OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label HUKUM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label HUKUM. Tampilkan semua postingan

Minggu, 06 Desember 2020

Tambah 1 Nama Lagi, Berikut Menteri Jokowi Yang 'Berurusan' Dengan KPK

 Tambah 1 Nama Lagi, Berikut Menteri Jokowi Yang 'Berurusan' Dengan KPK


10Berita  Berikut ini sederet menteri Era Jokowi yang terjerat kasus korupsi, sebagaimana diberitakan Fixindonesia.com dalam artikel, "Mensos Juliari Batubara Jadi Tersangka, Ini Sederet Menteri Era Jokowi yang Terjerat Kasus Korupsi".

1. Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi

Pada 29 Juni 2020, Majelis hakim pada Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat menyatakan Imam terbukti bersalah dalam kasus suap terkait pengurusan proposal dana hibah KONI dan gratifikasi dari sejumlah pihak.

Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi divonis hukuman 7 tahun penjara karena terbukti menerima suap atau gratifikasi.

Vonis ini lebih ringan tiga tahun dari tuntutan jaksa penuntut umum 10 tahun penjara dan tambahan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Imam Nahrawi dinyatakan terbukti menerima suap dan gratifikasi bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum.

2. Mantan Menteri Sosial Idrus Marham

KPK telah menetapkan Idrus Marham sebagai tersangka saat menjabat sebagai Mensos pada kabinet pemerintahan Jokowi-JK. Idrus lalu divonis bersalah dalam kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Idrus bebas dari Lapas Cipinang pada Jumat, 11 September 2020 pagi setelah dua tahun menjalani pidana penjara.

3. Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 25 November 2020 dini hari sekitar pukul 01.23 WIB.

Baca Juga: Jenazah Korban Banjir Medan Tersangkut di Pohon Pisang, Lumpur dan Sampah Penuhi Bekas Rendaman

Setelah ditangkap, Edhy Prabowo menyatakan pengunduran dirinya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) setelah Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka kasus korupsi.

Politisi Gerindra ini ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dalam kasus perizinan tambak, usaha dan/atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

Dalam konferensi pers Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango menjabarkan bahwa uang suap yang diterima Edhy dibelikan barang-barang mewah oleh dan istrinya di Honolulu AS.

Baca Juga: Tips Mencegah Mobil Terbakar Saat Isi Bensin di SPBU, Lepas Sabuk Pengaman saat Isi BBM

4. Menteri Sosial Juliari Batubara

Yang terbaru adalah kasus korupsi yang menjerat Menteri Sosial periode 2019-2024, Juliari Batubara.

Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara resmi menjadi tersangka dugaan menerima suap dana bansos Covid-19 Kemensos, status ini ditetapkan KPK setelah melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) yang mengamankan 5 tersangka lainnya.

Yaitu, Matheus Joko Santoso, Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama (TPAU) Wan Guntar (WG), tiga pihak swasta, masing-masing Ardian I M, Harry Sidabuke, dan Sanjaya (SJY) serta Shelvy N (SN) sekretaris di Kemensos.

Saat ini, Juliari P Batubara ditetapkan oleh KPK yang disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Berdasarkan pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri, dalam konferensi pers KPK, Minggu 6 Desember 2020, ia bahkan menyampaikan bahwa ia dan KPK tidak menutup kemungkinan untuk menjatuhkan hukuman mati kepada politisi PDI Perjuangan itu.

Baca Juga: Juliari Batubara Ditetapkan sebagai Tersangka, Jokowi: Kita Percaya KPK Bekerja Secara Transparan

"Ya bisa saja (tuntut hukuman mati, Red). Sesuai pasal 2 ayat 2 UU Tipikor," tegas Firli.

Menurut Firli, KPK tidak akan main-main untuk menuntut hukuman mati terhadap pelaku korupsi dana covid-19.

"Ini tidak main-main. Ini saya minta betul nanti kalau ada yang tertangkap, saya minta diancam hukuman mati. Bahkan dieksekusi hukuman mati," kata Firli. [pikiran-rakyat]

Jumat, 04 Desember 2020

Pengacara Ungkap Kejanggalan dalam Penangkapan Ustadz Maaher, Bandingkan dengan Kasus Denny Siregar

 Pengacara Ungkap Kejanggalan dalam Penangkapan Ustadz Maaher, Bandingkan dengan Kasus Denny Siregar


10Berita - Kuasa Hukum Soni Eranata alias Ustadz Maaher selaku pemilik akun twitter Ustadz Maaher At-Thuwalibi (28), Djudju Djumantara, menilai ada kejanggalan dalam proses penangkapan terhadap kliennya yang dilakukan penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim.

“Banyak keanehan-keanehan dalam proses penangkapan ini. Jelas ini proses penegakan hukum tampak sekali terjadi kejanggalan dan diskriminasi,” kata Djudju di Gedung Bareskrim pada Kamis, 3 Desember 2020, seperti dilasnir Viva.co.id.

Menurut dia, kliennya Ustadz Maaher langsung ditangkap oleh penyidik tanpa adanya pemanggilan terlebih dahulu sebagaimana yang telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

“Yang bersangkutan itu kan tanpa prosedur pemanggilan sesuai aturan Pasal 1 KUHAP, langsung beliau ditangkap dan dibawa ke Bareskrim jam 04.00 WIB oleh Direktorat Siber,” ujarnya.

