, bukan Masjid, bukan Vihara. Tentu ini dilakukan untuk memberi rasa aman kepada warga Kristiani dalam melaksanakan ibadah.

“Tapi justru, di tempat yang dikawal polisi ini, peristiwa terorisme atau juga bom itu terjadi. Lagi-lagi saya melihat, penyebabnya adalah kelalaian dan ketidakprofesionalan kepolisian” ujarnya dengan nada kecewa.

Partai Gerindra, tegasnya, mendesak agar Kepala BIN, Kepala BNPT, Panglima TNI dan Kapolri untuk segera dicopot.

Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani menambahkan, teror-teror tersebut menunjukkan ketidaksiapan pemerintah dan aparat penegak hukum.

Bahkan, dia menyebut pemerintah dan aparat penegak hukum selalu tidak siap melakukan deteksi dini dan menanggulangi masalah-masalah dadakan seperti tindak terorisme.

"Menurut kami, sekali lagi ini adalah ketidaksiapan kita berkali-kali yang kami selalu ingatkan adalah problem kemendadakan. Kita selalu tidak siap dengan problem kemendadakan," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/5).

Padahal, kata Muzani lembaga-lembaga terkait telah diberikan perangkat untuk mendeteksi teror, seperti dukungan anggaran hingga payung hukum.

"Alat untuk mendeteksi kejadian yang bersifat mendadak itu sudah kita berikan apakah anggaran, apakah kerjasama, apakah koordinasi termasuk Undang-Undang yang sekarang ini berlaku. Baik Undang-Undang teroris tahun 2003 ataupun Undang-Undang tentang BIN," tegasnya.

Hal senada diungkapkan Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan. Ia menilai, kepolisian dan intelijen telah gagal dalam menanggulangi berbagai kejadian aksi kerusuhan di Mako Brimob dan pemboman di Surabaya.

“Ya saya kiri polisi telah gagal. Dan Kapolri sebagai penanggungjawab harus mundur atau diberi kesempatan tetapi diberi deadline cepat untuk mengungkap siapa dalang otak berbagai aksi terror itu. Termasuk memberi jaminan rasa aman kepada masyarakat,” singkatnya kepada INDOPOS.

Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Achmad menganggap wajar jika masyarakat dan sejumlah anggota DPR mendesak agar Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengundurkan diri atau dicopot dari jabatannya. Hal itu menyusul, serangkaian aksi terorisme dalam seminggu terakhir ini.

“Saya kira wajar jika jika peristiwa berdarah secara berturut-turut dalam beberapa hari ini membuat publik geram atas kinerja Kapolri, meski ada anggota kepolisian yang menjadi korban. Situasi ini nyata menunjukkan kepolisian belum mampu memberikan rasa aman sebagaiamana yang diatur di dalam UU kepolisian,” ucap Suparji kepada INDOPOS di Jakarta, Rabu (16/5).

Meski begitu, dirinya mengaku desakan itu bukan menjadi penyelesaian utama. Aksi terorisme mulai dari Rutan Mako Brimob, lalu aksi bom bunuh diri, mulai dari bom di tiga gereja termasuk Mapolrestabes Surabaya, hingga penyerangan Mapolda Riau pada Rabu siang kemarin harus menjadi pembuktian kerja bagi Kapolri untuk membuktikan sesegera mungkin mengungkap dalang dari aksi tersebut.

Salah satu caranya, ucap Suparji, presiden harus memberikan deadline kepada Kapolri Tito. Karena dengan arahan dan target yang terukur, lanjutnya, maka dapata digunakan untuk mengevaluasi posisi Kapolri.

“Saya kira dalam kondisi saat ini, tidak tepat juga untuk segera mencopot Kapolri. Tapi memang harus tetap diberi warning atau target untuk dapat menangkap aktor utama terorisme dan segera memulihkan keamanan dalam negeri,” ujarnya.

Sementara Kapolri Jendral Tito Karnavian, hingga tadi malam belum berhasil diminta keterangannya. INDOPOS yang sejak siang menunggu di Mabes Polri, tidak berhasil menemuinya. Sementara saat dihubungi di dua telepon miliknya, Tito tak memberi respon. (aen/dil/ydh)

Sumber :Indopos