Fakta atau Hoaks Hasil Rapid Test Reaktif Bila Anda Sedang Flu?
10Berita, Hasil reaktif rapid test akan muncul bila Anda sedang tidak fit atau bahkan saat sedang alami flu. Benarkah demikian? Ini penjelasan dokter.
Fakta atau Hoaks Hasil Rapid Test Reaktif Bila Anda Sedang Flu?
Sejak kemunculannya di akhir tahun 2019, virus corona memang jadi buah bibir masyarakat di seluruh dunia. Informasi demi informasi bermunculan sejak itu, terutama saat memasuki new normal.
Salah satu informasi tentang COVID-19 yang sedang beredar, katanya hasil rapid test akan reaktif jika Anda sedang flu. Benarkah demikian?
Ilustrasi Sedang Rapid Test
Meski banyak sekali informasi tentang virus corona yang dapat dipercaya, tidak sedikit juga kabar hoaks tentang bagaimana cara penyebaran virus corona yang meresahkan masyarakat.
Mengutip dari Kumparan, beredar sebuah pesan berantai di media sosial whatsapp yang menginformasikan ‘fakta-fakta’ seputar COVID-19. Berikut, isi pesan berantai tersebut:
Fakta Rapid Test
-----
- Saat rapid test yang diuji adalah tetesan darah, sedangkan virus covid-19 tidak menyebar di aliran darah melainkan di saluran pernapasan
- Rapid test tidak mendeteksi keberadaan virus, dia hanya mendeteksi antibodi kita sedang reaktif atau tidak. Kalau antibodi sedang reaktif, artinya sedang ada virus/bakteri yang masuk ke tubuh kita entah itu virus/bakteri apa. Ibaratnya virus/bakteri itu penjahat, sedangkan antibodi itu adalah polisi. Jadi kalau polisinya lagi reaktif nembak-nembakin senapan artinya sedang ada penjahat yang masuk
- Orang yang sakit flu biasa pun kalau dites dengan rapid test pasti hasilnya positif karena saat flu, ada virus yang masuk dan antibodinya reaktif
- Jadi kalau rapid test positif belum tentu kena corona, karena semua virus dan bakteri yang masuk ke tubuh kita bisa menyebabkan antibodi jadi reaktif dan hasil rapid test jadi positif
------
Fakta tentang PCR
------
- PCR adalah test selanjutnya setelah rapid test.
- Jika rapid test tujuannya mendeteksi antibodi sedang reaktif atau tidak. Nah, kalau PCR tujuannya untuk mendeteksi ada virus atau tidak di tubuh kita. Dengan PCR kita jadi tahu antibodi kita bereaksi karena bakteri atau karena virus.
- Yang diuji di PCR adalah sampel lendir dan dahak dari saluran pernapasan kita.
- PCR hanya bisa menunjukkan bahwa ada virus di tubuh kita, kemudian PCR bisa mendeteksi RNA dan DNA dari Virus tsb sehingga lewat PCR akan ketahuan virus apa yang masuk ke tubuh kita.
Jadi... tidak ada orang yang meninggal murni karena covid-19 dikarenakan didalam tubuhnya ada beraneka macam virus dan bakteri yang sudah masuk terlebih dahulu jauh hari sebelum corona masuk. Karena saking banyaknya virus jadinya antibodi tidak mampu membunuh semua virus dan bakteri, apalagi bagi orang yang sudah lanjut usia di mana produksi antibodinya sudah menurun.
Jika ada ribuan orang yang meninggal karena Corona, itu artinya sebelum corona datang sudah ada ribuan macam virus yang menyerang orang-orang tsb. Sehingga ketika corona datang, antibodi di tubuhnya sudah tidak bisa mengantisipasi lagi
Misal kemarin ada 1000 orang pasien positif corona kemudian hari ini ada 100 orang yang positif rapid test. Bukan berarti hari ini jumlah pasien bertambah jadi 1100. Ingat, rapid test hanya mendeteksi antibodi sedang reaktif atau tidak
-----
Fakta tentang virus covid
-----
- Angka kematiannya sangat kecil, dibawah 3% bahkan ilmuwan Amerika bilang katanya dibawah 1%. Jika di tubuh Anda hanya ada virus Corona saja tanpa kehadiran virus lainnya. Dalam 14 hari Anda akan sembuh dengan sendirinya dan Anda tidak akan mati
- Yang berbahaya dari virus Corona adalah, virus ini mudah berkembang biak dan cepat menyebar berpindah dari tubuh 1 orang ke tubuh orang lainnya
- Virus menyebar lewat cairan yang keluar dari mulut dan hidung serta lewat sentuhan tangan. Itulah kenapa kita harus pakai masker dan sarung tangan
- Virus ini akan tetap hidup didunia sampai hari kiamat, jadi mau memberlakukan PSBB sampai kiamat pun tetap virusnya nggak akan musnah. Satu-satunya solusi adalah pemerintah harus bergerak cepat memfokuskan segala sumber daya dan dana untuk menyediakan vaksin dan obatnya
Jadi... waspada harus, takut boleh...
