10Berita - Pemerintah dan DPR memberi sinyal mendukung usia calon presiden dan calon wakil presiden minimal 35 tahun.
Diketahui, gugatan soal batas minimal usia capres dan cawapres dilayangkan oleh tiga pihak ke MK.
Hal ini pun menuai sorotan dan dinilai menjadi strategi dalam memuluskan langkah anak dan mantu Presiden Joko Widodo untuk bisa maju di pilpres.
Apalagi selama ini, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming santer disebut berpotensi jadi cawapres.
Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana beraksi keras. Dia mengaku menolak pencawapresan Gibran.
PSI meminta syarat umur diturunkan dari 40 ke 35, sedangkan Partai Garuda meminta meski belum berusia 40 tahun, tetap bisa maju menjadi kontestan pilpres, sepanjang "pernah menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah".
Denny Indrayana memilih cara membahasakan yang berbeda. Lebih lugas, lebih jelas. Karena menurutnya situasi penegakan hukum tidak sedang baik-baik saja.
“Hukum kita sedang sakit parah, digerogoti praktik curang mafia hukum alias mafia peradilan. Saya memilih bahasa jujur, bahasa lebih terang. Meski dengan risiko disalahartikan. Tidak ada perjuangan, tanpa risiko! Apalagi melawan kedzaliman dan ketidakadilan!,” ucapnya, dalam keterangannya, Kamis, (3/8/2023).
“Yang penting niat kita diluruskan. Sama sekali bukan untuk menyerang pribadi-pribadi, tetapi justru untuk menjaga institusi MK agar tetap berwibawa dan terhormat. Menjaga demikian, tidak perlu dengan cara puja-puji, tetapi tidak jarang dengan menyampaikan kritikan dan masukan, meskipun mungkin dirasa pahit, layak obat, tetapi niatnya menyembuhkan penyakit,” sambungnya.
Menurutnya, perkara ini bukan hanya soal konstitusionalitas syarat umur capres-cawapres, bukan hanya "diduga kuat terkait dengan kepentingan politik praktis pemilu 2024" tetapi lebih terangnya, adalah terkait dengan opsi dan skenario Jokowi untuk membuka kemungkinan Gibran Jokowi menjadi kontestan dalam Pilpres 2024.
“Saya tidak menuliskan Cawapres dalam Pilpres 2024, karena siapa tahu ada godaan menjadi Capres, meski tentu peluangnya lebih kecil. Kenapa demikian cara membacanya? Salah satunya, karena PSI sebagai salah satu pemohon, rekam jejaknya adalah cerminan alias bayang-bayang arah politik Jokowi. Bahasa yang sekarang digunakan PSI, ‘Tegak lurus pada Jokowi’,” ungkap Eks Wamenkumham ini.
Ditegaskan, pengajuan uji materi syarat umur itu, tidak bisa dibaca secara culun hanya untuk memperjuangkan usia muda.
Tetapi adalah agenda dan skenario PSI membantu Jokowi, yang pernah mereka dukung untuk menjabat tiga periode, sebagaimana mereka mendukung dinasti Jokowi melalui Gibran di Solo, putra bungsu Jokowi Kaesang Pangarep di Depok, dan Menantu Jokowi Bobby Nasution di Medan.
Lebih lanjut kata Eks Stafsus Presiden era SBY ini, tak ada salahnya menyoal konstitusionalitas syarat minimal 40 tahun itu. Menurutnya, itu adalah langkah hukum yang sah dan dijamin UUD 1945.
Tetapi, jalan hukum yang dijamin konstitusi itu, tidak boleh disalahgunakan untuk kepentingan jangka pendek politik praktis, apalagi semata untuk membuka jalan perorangan Gibran Jokowi menjadi kontestan Pilpres 2024, karena undang-undang bukan untuk kepentingan orang-perorang, anak Presiden Jokowi sekalipun.
Dia berpandangan, sebenarnya terbuka peluang untuk menyoal legal standing Para Pemohon yang menguji syarat umur tersebut, sehingga putusannya bisa menjadi "tidak diterima" (N.O.).
Namun lanjutnya, kalaupun dianggap mempunyai kedudukan hukum (legal standing), maka MK seharusnya menolak permohonan, karena soal umur adalah open legal policy, yang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, Presiden dan DPR (juga DPD), dalam proses legislasi untuk merumuskannya. Bukan, kewenangan lembaga peradilan, termasuk MK, melalui proses ajudikasi untuk memutuskannya.
Apalagi, dalam sidang 1 Agustus lalu, Presiden Jokowi dan DPR sudah terkesan setuju dengan permohonan, sehingga proses legislative review di Senayan—bukan judicial review di MK, lebih tepat menjadi perumusan norma syarat umur tersebut. Sehingga putusan MK tidak terus dimanfaatkan sebagai alat politik, dan institusi MK terhindar dari politisasi pemilu, khususnya Pilpres 2024.
Dijelaskan, agar tidak terjebak jauh dalam pada kepentingan politik praktis 2024, seharusnya perkara ini bisa diputus lebih cepat, agar tidak menyandera proses pencalonan Pilpres 2024 yang sedang berjalan.