Bandingkan dengan Kasus Denny Siregar, polisi menyampaikan sudah memanggil berulang kali Denny Siregar namun yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan. Dan sampai sekarang Denny Siregar bebas-bebas saja tidak ditangkap.

Kuasa Hukum Ustadz Maaher mengatakan kliennya ditangkap atas laporan dari pihak Nahdlatul Ulama (NU), yakni tuduhan soal ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ITE.

“Sekarang ini statusnya langsung tersangka. Beliau bukan disangkakan lagi, tapi dikenakan Pasal 45a Ayat (2) dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE. Makanya, kita baru dapat info dari penyidik bahwa beliau akan segera di-BAP dan didampingi,” jelas dia.

Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono, menjelaskan kronologi penangkapan terhadap Ustadz Maher At-Thuwalibi pada pukul 04.00 WIB. Menurut dia, Ustaz Maher ditangkap terkait dugaan tindak pidana menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu atau kelompok berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).

"Tersangka dibawa ke Bareskrim untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan mempersiapkan administrasi penyidikan," kata Argo di Jakarta pada Kamis, 3 Desember 2020.

Kemudian, Argo mengatakan penyidik juga melakukan pemeriksaan digital forensik terhadap barang bukti yang disita oleh penyidik berupa satu buah iPhone GS, satu buah Samsung Tab putih, satu buah handphone Oppo tipe 2043, satu buah hand phone Samsung A71 dan satu buah KTP atas nama Soni Eranata, NIK 1207231404900001.

"Yang bersangkutan ditangkap jadi tersangka," ujarnya.

Atas perbuatannya, Argo mengatakan Ustaz Maher dipersangkakan melanggar Pasal 45 ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.


Sumber: 

Kamis, 03 Desember 2020

Habib Rizieq: Penegakan Hukum Sudah Darurat, Penuh Rekayasa & Tumpul ke Buzzer

 Habib Rizieq: Penegakan Hukum Sudah Darurat, Penuh Rekayasa & Tumpul ke Buzzer



 

10Berita- Habib Rizieq Shihab menyebut penegakan hukum di Indonesia dalam keadaan darurat. 

Sehingga dia menyeru agar segera dilakukan revolusi secara cepat dalam sistem hukum.

"Revolusi ahlak dalam level sistem ini harus serius, fokus, melakukan sesuatu gerakan perubahan secepatnya tidak bisa ditunda-tunda lagi," kata Habib Rizieq dalam acara dialog nasional secara virtual, Rabu (2/12/2020).

Dia menilai diperlukannya revolusi hukum secara cepat karena penegakan hukum di Indonesia penuh rekayasa. 

Penegak hukum Indonesia tidak adil pada semua masyarakat, penegakan hukum dinilai tebang pilih.

"Karena sudah kedaruratan dari penegakan hukum yang tidak beradab, rekayasa, dan penyiksaan, serta tajam ke pihak yang kritis, tumpul kepada buzzer. Sistem hukum ke penegakan hukum yang adil dan beradab," jelasnya.  (*gelora)


Selasa, 01 Desember 2020

PN Jaksel Sidangkan Kasus Ahok Beli Tanah Milik Pemprov DKI

 PN Jaksel Sidangkan Kasus Ahok Beli Tanah Milik Pemprov DKI




10Berita
-  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mulai menggelar sidang gugatan praperadilan penghentian penyidikan secara materil dan tidak sahnya dalam perkara pembelian lahan Cengkareng oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan agenda pembacaan permohonan, Senin (30/11/2020).

Sidang tersebut dihadiri kedua belah pihak, yakni pemohon dari Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) dan para termohon, yakni Polda Metro Jaya, Bareskrim Polri, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI.
 
Sidang dengan nomor perkara nomor perkara 128/Pid.Pra/2020/Pn.Jaksel itu dipimpin oleh hakim tunggal, yaitu Yusdhi. i SH, sedangkan materi permohonan dibacakan oleh Kurniawan Adi Nugroho selaku Kuasa Hukum MAKI dan Lembaga Pengawas dan Pengawal Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI).

Materi permohonan yang dibacakan, terdapat 16 poin, salah satunya adalah, hingga permohonan praperadilan aquo diajukan ke PN Jaksel, termohon II (Bareksrim Polri) tidak menetapkan tersangka dan termohon III (Kejati DKI) tidak segera mengajukan berkas perkara untuk dilakukan penuntutan ke pengadilan Tidak Pidana Korupsi.

Dengan berlarut-larutnya penetapan atas perkara pokok korupsi pembelian tanah Cengkareng, sudah seharusnya diambil alih oleh termohon IV yakni KPK. Namun, hal yang sama juga tidak dilakukan oleh lembaga antirasuah tersebut.

Koordinator MAKI Bonyamin Saiman, menambahkan, sidang akan kembali dilanjutkan Selasa hari ini (1/12/2020) dengan agenda mendengarkan jawaban dari para termohon. Gugatan praperadilan tersebut diajukan oleh MAKI ke PN Jaksel pada 13 Oktober 2020.

Sidang pembacaan permohonan sempat ditunda sebanyak dua kali karena termohon dari Bareskrim Polri tidak hadir, yakni pada 3 November dan 16 November 2020. 

