10Berita – Saat melakukan penangkapan terduga teroris berinisial HH di Condet, Jakarta Timur, Densus 88 menyita beberapa barang bukti atribut FPI. Di antara barang bukti yang ditampilkan adalah baju FPI, buku FPI, buku Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga FPI.
Kemudian amplop FPI, CD FPI dan Tablig Akbar Aksi Bela Islam, KTA FPI, poster bergambar Habib Rizieq, kaos Reuni Alumni 212 hingga baju Bang Japar dan baju LPI.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya menilai bahwa seluruh barang bukti tersebut akan menjadi temuan awal yang akan didalami oleh penyidik Densus 88. Artinya, polisi sementara ini tidak menemukan korelasi antara atribut FPI dengan tindak pidana yang terkait HH.
Menukil dari situs Hukumonline, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana tidak menyebutkan secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat disita, yaitu:
a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana;
d. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana;
e. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan,
Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang bukti. Maka, jika dikaitkan dengan kasus HH yang barang buktinya atribut FPI, Polisi harus mampu membuktikan bahwa semua yang disita berkaitan langsung dengan tindak pidana yang dituduhkan.
Jika barang yang disita ternyata tidak memiliki hubungan langsung dengan perbuatan pidana, maka jelas tindakan penyitaan tersebut sia-sia dan merugikan terduga teroris. Barang-barang pun harus dikembalikan serta perlu rehabilitasi, baik nama Habib Rizieq atau FPI. Karena secara tidak langsung nama HRS dan FPI tercemar.
Di sisi lain, masyarakat yang menganggap bahwa ada framing menteroriskan FPI dapat dimaklumi. Karena bagaimana bisa tindak pidana teror, tetapi yang disita CD FPI dan poster Habib Rizieq dan kaos 212? Lantas, jika seorang teroris di kamarnya dipenuhi lambang klub bola Liverpool apakah disita juga? Koruptor pun yang disita hanya benda terkait kejahatan. Tak ada penyitaan atribut partai atau ormas yang diikutinya.
FPI sendiri, baik yang baru atau yang sudah dibekukan secara organisasi tegas tidak setuju dengan tindakan terorisme dan bertolak belakang dengan ISIS. Maka, tindakan individu simpatisan atau anggotanya tidak pas jika dikaitkan dengan organisasi. Karena Polisi pun anggotanya pernah ada yang bergabung ISIS.
Framing yang menggiring tindakan individual sama dengan tindakan organisasi harus dihentikan. Dalam hal ini, kepolisian sebaiknya lebih selektif dan adil dalam menyita barang bukti tindak pidana. Jangan sampai, penegakan hukum menjadi tidak objektif dan bias.
Penulis: Taufiq Ishaq
Sumber: Kiblat.