OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 29 Mei 2018

Prabowo Boleh Tertawa, Jokowi Buktikan Bisa Bekerja atau Rakyat Sengsara

Prabowo Boleh Tertawa, Jokowi Buktikan Bisa Bekerja atau Rakyat Sengsara

Referensi pihak ketiga

10Berita, Hingga kini, Prabowo Subianto masih menjadi lawan terberat Joko Widodo. Namun, dua survei terakhir menunjukkan elektabilitas Prabowo mengalahkan Jokowi. Muncul tudingan itu hanya survei bayaran?

Survei Indonesia Network Election Survey (INES) dan Indonesia Development Monitoring (IDM) membuat kejutan. Keduanya menyatakan elektabilitas Prabowo dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 jauh lebih tinggi ketimbang Jokowi.

INES merilis elektabilitas top of mind Prabowo sebesar 50,20 persen, sedangkan Jokowi hanya sebesar 27,70 persen. Dalam skema pilihan tertutup untuk beberapa kandidat, elektabilitas Prabowo melonjak mencapai 54,5 persen dan Jokowi hanya puas diangka 26,1 persen. Survei dilakukan selama 16 hari, sejak 12 April 2018 sampai 28 ‎April 2018.

Begitu pula dengan survei IDM yang dilakukan sejak 28 April sampai 8 Mei 2018. Elektabilitas Prabowo berada di atas Jokowi. Survei menunjukkan head to head, Prabowo unggul 50,1 persen dan Jokowi hanya 29 persen.

Referensi pihak ketiga

Hasil dua survei ini berbeda jauh dengan hasil lembaga survei lainnya, sebut saja; Indo Barometer, Populi Center, Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC), PolMark Indonesia, Cyrus Network, CSIS, LSI Denny JA, Litbang Kompas, dan terakhir Alvara Research Center.

Hal ini lantas melahirkan dugaan survei INES dan IDM sebagai survei bayaran. Apalagi, biaya untuk melakukan survei yang melibatkan ribuan responden di beberapa wilayah tidaklah murah. Untuk satu kali survei menghabiskan Rp150 juta hingga Rp500 juta lebih.

Oscar Vitriano, Direktur INES, seperti dilansir tirto, mengklaim survei yang dilakukan lembaganya independen. Justru, INES menantang lembaga survei lainnya untuk buka-bukaan soal pendanaan. "Saya mau katakan bahwa (hasil survei) bisa berbeda, tapi belum tentu tidak kredibel," kata Oscar dikutip tirto.id, Kamis (10/5/2018).

Tentunya sangat tidak tepat memberikan tuduhan INES dan IDM adalah survei bayaran. Terlebih karena survei mereka memenangkan Ketum Partai Gerindra. Langkah terbaik adalah menguji hasil survei tersebut. Pengujian itu biasanya dilakukan asosiasi yang menaungi lembaga survei, dalam hal ini Asosiasi Riset Opini Publik (Aropi).

Referensi pihak ketiga

Sejauh ini, kubu Prabowo sendiri belum pernah menuding survei yang memenangkan Jokowi sebagai survei bayaran. Prabowo tak terpengaruh dengan hasil lembaga survei yang menyebut elektabilitas Jokowi unggul dan tidak tertawa mengetahui dua survei memenangkannya.

"Kita punya survei sendiri yang tidak akan kita rilis, survei ini menyatakan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia saat ini menginginkan percepatan pembangunan ekonomi oleh pemerintahan yang baru," kata Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno dikutip kompas.com, Kamis (19/4/2018).

Sementara, Jokowi jangan jumawa dengan sederet hasil survei yang mengunggulinya. Sebagai inkumben, Jokowi harus membuktikan dirinya bisa bekerja. Segudang isu masih menghadang seperti serbuan TKA Tionghoa, nilai tukar rupiah yang menyentuh angka Rp14.000 perdolar AS, pertumbuhan ekonomi yang masih di bawah target dan tingginya angka utang luar negeri.

Belum lagi tudingan pemborosan yang dikeluarkan negara untuk pertemuan tahunan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia sebesar Rp855 miliar, besarnya gaji Megawati sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Rp112 juta perbulan, dan penggunaan dana haji untuk infrastruktur. Kerja, kerja dan buktikan bisa bekerja atau rakyat sengsara.

Sumber :UC News