ASAL USUL KASUS

Bonyamin menyebutkan, pihaknya mengajukan gugatan praperadilan mangkraknya kasus penyidikan perkara pembelian lahan di Cengkareng, Jakbar untuk rumah susun (rusun) oleh Pemprov DKI Jakarta yang ditangani Bareskrim Polri.

Kasus tersebut telah bergulir sejak 2015, yakni pembelian lahan seluas 46 hektare dengan dana sebesar Rp 668 miliar lebih pada masa Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.







Lahan yang dibeli oleh Dinas Perumahan dan Gedung Perkantoran Provinsi DKI Jakarta dengan dana bersumber dari APBD DKI tersebut diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi. “Ternyata tanah yang dibelanjakan sudah milik Pemprov DKI, sudah jadi aset. Jadi, sama dengan membeli barangnya sendiri,” kata Boyamin.

Dugaan korupsi ini diperkuat dengan hasil klarifikasi yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Pemprov DKI kepada orang yang mengaku pemilih lahan bersertifikat adalah salah.

Selain itu, PN Jakbar memutuskan pelapor yang mengaku memiliki sertifikat atas lahan yang dibeli, tidak berhak menerima pembayaran karena tanah tersebut sudah menjadi milik negara. “Diduga sertifikat yang dimilikinya asli tapi palsu,” kata Boyamin.

Berdasarkan temuan tersebut, Bareskrim Polri menelusuri perkara tersebut dan pada 2015 penyidikan telah dilakukan dan beberapa pihak telah diperiksa termasuk Gubernur Ahok dan wakilnya Djarot Saiful Hidayat.

Hingga 2018 perkara tersebut dilimpahkan oleh Bareskrim ke Polda Metro Jaya. Menurut Boyamin, hingga kini, MAKI menilai tidak ada pergerakan apa-apa yang dilakukan penyidik kepolisian.

“Nah di Polda Metro jaya tidak ada pergerakan apa-apa, padahal di Bareskrim sudah ada, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Agung. Atas mangkraknya perkara inilah makanya MAKI menggugat,” kata Bonyamin.

Sumber: Republika


Nah lho, KPK Selidiki Dugaan Aliran Dana Ekspor Benih Lobster ke Ngabalin

 Nah lho, KPK Selidiki Dugaan Aliran Dana Ekspor Benih Lobster ke Ngabalin


 

10Berita - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tengah menyelidiki keterlibatan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin terkait ekspor benih lobster yang melibatkan Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan.

Hal itu disampaikan oleh Deputi Penindakan KPK, Karyoto merespons pertanyaan publik lantaran Ali Ngabalin tidak dibawa saat menangkap Edhy Prabowo Dkk di Bandara Soekarno-Hatta pada Rabu dini hari (25/11).

Menurut Karyoto, garis besar perkara ekspor benih lobster sudah diketahui, yakni berkaitan dengan kebijakan dari Menteri Kelautan dan Perikanan.

Kebijakan tersebut pun kata Karyoto, juga terdapat Staf Ahli KKP yang mengkoordinir maupun membuat susunan organisasi yang dikatakan sebagai tim uji tuntas atau Due Diligence yang memasukkan daftar perusahaan yang mendapatkan izin ekspor benur.

"Kalau mungkin seorang Ali Ngabalin diberikan sesuatu yang sifatnya oleh-oleh misalnya, ya jelas itu kategorinya kan lain. Kecuali misalnya kalau nanti ada tracing aliran dana ada porsi tertentu yang masuk dan itu boleh dikatakan rutin, ya kita wajib pertanyakan," ujar Karyoto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa sore (1/12).

Namun demikian kata Karyoto, pihaknya mengaku sedang mengumpulkan terkait bukti-bukti aliran dana tersebut.

"Tapi selama ini kami sedang mengumpulkan bukti-bukti apakah ada kesitu (penerimaan dana) atau tidak," tegas Karyoto. (*rmol)

ICW Minta Tim OTT Edhy Prabowo Dilibatkan Dalam Pencarian Harun Masiku

 ICW Minta Tim OTT Edhy Prabowo Dilibatkan Dalam Pencarian Harun Masiku


 

10Berita - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengevaluasi tim khusus yang mencari daftar pencarian orang (DPO) Harun Masiku. Sudah lebih dari sembilan bulan, tersangka dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan itu belum juga berhasil diringkus KPK.

Sebab tim satgas OTT terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo salah satunya dipimpin oleh penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Bahkan tim satgas yang dipimpin Novel juga berhasil meringkus buronan KPK yakni mantan Sekretaris MA Nurhadi, Rezky Herbiyono dan Direktur Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
 
“ICW meyakini faktor yang melatarbelakangi hal tersebut adalah keengganan dari Deputi Penindakan untuk mengevaluasi Tim Satuan Tugas. Untuk itu, akan lebih baik jika Pimpinan KPK segera membubarkan Tim Satuan Tugas Harun Masiku lalu kemudian menggantinya dengan tim yang selama ini terbukti berhasil meringkus tiga buronan seperti Nurhadi, Hiendra dan Rezky,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Senin (30/11).

“Tak hanya buronan, tim tersebut juga turut meringkus Edhy Prabowo,” sambungnya.

