Oleh KH Bachtiar Nasir
Bismillahirrahmanirrahiim.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
سَلْ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ كَمْ ءَاتَيْنَٰهُم مِّنْ ءَايَةٍۭ بَيِّنَةٍ ۗ وَمَن يُبَدِّلْ نِعْمَةَ ٱللَّهِ مِنۢ بَعْدِ مَا جَآءَتْهُ فَإِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
“Tanyakanlah kepada Bani Israil, berapa banyak bukti nyata yang telah Kami berikan kepada mereka. Barangsiapa yang menukar nikmat Allah setelah (nikmat itu) datang kepadanya, maka sungguh Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Surat Al-Baqarah ayat 211)
Bersyukurlah dengan apa yang Allah berikan kepada kita. Sekalipun hal itu bukan hal yang kita inginkan. Alhamdulillah ‘ala kulli hal. Bersabarlah karena ash-shabrun jamil itu adalah keadaan yang menerima apa pun yang Allah berikan dan menikmatinya. Betapa pun panjang penantian untuk dapat menjemput apa yang kita inginkan, tanpa mempertanyakan maksud Allah Azza wa Jalla dan meminta agar apa yang kita inginkan segera terjadi.
Sebuah peristiwa juga bukan terjadi berdasarkan rekayasa manusia. Melainkan terjadi karena ketentuan dan ridha Allah Ta’ala. Dan, untuk orang-orang beriman; peristiwa itu akan terjadi sesuai pada apa yang diyakini karena Allah selalu membenarkan, apa yang diyakini oleh orang yang selalu membenarkan Allah di dalam hatinya. Oleh karena itu, berbaik sangka lah selalu kepada Allah. Yakinilah bahwa pertolongan Allah itu benar dan selalu datang pada waktunya.
*Kekufuran Bani Israil*
Jangan seperti perilaku Bani Israil yang digambarkan dalam ayat Al-Baqarah 211 ini. Mereka senantiasa mempertanyakan kepada Allah, mengapa yang Dia berikan tidak sesuai dengan apa yang mereka yang inginkan. Oleh karena itu, ayat ini adalah pertanyaan retorik yang Allah perintahkan kepada orang beriman untuk melihat betapa banyaknya nikmat yang telah diberikan kepada bani Israil; dan betapa mereka juga selalu meminta yang lain sekaligus mengingkarinya.
Padahal apa yang diberikan kepada Bani Israil adalah nikmat-nikmat yang istimewa yang tidak semua umat manusia dapat memperolehnya. Seperti yang terdapat pada ayat 57 di surat Al-Baqarah tentang manna dan salwa yang telah Allah berikan untuk dijadikan makanan dan minuman bagi mereka. Manna sendiri adalah cairan seperti madu yang berwarna merah. Di dalamnya terdapat nutrisi yang tinggi untuk menjadi sumber energi bagi mereka yang sedang dalam perjalanan. Ada yang mengatakan bahwa manna langsung turun dari langit dan ada yang mengatakan bahwa manna terdapat pada dahan-dahan pepohonan yang mudah untuk diambil.
Ditambah dengan sekawanan burung atau salwa yang bergerombol menghampiri. Bani Israil kemudian dimudahkan oleh Allah Azza wa Jalla untuk bisa mendapatkan burung-burung salwa tersebut. Jadi, mereka mendapatkan dua nikmat, yaitu burung salwa sebagai makanan dan cairan manna sebagai minuman. Keduanya adalah karunia dari langit.
Namun, Bani Israil kemudian malah menagih hal lain yaitu apa yang berasal dari “bawah” atau bumi. Mereka berkata bahwa mereka tidak tahan dengan makanan yang “itu-itu saja”. Maka mereka merengek untuk diberikan sayur-sayuran, mentimun, adas, bawang merah dan bawang putih. Entah apa yang ada di dalam benak bani Israil. Akan tetapi, mengingkari nikmat dan menolak bukti nyata karunia Allah, inilah yang membuat-Nya murka. Selain perilaku kufur lain mereka yang juga sudah melampaui batas. Inilah yang kemudian membuat Allah mengancam orang-orang yang berperilaku seperti Bani Israil ini dengan balasan atau azab yang sangat keras.
*Ajakan Bertafakur*
Banyaknya ayat Allah Ta’ala yang nyata dihadapan kita, tak lain untuk mengingatkan ketinggian kuasa-Nya. Karena itu, bila ingin berhasil menjadi orang yang senantiasa menyucikan dan tunduk pada keperkasaan-Nya, bertasbih dan bertafakur lah dengan setiap penciptaan-Nya dalam semesta. Cobalah respon ayat-ayat Allah dan hadits Rasulullah, sebagaimana yang diinginkan oleh ayat tersebut. Sebagaimana para sahabat Rasul.