“Amat tidak sulit bagi MK menyerahkan persoalan ini ke proses legislasi, dan paham bahwa tidak ada soal diskriminasi dalam syarat minimal umur tersebut. Sudah amat banyak soal putusan MK yang sejenis, sehingga secara keilmuan, tidak ada alasan untuk menunda memutus perkara ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Fraksi Gerindra Habiburokhman yang menjadi perwakilan DPR yang hadir dalam sidang MK tersebut menyampaikan, berdasarkan beberapa putusan MK terkait dengan isu batasan usia menunjukkan telah terbuka ruang bagi yudisial review terhadap norma yang membuat pengaturan mengenai angka penetapan batas usia dalam Undang-undang terhadap UUD 1945.
“Sepanjang penetapan usia tersebut, satu jelas-jelas melanggar nilai moralitas. Dua, rasionalitas dan ketidakadilan. Tiga, bertentangan dengan hak politik. Empat, kedaulatan rakyat. Lima, melampuai kebijakan pembentukan UU dan enam merupakan penyalahgunaan kewenangan serta tujuh nyata-nyata bertentangan dengan UU negara RI 1945,” jelasnya dikutip channel YouTube MK.
Dijelaskan, perubahan ketatanegaraan sangat cepat, reformasi dan birokrasi dituntut mampu mengarahkan model ketatanegaraan yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Baik secara nasional maupun secara global.
Permasalahan birokrasi yang ada dan status dan harus diselesaikan juga merupakan tantangan lembaga bangsa yang harus dikenal dan dipahami oleh seseorang yang akan duduk sebagai seseorang yang akan duduk sebagai pemimpin dalam pemerintahan. Khususnya bagi seseorang yang akan memegang kekuasaan tertinggi dalam suatu negara.
Sehingga adanya pengalaman sebagai penyelenggara negara dianggap menjadi salah satu modal penting bagi calon presiden maupun calon wakil presiden di Indonesia.
“Banyaknya tantangan dan kompleksitas yang harus dihadapi dalam memimpin negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduknya yang demikian besar tentunya tidak sekadar dibutuhkan seseorang yang memiliki pengalaman duduk sebagai pendamping Negara,” tutur pria kelahiran Lampung ini.
Berdasarkan data BPS di Indonesia kata dia, diperkirakan memasuki bonus demografi dengan periode puncak antara tahun 2020 sampai 2030.
Hal ini ditunjukkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang besar menyediakan sumber tenaga kerja, pelaku usaha dan konsumen potensial yang sangat berperan dalam percepatan pembangunan.
Oleh sebab itu lanjutnya, penduduk usia produktif khususnya generasi yang lebih mudah dapat berperan serta dan mempersiapkan diri dalam pembangunan nasional diantaranya untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden.
“Mengacu pada aturan yang ada di berbagai negara di dunia yang mengatur syarat usia minimal pencalonan presiden dan wakil presiden terdapat kurang lebih 45 negara di dunia memberikan syarat minimal berusia 34 tahun diantaranya di Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India dan Portugal. Terdapat kurang lebih 36 dan 38 negara yang memberikan syarat minimal usia 40 tahun yaitu Korea Selatan, Jerman, Singapura, Filipina dan Irak,” jelasnya.
“Bahwa dengan demikian terdapat terhadap pengujian pasal 169 UU Nomor 7 tahun 2017 sebagaimana dibawakan kemudian konstitusionalnya oleh para pemohon, DPR RI menyerahkan sepenuhnya kepada yang mulia hakim konstitusi,” pungkasnya.
Sementara itu, Staf ahli Kementerian dalam Negeri (Kemendagri) Togap Simangunsong sebagai perwakilan pemerintah menyampaikan, dalam memilih presiden dan wakil presiden yang baik adalah yang memiliki integritas dan kapabilitas moral yang memadai, mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, maka diperlukan kriteria-kriteria dan ketentuan-ketentuan syarat tertentu.
Hal tersebut merupakan kebutuhan dan persyaratan standar bagi seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden maupun wakil presiden.
Disebutkan, berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat 2 UUD 1945 menyatakan syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Hal ini mengandung makna bahwa kebijakan terkait persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden merupakan kewenangan pembentukan UU yaitu DPR dan pemerintah
Selain itu, berdasarkan ketentuan pasal 28 D ayat 1 UUD 1945 menyatakan setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum serta perlakuan yang sama di depan hukum disebutnya dapat diartikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk diakui keberadaan dan eksistensinya, dijamin hak-haknya sebagai warga negara serta dilindungi kepentingan atas asas kepastian hukum dan kesetaraan di hadapan hukum (equality before the law), dengan demikian maka hukum harus dapat mengakomodir hal-hal yang tersebut dengan memperhatikan asas-asas hukum yang bersifat fundamental
“Berdasarkan ketentuan pasal 28 aayat 3 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan mengandung makna bahwa siapapun warga negara memiliki hak yang sama untuk mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memerhatikan penalaran logis atas kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas kenegaraan,” tandasnya.
Sumber: Fajar