Kurnia menegaskan, Pimpinan KPK yang dikomandoi Firli Bahuri seperti enggan meringkus Harun Masiku. Padahal tersang lainnya dalam kasus PAW Anggota DPR RI telah dijebloskan ke penjara, diantaranya mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.

“Jika ini tidak kunjung dilakukan, maka patut diduga ada pihak-pihak di internal KPK yang berkeinginan melindungi Harun Masiku,” tegas Kurnia.

Sebelumnya, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri mengklaim, KPK masih terus mencari keberadaan Harun Masiku yang hingga kini masih buron. Ali menegaskan, setiap informasi yang masuk telah ditindaklanjuti.

Ali juga menyatakan, KPK telah mengevaluasi tim satgas pencari Harun Masiku. Termasuk juga evaluasi pencarian dengan aparat kepolisian dan pihak terkait dalam proses pencarian Harun Masiku.

“Evaluasipun juga dilakukan antara lain terkait tempat-tempat dan info lain yang selama ini diperoleh dan ditindaklanjuti tim,” ucap Ali dikinfirmasi, Jumat (13/11).

Ali mengaskan, KPK optimis untuk bisa menangkap Harun Masiku. Dia mengklaim, KPK telah menyusun strategi untuk dapat meringkus Harun..

“KPK tetap optimis bisa menangkap yang bersangkutan (Harun Masiku),” pungkasnya.
Dalam kasus dugaan suap PAW Fraksi PDIP, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful Bahri.

KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.

Wahyu dan Agustiani telah divonis dalam kasus ini. Mantan komisioner KPU itu divonis enam tahun penja, sedangkan Agustiani Tio divonis empat tahun penjara. Sementara itu, Saeful Bahri telah divonis satu tahun dan delapan penjara.

Saeful Bahri terbukti bersama-sama Harun Masiku menyuap Wahyu Setiawan melalui mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina. Ketiganya telah dijebloskan ke Lapas untuk menjalankan hukuman pidana.
 
Sumber: jawapos.com 


Senin, 30 November 2020

Kampanye Mantu Jokowi 14x Langgar Prokes Covid, Gde Siriana: Giliran HRS Semangat Banget Nindak!

 Kampanye Mantu Jokowi 14x Langgar Prokes Covid, Gde Siriana: Giliran HRS Semangat Banget Nindak!

10Berita – Penindakan pelanggar protokol kesehatan Covid-19 dalam tahapan kampanye Pilkada Kota Medan dipertanyakan Direktur Indonesia Future  Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf.

Pasalanya, Gde Siriana melihat ada ketidakadilan dari proses hukum yang dijatuhkan kepada paslon Pilkada Kota Medan, yang dalam hal ini calon Wali Kota yang juga menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution.

Sementara berbeda halnya dengan kasus Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib M. Rizieq Shihab terkait kerumunan di acara Maulid Nabi Muhammad SAW sekaligus acara pernikahan Putrinya, di Petamburan, Jakarta, 14 November lalu.


“Kubu Mantu Jokowi 14 Kali Langgar Protokol Kesehatan di Medan. Kalau itu, Pilkada, semua aparat dan pejabat ngumpet, lempar-lemparan lah ke Bawaslu. Giliran HRS, semuanya semangat benar ngejar-ngejar buat nindaknya,” ujar Gde Siriana kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (30/11).

Lebuh lanjut, Komite Politik dan Pemerintahan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indobesia (KAMI) ini mengkhawatirkan gelaran pemungutan suara Pilkada pada 9 Desember nanti. Karena dia melihat adanya potensi pelanggaran serupa.

“Disamping itu, pada hari Minggu kemarin (29/11) jumlah tambahan kasus Covid-19 pecah rekor lagi sampai 6.267 orang. Yang meninggal harian pun pecah rekor 169 orang. Tapi Pilkada jalan terus,” ungkapnya.

“Dan sekarang totalnya sudah tembus 534.266 kasus. Masih mau bilang terkendali kah Pak Jokowi?” demikian Gde Siriana Yusuf.

Berdasarkan catatan Bawaslu Kota Medan, pasangan Bobby Nasution-Aulia Rachman melakukan 14 kali pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.

Angka itu lebih tinggi dari pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 yang dilakukan pasangan Akhyar Nasuiton-Salman Alfarisi yang sebanyak 9 kasus.

Dari data tersebut, Bawaslu Kota Medan mencatat total pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan dua paslon adalah sebanyak 23 kasus, dan seuana hanya diberi sanksi administratif berupa teguran lisan dan atau tulisan. []

Sumber: Eramuslim

Sabtu, 28 November 2020

Hanya dalam 3 Hari, Dua Kader PDIP Terjaring OTT Berbeda KPK

 Hanya dalam 3 Hari, Dua Kader PDIP Terjaring OTT Berbeda KPK




10Berita,Dalam
 waktu kurang 3 hari, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan dua kali Operasi Tangkap Tangan (OTT) untuk kasus yang berbeda. Yang menarik, dari dua OTT yang dilakukan KPK tersebut masing-masing menjerat kader PDIP.

Pada Selasa 24 November 2020, OTT KPK menyasar Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo terkait kasus ekspor benih lobster. Petinggi Partai Gerindra itu diamankan KPK sasat mendarat di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 23.20 WIB. 