Tapi jangan ketakutan berlebihan
Sebab ketakutan berlebihan akan menurunkan sistem imunitas. Lihat saja orang gila yang suka tidur di pinggir trotoar, mereka nggak kena corona karena mereka nggak pernah takut... Maklum namanya juga orang nggak sadar
Semoga bermanfaat, jika ada kesalahan mohon kritik dan sarannya
Artikel Lainnya: Perhatikan, Ini 5 Gejala Virus Corona yang Tidak Biasa
Ilustrasi Rapid Test
Dalam pesan berantai tersebut, informasi mengatakan bahwa orang yang menderita flu akan mendapatkan hasil rapid test virus corona yang reaktif.
Namun, pada kenyataanya, tidak benar orang yang menderita flu akan mendapatkan hasil reaktif saat dites menggunakan rapid test.
Menanggapi pesan berantai tersebut, ada beberapa hal yang akan dijelaskan dan diluruskan oleh dr. Devia Irine Putri.
Dirinya menyebut bahwa rapid test sendiri merupakan metode tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya antibodi IgM dan IgG yang diproduksi tubuh untuk melawan virus corona.
Di dalam alat itu sendiri, terdapat enzim yang merupakan protein, fungsinya sebagai katalis atau senyawa untuk mempercepat proses reaksi dalam suatu proses organik.
“Rapid tes cek IgG dan IgM nya (antibodinya). Kalau dia flu (dengan keluhan batuk pilek demam) tidak selalu positif COVID, bisa saja memang influenza biasa. Rapid test ini dibuat untuk mendeteksi adanya antibodi khusus melawan virus corona. Karenanya, salah jika dikatakan orang yang alami flu akan mendapatkan hasil reaktif COVID-19,” ujar dr. Devia.
“Tapi kalau hasilnya positif mungkin saja memang dia terinfeksi namun karena daya tahan tubuhnya baik, tidak ada riwayat penyakit penyerta jadi keluhannya masih ringan,” tambahnya.
Untuk rapid test sendiri, spesimen yang akan digunakan adalah darah. Pada rapid test cek virus corona, pemeriksaannya dan pengecekannya dilakukan dengan mendeteksi imunoglobulin.
COVID-19 memang tidak hidup di darah, tetapi seseorang yang terinfeksi akan membentuk antibodi yang disebut imunoglobulin.
Artikel Lainnya: Waspada! WHO Peringatkan Adanya Peredaran Obat Virus Corona Palsu!
Ilustrasi Tes PCR
Dalam pesan berantai tersebut dikatakan bahwa PCR (Polymerase Chain Reaction) hanya bisa menunjukkan bahwa ada virus di tubuh manusia, tetapi tidak menunjukan jenis virusnya.
Padahal, PCR sendiri bisa mendeteksi suatu urutan genetik yang khas untuk suatu virus.
“PCR adalah metode paling cepat untuk mengetahui apakah tubuh seseorang masuk dalam kategori ‘suspect’ memiliki virus SARS-Cov-2 yang merupakan penyebab dari coronavirus. Hasilnya juga cepat, hanya dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mengetahui apakah seseorang positif atau negatif corona,” kata dr. Devia.
“Memang, sampai saat ini sensitivitas dan spesifisitas rapid test tidak setinggi tes PCR. Maka sesuai protokol, jika positif 1x di-rapid test maka langsung test swab untuk memastikannya,” lanjut dr. Devia lagi.
Dr. Devia juga menjelaskan kepada KlikDokter, bahwa PCR ini akan mendeteksi RNA dari virus yang merupakan materi genetik virus itu sendiri.
RNA yang dideteksi oleh PCR bisa dari virus hidup maupun virus mati. Ini karena materi genetik memang masih ada beberapa saat setelah virusnya itu mati.
Jadi sampai saat ini, tes PCR memang jadi salah satu tes yang paling dianjurkan untuk mendeteksi keberadaan COVID-19.
Tidak semua pesan berantai bisa Anda “telan mentah-mentah” dan lantas langsung mempercayainya.
Sebaiknya, tanyakan kepada dokter untuk meyakini benar atau tidaknya informasi yang sedang banyak beredar di masa pandemi ini.
Nah, setelah mengetahui informasi di atas, jangan lagi percaya pada berita tidak valid yang beredar, ya!
KlikDokter juga telah bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan RI dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk menekan angka persebaran virus corona.
Apabila mau tahu lebih lanjut seputar COVID-19 gunakan fitur LiveChat untuk konsultasi langsung dengan dokter. Sedangkan untuk membantu menentukan gejala, Anda bisa mencoba tes virus corona online atau rapid testdi sini.
Sumber: Klikdokter