Ayat-ayat Allah Ta’ala terbagi menjadi ayat Qur’aniyyah dan ayat Kauniyah. Misalkan bila membaca ayat 96 surat Al-Waqi’ah yang berbunyi, “ Fasabbih biismi rabbikal ‘azhiim” yang artinya “Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar.” Itu adalah perintah untuk bertasbih. Saat itu bacalah Subhana rabbiyal ‘adziiim.
Allah Azza wa Jalla banyak sekali mengajak kita berfikir melalui ayat-ayat-Nya. Tak lain untuk memberikan kebenaran yang tidak bisa sangkal untuk senantiasa bersyukur dan tunduk pada kebesaran-Nya. Dengan ayat-ayat yang mengajak seorang manusia berpikir inilah, Allah memberi tahukan berbagai hal yang membuat manusia berilmu dan memiliki panduan untuk menjalani hidup. Apa petunjuk teknis tentang hal yang perlu dilakukan, maka Allah memberitahukannya di setiap ujung ayat. Bertasbih, bersyukur, taat, dan berbagai hal lainnya. Karena, memang tidak ada yang dapat dilakukan oleh manusia untuk menandingi penciptaan-Nya dan kekuasaan-Nya untuk memelihara apa yang diciptakan-Nya.
Biasakanlah untuk berpikir dalam setiap peristiwa yang terjadi atas kehendak Allah. Setiap ayat kauniyah sebenarnya adalah tanda-tanda pengingat dari Allah agar kita selalu bersyukur. Hujan yang turun, sesungguhnya adalah rahmat bagi alam semesta. Namun, kebanyakan kita malah kufur dengan menyesali turunnya. Api adalah rahmah untuk keperluan hidup dan keselamatan. Namun, kita akan segera kufur dan menuduhnya sebagai penyebab bencana, manakala api merajalela akibat kelalaian kita sendiri.
Kebiasaan buruk kita yang selalu berulang-ulang melakukan dan melihat berbagai hal tanpa mempedulikan adab dan akal inilah yang kelak tanpa sadar membuat kita perlahan menjadi kufur dan lupa bersyukur. Maka, bertasbihlah dan lakukanlah apa yang diinginkan oleh ayat-ayat Allah dan hadits Rasul-Nya agar kita tidak kufur terhadap ayat-ayat-Nya yang bayyinah atau jelas ini.
*Nikmat Terbesar*
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Al-Waqi’ah ayat 88-96:
فَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ
فَرَوْحٌ وَرَيْحَانٌ وَجَنَّتُ نَعِيمٍ
وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ
فَسَلَامٌ لَكَ مِنْ أَصْحَابِ الْيَمِينِ
وَأَمَّا إِنْ كَانَ مِنَ الْمُكَذِّبِينَ الضَّالِّينَ
فَنُزُلٌ مِنْ حَمِيمٍ
وَتَصْلِيَةُ جَحِيمٍ
إِنَّ هَٰذَا لَهُوَ حَقُّ الْيَقِينِ
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ
“adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia memperoleh ketenteraman dan rezeki serta jannah kenikmatan. Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatan lah bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan adapun jika dia termasuk golongan yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang mendidih, dan dibakar di dalam jahannam. Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha Besar.”
Nikmat yang terbesar dalam hidup kita adalah nikmat mendapatkan informasi tentang kehidupan abadi setelah kehidupan fana di dunia ini. Informasi tentang orang-orang yang didekatkan kepada Allah (Al-Muqarrabiin), orang-orang yang masuk surga dari golongan kanan yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab – di antaranya adalah mereka yang meninggal sebelum baligh (Ashabul Yamin), dan orang-orang yang termasuk dalam golongan yang mendustakan lagi sesat (Al-Mukadzibiinadh-Dhaliin).
Dengan adanya informasi ini, kita mendapatkan bashirah atau pengelihatan atau tuntunan agar hidup kita dapat berjalan di atas jalur yang benar. Agar selalu dekat dengan apa yang Allah dan Rasul-Nya inginkan dan agar dapat selamat sampai di surga kelak dan berjumpa dengan-Nya. Bila dibandingkan dengan kenikmatan yang sementara di dunia ini, apakah lagi kenikmatan yang lebih besar selain hidup yang selalu berada dalam naungan dan kasih-sayang-Nya?
Oleh karena itu, marilah instrospeksi diri kita, lebih dekat manakah perilaku kita dengan perilaku Bani Israil yang senantiasa melecehkan dan mengingkari nikmat Allah; ataukah perilaku yang senantiasa bersyukur dan berusaha lebih dekat dengan takwa? Semoga Allah Ta’ala selalu rida pada setiap usaha kita mendekat pada-Nya.
Sumber: Panjimas