Selain Edhy Prabowo, diamankan beberapa orang yang juga terlibat dalam kasus tersebut. Salah satunya kader PDIP, Andreau Misanta Pribadi. Sempat menjadi buron, Andrea Misanta Pribadi akhirnya menyerahkan diri.

PDIP sendiri menyebut Andreau Misanta Pribadi kader yang tak lagi aktif di partai Banteng tersebut. Ketua DPP PDIP, Ahmad Basarah, membenarkan bahwa Andreau Misanta Pribadi pernah menjadi caleg DPR RI pada Pemilu 2019. 

Namun ia gagal melenggang ke istana. Sejak itu, menurut Basarah, yang bersangkutan tak lagi aktif di PDIP. Namun Basarah menegaskan partainya akan memberikan sanksi tegas ke yang bersangkutan.

Meski diklaim tak lagi aktif, nyatanya Andreau Misanta Pribadi sempat menjadi orang penting di partai besutan Megawati Soekarnoputri karena ia pernah menjabat sebagai Kabiro Hubungan Antar Lembaga Perlengkapan dan Properti Badan Kebudayaan Nasional (BKN) Pusat PDIP.

Dua hari berselang setelah OTT Menteri KKP, OTT KPK kembali terjadi pada Jumat 27 November 2020 tepatnya pada pukul 10.30 WIB. Walikota Cimahi Ajay Muhammad Priatna terjerat OTT terkait suap perizinan proyek di Cimahi.

Terakhir diketahui jika Walikota Cimahi ini dicokok KPK terkait perizinan Rumah Sakit Bunda Cimahi. Ajay diduga menerima suap uang lebih dari Rp400juta yang diduga dari bagian total commitment fee sekitar Rp3 miliar lebih. 

Pria kelahiran Bandung 18 Desember 1966 ini sebelum menjabat sebagai Walikota Cimahi juga pernah menjabat posisi-posisi penting. Di dunia politik, Ajay sempat menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kota Cimahi sebelum akhirnya menang di Pilkada 2017 silam.

Sebelum terjun di dunia politik, Ajay juga pernah menjabat sebagai Ketua HIPMI Jabar, Ketua Bidang Konstruksi dan Perumahan Umum KADIN Jawa Barat, Bendahara Umum FKPPI, Wakil Ketua KOSOGORO Bandung, dan Pengurus KNPI.

Rabu, 25 November 2020

VIRAL.. Kampanye Calon Gubernur Sulut dari PDIP Timbulkan Kerumunan Massa, Netizen: Kalau di Petamburan Sudah Ditindak

 VIRAL.. Kampanye Calon Gubernur Sulut dari PDIP Timbulkan Kerumunan Massa, Netizen: Kalau di Petamburan Sudah Ditindak


 

10Berita - Di sosial media viral foto-foto kampanye calon dari PDIP yang menimbulkan kerumunan massa jadi sorotan netizen.

“Lagi lagi Kader PDIP, Arak2kan Calon Gubernur Sulut
Apakah ini termasuk melanggar kerumunan…,” tulis akun @sanipar7 yang mengunggah foto di twitter, Senin (23/11/2020).
 
Foto-foto tersebut adalah saat calon Gubernur Sulawesi Utara dari PDIP, Olly Dondokambey melakukan kampanye di Minahasa Selatan (Minsel).

Diketahui, Olly kampanye di Minsel selama tiga hari berturut-turut, Jumat hingga Minggu (20-22/11/2020).

Tampak kumpulan massa mengenakan baju merah melakukan konvoi di sepanjang jalan dan lapangan lengkap dengan atribut dan bendera PDIP.

Hal ini menimbulkan sorotan netizen yang membandingkan dengan kasus HRS-FPI di Petamburan.

“Pejabat daerahnya aman tuh..gak bakal diproses,” ujar @wibie2018.

“Si empud dkk mendadak budeg,” komen @Anyer_Fury.

“TNI & Polri hening,” timpal @adiredja_3.

“Kalo disitu ada habib rizieq udh pasti jadi masalah. berhubung parpol garis keras ya aman aman aja,” ujar @deryfajriin. 

Sumber: portal-islam.id


Sabtu, 21 November 2020

Pakar Hukum: Izinkan Pilkada di Tengah Pandemi, Justru Mendagri Yang Bisa Dijerat UU Kekarantinaan

 Pakar Hukum: Izinkan Pilkada di Tengah Pandemi, Justru Mendagri Yang Bisa Dijerat UU Kekarantinaan

10Berita – Pernyataan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang menyebutkan akan mencopot gubernur yang mengabaikan protokol kesehatan terkait pandemi COVID-19 direspon banyak pihak. Apalagi untuk menguatkan pernyataannya itu, Tito juga menerbitkan Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran COVID-19.

Namun Direktur Pusat Studi dan Kajian Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari menegaskan kalau Instruksi Mendagri tersebut sebetulnya tidak lagi diperlukan. Ia beralasan, terkait pemberhentian kepala daerah dan sebagainya telah secara rinci diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Selain itu, proses pemberhentian kepala daerah harus melalui mekanisme yang panjang.


”Secara prinsip instruksi Mendagri ini tidak diperlukan. Karena telah diatur dalam UU Pemda soal pemberhentian. Harus diingat bahwa siapapun kepala daerahnya yang melanggar UU dapat di impeach. Namun proses pemberhentian itu tidak mudah,” kata Feri Amsari seperti dikutip dari rmol.id.

