10Berita, Di masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab, tersebutlah seorang penguasa Ghassan, Jabalah bin Aiham. Ia merasa tertarik dengan Islam, dan berkirim surat kepada sang khalifah, meminta izin untuk datang ke Madinah untuk memeluk Islam. Tentu saja Umar dan kaum muslimin merasa senang dengan hal tersebut.
Maka datanglah Jabalah bersama sekitar 500 pasukannya, ketika iring-iringan ini memasuki Madinah, penduduk Madinah dibuat terbelalak takjub. Sang Raja memakai baju yang dipintal dengan emas, juga mahkota yang dihiasai banyak permata. Sementara pasukan pengiringnya pun memakai baju yang sangat indah.
Umar pun menyambutnya, dan sang Raja Ghassan akhirnya memeluk Islam.
Referensi pihak ketiga
Pada musim haji, Umar melaksanakan haji, demikian pula Jabalah yang telah memeluk Islam. Pada saat thawaf, seorang fakir dari suku Fazarah tanpa sengaja menginjak kain ihram yang dipakai Jabalah. Raja Ghassan itu seketika marah besar dan langsung menampar si fakir hingga hidungnya mengeluarkan darah.
Pria Fakir ini tak menerima perlakuan kasar tersebut, ia mendatangi Umar, Khalifah yang sangat adil lagi bijaksana. Ia mengadukan peristiwa tersebut hingga Jabalah pun dipanggil.
Pada penguasa Ghassan itu Umar bertanya apa yang menyebabkannya menampar saudara seimannya hingga hidungnya berdarah.
Namun rupanya Jabalah masih marah, dengan berapi-api ia menjawab, “Dia menginjak kain ihramku. Andaikan bukan karena menghormati Ka’bah, ingin kupenggal kepalanya.”
Mendengar pengakuan itu, Umar memutuskan, "Ada dua pilihan, bayar denda kepadanya yang membuat dia merelakan kesalahanmu atau qishas, dan aku akan menampar wajahmu.”
Jabalah keheranan dengan keputusan itu,"Saya diqishas? Padahal saya adalah Raja sementara dia hanyalah seorang fakir?"
“Wahai Jabalah, Sesungguhnya islam menyamakan statusmu dengan dia. Tidak ada yang membuat lebih mulia selain taqwa.”Jawab Umar.
Mendengar jawaban Umar, Jabalah dengan segala kesombongan dan egonya berkata lantang, “Kalau begitu, saya akan balik nasrani.”
“Siapa yang murtad maka dia dibunuh, jika kamu kembali jadi nasrani, aku akan penggal kepalamu.” Jawab Umar tegas.
“Berikan aku waktu sampai besok, wahai amirul mukminin.” Pinta Jabalah
Siapa yang menduga, saat malam harinya, Jabalah bersama pengiringnya pergi meninggalkan Makkah dan menuju konstantinopel dengan keadaan sudah kembali pada agama lamanya.
Ketimbang meminta maaf atau diqishas, Jabalah memilih murtad. Dan untuk menghindari hukuman Umar, ia memilih berlari di malam hari seperti layaknya pengecut.

Lama setelahnya, seiring bertambahnya usia, Jabalah pun menua dan kemampuan indera manusia untuk menikmati dunia juga berkurang. Jabalah mulai merasakan kehampaan dan penyesalan. Ia terngiang-ngiang kenangan Indah semasa menjadi muslim. Ia mengingat manisnya iman ketika sholat dan berpuasa.
Namun, Jabalah tak kuasa kembali menjadi muslim. Kesombongan, keangkuhan dan segala kebanggaan yang dimilikinya telah menghalanginya untuk tunduk pada aturan Tuhan semesta alam. Ia pun bersyair dalam derai air mata penyesalan, dan mati di atas kekufuran.
Na'udzubillah min dzalik
Referensi pihak ketiga
Sumber Referensi:
kisahmuslim.com/3395-kisah-murtad-dari-islam-karena-sombong.html