OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 04 Juni 2018

RADIKALISME, Setelah ROHIS Kini Menyasar UNIVERSITAS

RADIKALISME, Setelah ROHIS Kini Menyasar UNIVERSITAS


RADIKALISME

Oleh: Agi Betha
(Jurnalis)

BNPT menuding Tujuh Perguruan Tinggi Negeri terpapar virus Radikalisme: "PTN dan PTS yang banyak kena itu di fakultas KEDOKTERAN dan EKSAKTA."

Sementara mantan Rektor UIN yang juga cendekiawan muslim pro liberal, Azyumardi Azra, malah bersaksi bahwa kampus sebagai tempat bersarang paham radikal. Ia menyebut: "Sarang terorisme itu justru di perguruan tinggi umum."

Mula-mula memang tuduhan seperti itu dapat dengan mudah dipercaya oleh masyarakat awam. Maklum, yang menuduh adalah orang-orang berilmu, juga pejabat-pejabat yang dibayar mahal oleh rakyat sendiri. Tapi ketika tudingan Radikalisme itu hanya disematkan kepada para pengkritisi pemerintah, kepada Universitas-universitas ternama tempat berkumpulnya kaum cendekiawan intelektual berkelas internasional, maka kebenarannya menjadi sumir. Rakyat yang sudah pintar pun jadi kian keras berpikir.

Apalagi ketika belakangan penyematan stigma Radikal itu mulai menyasar kepada SIAPAPUN Penentang Ketidakadilan. Maka tudingan Radikal menjadi tidak murni lagi. Jauh dari arti kata asal dan bisa dianggap mengada-ada. Tak heran jika ramai-ramai di medsos kini si penuding malah ditertawai.

DUNIA TERBALIK. Dunia pun menjadi 'terlobak-labik' ketika diksi 'Radikal' dijual murah. Mempertanyakan soal banjirnya TKA Aseng disebut Radikal Rasis. Mendesak berlakunya keadilan terhadap Bocah Kacung agar ditahan, disebut Radikal Intoleran. Merasa sedih karena sarung dan cadar dijadikan tersangka, dimasukkan Radikal Agama. Membela habib yang difitnah, dikatai Radikal Bela Ulama.

Sebaliknya, polah koruptor turunan aseng yang memiskinkan negara, para pejabat yang ingkar kepada janji di bawah Kitab Suci Agamanya, dan para Ulama Su'u yang mengejar nafsu, malah dijadikan pedoman. Mereka seperti dilindungi dan perkataannya dimuliakan.

TUDUHAN RADIKALISME yang diumbar dan dijual obral itu lama-lama akan menghasilkan makna baru. Jika Radikal biasanya memiliki arti 'tuntutan atau perubahan yang mendasar dan prinsip', maka sekarang bisa menjadi sebutan untuk apa saja. MISALNYA:

•Ketika pesan nasi goreng: "Bang, bikinin satu yg pedesnya Radikal ya!"
•Rayuan lelaki kpd kekasihnya: "Cemana hati abang tak khawatir kehilanganmu dek, cantekmu itu Radikal kali'..!"
•Pelanggan di barbershop: "Tolong cukur yg Radikal, pak. Biar plontos kepalaku."
•Guru kepada muridnya: "anak-anak, belajarlah yg Radikal. Jangan malas, agar kalian bisa diterima di sekolah yg diimpikan."
•Rakyat satu kpd rakyat lainnya yg menyamakan penampakan seorang pejabat dengan Nabi Yusuf: "Dia seperti Nabi Yusuf? Memang kelen nih Radikal betul dungunya..!"
•Komentar rakyat soal BBM: "Naeek saja terus diem2. Kupikir sudah macam Radikal bebas saja harga BBM..!"
•Petani padi tentang panennya: "Bagaimana kami bisa bernapas, jika terus dihantam beras2 Radikal dari luar."
•Jurnalis ekonomi dalam laporannya: "Nilai tukar rupiah terus merosot menghadapi tekanan dolar Amerika yg kian tak terbendung. Pelahan tapi Radikal, rupiah merangkak mendekati angka 15 ribu."

Begitulaah nasib stigma Radikal yang dipaksakan.

Makna kata Radikal sudah tidak suci lagi. Ia bisa bergeser menjadi pengganti diksi atas apa saja. Sesuai dengan kehendak pemakainya dan sangat subyektif.

Terlebih ketika kini Pejabat dan Cendekiawan Liberal pro rezim menyematkan kata Radikal kepada fakultas Kedokteran dan Eksakta. Maka bisa diprediksi, akan makin banyak pelajar yang ingin terdaftar sebagai Mahasiswa di Fakultas-fakultas Radikal. Begitu juga peminat yang ingin diterima di tujuh PTN yang terpapar Radikalisme, pasti jumlahnya akan kian MEMBANJIR. Karena disini, Radikal itu berkonotasi Pintar. Radikal itu Otak Tinggi dan Sexi.

Bagaimana tidak? Jika dalam beragama saja mereka Radikal, apalagi ketika belajar ilmu dunia. Tidak seperti liberal, yang agamanya hanya sampiran dan dunianya untuk mencari kenikmatan. Maka hanya mereka yang Cerdasnya Radikal yang bisa diterima di tujuh Universitas Terpapar Radikal.

"Kamu diterima di Universitas mana?" tanya seorang anak liberal bernilai pas-pasan kpd temannya yg cingkrang berprestasi.

"Di Universitas Sarang Radikal donk..!" jawabnya sambil mengibas celana dan memamerkan senyum Radikal.

Radikal itu Pintar.
Radikal itu berubah jadi Kebanggaan.
Radikal itu jauh di atas kemampuan si liberal dungu.

😎😎😎😎😎

Sumber: fb penulis

***

Hmmh....setelah Rohis, Pesantren, kini Perguruan Tinggi. Makin lama bukan makin berkurang. Malah makin banyak.

Solusinya Adalah:

A. Anggaran Dinaikin (Lagi)
B. Ormas Islam disuruh Instrospeksi
C. Orang Islam Harus Mawas Diri
D. Semua Elemen Harus Ikut Program Deradikalisasi. pic.twitter.com/W0ToWBruNX

— MUSTOFA NAHRAWARDAYA (@NetizenTofa) 3 Juni 2018


Sumber : PORTAL ISLAM