Terkait pemeriksaan polisi terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terkait adanya kerumunan massa di kawasan Petamburan Tanah Abang Jakarta Pusat. maupun kawasan Megamendung Bogor Jawa Barat. Menurut Feri bahwa pemberhentian kepala daerah juga bukan kewenangan Mendagri Tito Karnavian.

Karena itu, menurut Feri akan sangat sulit jika Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 yang mengacu pada UU Kekarantinaan Kesehatan dan UU Pemda digunakan untuk memberhentikan kepala daerah karena dianggap mengabaikan protokol kesehatan COVID-19 .

”Sulit (terhadap) Anies (Baswedan) atau kepala daerah lain diberhentikan dengan berbasis UU Pemda dan UU Kekarantinaan Kesehatan. Apalagi jika mencermati Pasal 93 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Sepanjang tidak timbul darurat kesehatan maka Anies tidak bisa dijerat,” jelas Feri.

Bahkan, menurut Feri, Mendagri Tito Karnavian justru bisa dijerat pasal dalam UU Kekarantinaan Kesehatan karena dianggap telah merestui pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember di tengah pandemi COVID-19. ”Karena pasal itu juga bisa dikenakan kepada Mendagri sendiri yang ikut melanggar UU Nomor 6 Tahun 2018 karena merestui Pilkada di tengah pandemi yang orang berkumpul,” pungkas Feri Amsari.


Kamis, 19 November 2020

Pendukung Gibran Berkerumun di Pilkada, PDIP: Tegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu!

 Pendukung Gibran Berkerumun di Pilkada, PDIP: Tegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu!


 

10Berita - Politikus PDIP Hendrawan Supratikno merespons ucapan kuasa hukum DPP Front Pembela Islam (FPI), Aziz Yanuar yang mengaitkan kerumunan yang dilakukan Habib Rizieq Shihab, dengan massa Pilkada Gibran Rakabuming Raka-Teguh Prakoso di Solo.

Hendrawan mengatakan, tak ingin mempersoalkan siapapun baik Gibran maupun Rizieq Shihab yang akan diperiksa terkait pelanggaran protokol kesehatan. Menurutnya, penegakan hukum harus dilakhkan kepada semua pihak yang melanggar.

"Yang ingin saya tekankan, penegakan hukum harus dijalankan dengan tidak pandang bulu," kata Hendrawan kepada Okezone, Kamis (19/11/2020).

Hendrawan melanjutkan, aparat kepolisian harus objektif dan menjunjung tinggi asas keadilan bagi semua pihak dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Karena itu, ia meminta kepolisian tak ragu dalam menegakan aturan kepada siapapun termasuk Gibran jika memang ditemukan pelanggaran.

"Aparat penegak hukum tidak boleh ragu atau gamang dengan tugas yang diembannya. Tugas yang mereka kerjakan didasarkan peraturan perundang-undangan," tandasnya.

Sebelumnya, kuasa hukum DPP Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar menyebut bahwa Rizieq Shihab bersedia jika dirinya dipanggil kepolisian untuk dimintai keterangan terkait kerumunan dimasa pandemi Covid-19.

Namun kesediaan itu memiliki syarat yakni polisi juga harus memeriksa kerumunan yang terjadi di Solo.

"Habib Rizieq siap dipanggil kalau misalnya memenuhi dua syarat yang pertama logis secara hukum dan memiliki relevansi hukum yang logis, yang kedua prinsip keadilan tadi diterapkan seperti yang di Solo dan Surabaya juga ditindak," kata Azis di Polda Metro Jaya, Jakarta.

Azis meminta kesetaraan hukum harus ditegakkan jika pihak kepolisian menindak pelanggar protokol kesehatan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantina Kesehatan yang di Pasal 7 menyebut soal setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang sama.

"Artinya, kami disini Panitia DPP FPI dan juga mungkin siapa pun minta Pasal 7 itu ditegakkan, juga UUD 45 Pasal 27 dan 28D mengenai kesetaraan," ucapnya

Adapun kerumunan massa yang dimaksud Aziz yakni saat putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka mendaftar sebagai calon Wali Kota Solo pada 4 September 2020 lalu.

Saat itu Gibran mendaftar bersama pasangannya Teguh Prakosa dan disambut ribuan pendukung. Mereka mengabaikan aturan jaga jarak dan kewajiban mengenakan masker yang benar.[okezone]


Rabu, 18 November 2020

Mahfud Pernah Bilang Tidak Ada Pidana bagi Pelanggar Protokol Kesehatan

 Mahfud Pernah Bilang Tidak Ada Pidana bagi Pelanggar Protokol Kesehatan


10Berita – Tidak ada sanksi pidana terhadap mereka yang melalukan pelanggaran protokol kesehatan (prokes). Kalimat ini pernah disampaikan langsung Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD dalam suatu kesempatan saat menggelar konferensi pers secara virtual.

Kala itu, Mahfud menjelaskan bahwa tidak ada sanksi pidana ini merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) 6/2020 soal aturan tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Di mana aturan itu hanya mengatur pemberian sanksi.

