OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 11 Maret 2019

Bantah Tudingan Tak Netral, KPU Salahkan Hoaks

Bantah Tudingan Tak Netral, KPU Salahkan Hoaks

10Berita, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menampik tudingan ketidak adilan penyelenggara Pemilu dalam Pilpres 2019 yang memunculkan berbagai persoalan. Lembaga penyelenggara Pemilu itu menyebut situasi menjadi panas karena berita hoaks.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan mengatakan kinerja KPU dalam menjamin legitimasi Pemilu diganggu oleh berita hoaks. Bahkan ada kesengajaan oknum tertentu untuk memproduksi hoaks, sehingga berita hoaks itulah yang menggerus kepercayaan publik dan mendelegitimasi Pemilu.
“Banyak tuduhan bahwa KPU tidak netral, contoh cuti bagi petahana President ketika turut serta menjadi paslon Pilpres. Saya sampaikan bahwa mekanisme cuti petahana dalam Pilpres berbeda dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sebab jabatan Presiden tidak bisa dikosongkan dalam menjalankan kerjanya walau hanya sehari,” katanya dalam diskusi Menjamin Legitimasi Pemilu di Gedung Kominfo, Jakarta, Senin, (11/3/2019).
Ia menjelaskan ada peraturan bagi calon presiden petahana dapat menyampaikan jadwal kampanyenya kepada KPU. Ketika tidak menyampaikan jadwal maka calon sedang menjalankan kerja jabatannya sebagai presiden.
Isu ke dua, kata Wahyu, terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN). Aturan KPU memperbolehkan ASN hanya dalam mesosialisasikan program-program pemerintah. Adapun yang dilarang ketika mengkampanyekan paslon tertentu.
“KPU terus senantiasa menyampaikan kepada publik agar ASN bersikap netral dan penyelenggara Pemilu akan menjamin legitimasi Pemilu. KPU meminta kepada publik untuk menunjukkan ketidaknetralan kami satu saja jika benar ada, saya rasa tidak ada satupun,” tuturnya.
Polemik ke tiga, data penduduk WNA yang masuk ke data pemilih. Wahyu menuturkan pihakny sudah menyisir data tersebut, alhasil jumlahnya sebanyak 101 penduduk WNA. Dalam mengunjungi setiap rumah data itu, mereka adalah warga negara di Asia.
“Kami memastikan pemilik yang memiliki hak memilih di TPS adalah warga negara Indonesia,” ujarnya.
Selanjutnya isu pemilih orang gila. Wahyu menyatakan bukanlah orang gila di jalanan yang dimaksud dalam aturan KPU. Melainkan pemilih yang dilayani  KPU adalah pemilih tunagrahita.
“Karena setiap warga negara harus dilayani hak pilihnya. Baik itu disabilitas, tunagrahita atau disabilitas tunagrahita,” tukasnya.

Sumber: Kiblat