“Kalau ada yang melakukan itu, apakah orang ini sengaja atau tidak itu kemudian kita beritahu secara persuasif. Lalu agak naik dari situ, tindakan administratif seperti yang banyak dilakukan di banyak tempat. Jakarta misalnya, denda-denda yang dijatuhkan pada orang yang melanggar itu cukup besar,” kata Mahfud saat konferensi pers Jumat 7 Agustus 2020 yang lalu, yang dilihat redaksi, Rabu (18/11).


Mahfud menjelaskan, Inpres tersebut bertujuan untuk membuat masyarakat lebih disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Juga sebagai upaya agar kehidupan kembali berjalan normal dengan tidak meninggalkan protokol kesehatan.

“Selama ini upaya pemerintah sudah banyak. Tapi seperti halnya di negara lain, perkembangan Covid-19 ini tidak melandai, tapi terus berkembang dan serangannya makin masif, penularannya makin masif meski daya membunuhnya relatif kecil. Dan perkembangan di Indonesia, banyak sekali masyarakat yang belum sadar protokol kesehatan sehingga Presiden mengeluarkan Inpres,” jelas Mahfud.

Namun ketika itu, Mahfud menegaskan, sanksi pidana baru akan bisa diberikan kepada mereka yang melawan petugas, ketika dilakukan himbauan untuk menjalankan protokol kesehatan.

“Kalau sampai melawan petugas itu ada hukum pidananya, bisa diproses pidana. Kalau sudah diberitahu kok melawan. Misalnya, sudah disuruh bubar kok diteruskan juga, ada hukum pidananya. Hukum pidananya banyak. Kalau pidana KUHP ada pasal-pasal melawan petugas itu ada ancaman hukumannya,” tutur Mahfud. (GR)


Senin, 16 November 2020

Politisi PAN Kesal Tentara Diborgol sementara Penghina HRS Dijaga Rumahnya, "Sudah Kebalik ini Dunia"

 Politisi PAN Kesal Tentara Diborgol sementara Penghina HRS Dijaga Rumahnya, "Sudah Kebalik ini Dunia"




10Berita
 -  Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi PAN Yandri Susanto memandang ada perbedaan sikap antara seorang anggota TNI yang menyambut kepulangan HRS dengan seseorang yang diduga melontarkan pernyataan penghinaan kepada Rizieq.

Menurutnya, perbedaan sikap itu aneh. Pasalnya, tentara yang menyambut kepulangan Rizieq berakhir dengan tangan diborgol.

Sebaliknya seseorang yang menghina Rizieq justru mendapat penjagaan pihak keamanan.

"Aneh juga memang kalau yang jemput habib seorang tentara diborgol. Yang menghina habib dijagain rumahnya. Saya kira ini sudah kebalik ini dunia. Sudah gak benar seperti itu.

Yandri berujar ke depan perlu ada pembenahan tata kelola dan manajemen pemerintah dalam merespon persoalan sangat sensitif, semisal dua contoh kasus tersebut.

"Jadi jangan yang justru menghina habib dilindungi seperti dipagar betis rumahnya karena takut di demo. Tapi yang menyerukan ahlan wa sahlan kepada habib di bandara langsung diborgol. Saya kira ini keterlaluan menurut saya," tutur Yandri.

Sebelumnya, Yandri sekaligus memandang istilah lonte yang digunakan Habib Rizieq dalam ceramah di Maulid Nabi Muhammad SAW tidak masalah. Sebab, kata dia, ucapan itu ditujukan memang untuk seseorang yang diduga menghina Rizieq.

"Ya itu mungkin pelajaran bagi orang-orang yang menghina habib. Gapapa juga. Bagus juga itu," kata Yandri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020).

Yandri berpendapat isi ceramah Rizieq sendiri sudah bagus. Terlepas dari kontroversi yang timbul, ia berujar sebaiknya tidak ada tafsiran yang mengadili dan berpendapat tidak bagus kepada seorang ulama atau habib.

"Jadi yang disampaikan oleh Habib Rizieq, isi pokoknya saya kira perlu saling menghormati lah kira-kira. Ini kan yang memulai kan yang perempuan itu. Bukan habibnya yang memulai," ujar Yandri.

"Jadi saya kira untuk mengingatkan semua pihak. Tidak boleh saling meniadakan. Kira-kira begitu," tandas Yandri.[]
 
[news.beritaislam.org]


Kamis, 05 November 2020

Bareskrim Deteksi Dini Ajakan Aksi Boikot Produk Prancis di Medsos , Lawyer: Trus Lu Mau Ngapain?

 Bareskrim Deteksi Dini Ajakan Aksi Boikot Produk Prancis di Medsos, Lawyer: Trus Lu Mau Ngapain

10


10Berita Setelah munculnya pernyataan kontroversial Presiden Prancis Emmanuel Macron, ramai soal boikot hingga sweeping produk Prancis. Polri mengantisipasi ajakan aksi boikot produksi Prancis di media sosial (medsos).

"Terkait dengan ajakan boikot produk Prancis itu yang menjadi bahan masukan kepolisian untuk melaksanakan langkah-langkah lebih lanjut. Jadi Polri, pimpinan Polri telah memerintahkan jajaran, khususnya jajaran Bareskrim, (untuk) deteksi dini dan deteksi aksi-aksi berkaitan dengan ajakan-ajakan yang ada di medsos, termasuk ajakan-ajakan boikot," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono di Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (4/11/2020).

Awi menuturkan pihaknya menyiapkan sejumlah langkah pengamanan terkait seruan boikot produk Prancis yang ada di tengah masyarakat. Apabila dimungkinkan, Polri akan menempatkan para personel kepolisian di tempat-tempat strategis.

"Selama dalam koridor hukum, kita yang akan pantau, kita yang akan amankan. Namun, kalau memang sudah siap untuk langkah-langkah pengamanan berikutnya, kalau perlu, kita sudah siapkan cadangan-cadangan kekuatan ditempatkan di tempat-tempat strategis untuk memantau itu, didampingi, itu juga pimpinan Polri memerintahkan," jelas Awi.

"Kita sama-sama sedang berkoordinasi, beberapa daerah juga telah menyiapkan kekuatan-kekuatan cadangan-cadangan apabila sewaktu-waktu digerakkan pada perkembangan situasi yang tidak kita inginkan," tambahnya, seperti dilansir detikcom.

Ramai Ditanggapi Netizen

Deteksi dini pihak kepolisian terhadap ajakan boikot ini menuai banyak tanggapan warganet.

Seorang advokat @dusrimulya mempertanyakan

"Trus lu mau ngapain? 

Mengajak boikot itu bukan tindak pidana..sebab "kehendak" kembali kepada yang diajak

Hal tersebut baru bisa jadi tindak pidana yg bisa lu tindak bila ada "Pemaksaan kepada orang lain atau menghalangi orang lain" membeli suatu produk

Paham?" kata @dusrimulya di akun twitternya.

Massa Aksi Tasikmalaya: KAMI DO'AKAN DENNY SIREGAR HIDUP MELARAT 7 TURUNAN

 Massa Aksi Tasikmalaya: KAMI DO'AKAN DENNY SIREGAR HIDUP MELARAT 7 TURUNAN



10Berita  TASIKMALAYA - Ribuan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Muslim Tasikmalaya (Al Mumtaz) melakukan aksi bela Rasulullah di depan Masjid Agung Tasikmalaya, Rabu (4/11/2020). Aksi itu merupakan bentuk respons umat Islam di Tasikmalaya atas pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron yang dinilai menhina Islam dan Nabi Muhammad SAW. Massa aksi menyerukan untuk seluruh masyarakat memboikot produk-produk Prancis.

Berbagai atribut dibawa oleh massa, mulai dari poster, spanduk, hingga bendera tauhid. Namun, ada yang menarik dari spanduk yang dibawa oleh massa aksi, yaitu kalimat doa untuk Denny Siregar. 

Dalam spanduk yang terpasang di bangian sisi mobil komando itu, terpampang tulisan besar, "KAMI DO'AKAN DENNY SIREGAR HIDUP MELARAT 7 TURUNAN."

Aksi yang dilakukan di Tasikmalaya memang bukan sekadar respons atas pernyataan Presiden Prancis. Aksi yang dikomandoi Al Mumtaz itu juga merespon isu lainnya, seperti penghinaan kepada santri dan meminta Denny Siregar ditangkap.

Denny Siregar memang memiliki urusan yang belum selesai dengan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Kota Tasikmalaya. Pegiat media sosial itu sempat dilaporkan polisi karena dianggap menghina santri dan pesantren, lantaran mengunggah foto santri pesantren tersebut dengan keterangan calon teroris. Sampai saat ini, proses hukum kasus itu terus berjalan dan ditangani oleh Polda Jawa Barat (Jabar).

Ketua Forum Mujahid Tasikmalaya, Nanang Nurjamil mengatakan, isu Denny Siregar dibawa juga dalam aksi bela Rasulullah agar masyarakat tetap ingat akan kasus itu. "Aksi ini juga dalam rangka itu (menuntut Denny Siregar ditangkap)," kata dia kepada Republika.

Sementara itu, Pimpinan Pesantren Tahfidz Quran Daarul Ilmi Kota Tasikmalaya, ustaz Ahmad Ruslan Abdul Gani mengaku belum menerima informasi perkembangan kasus itu sejak terakhir datang ke Polda Jabar, satu bulan silam. Ia tak mengetahui apakah Denny Siregar telah dimintai keterangan oleh kepolisian atau belum. 

"Semenjak pemanggilan kami yang kedua, sampai sekarang belum ada update terbaru tentang kasus Denny, baik pemanggilan ataupun perkembangan lainnya," kata dia.

Bahkan, kuasa hukumnya juga menyanyakan hal serupa. Namun, nyatanya belum ada informasi perkembangan kasus dari Polda Jabar. 

Karena itu, dalam waktu dekat, pihaknya bersama Forum Mujahid Tasikmalaya akan melakukan audiensi dengan DPRD Kota Tasikmalaya. Audisensi itu bertujuan untuk meminta langsung kepada wakil rakyat agar memberikan dukungan dalam penanganan kasus tersebut. 

"Misalnya agar menyurati Kapolda agar serius menangani kasus ini. Kita ingin mendesak Polda Jabar untuk serius menangani kasus Denny Siregar. Kalau tak bisa serius, forum akan mengadakan pengadilan rakyat," kata dia. 

Ruslan sendiri tak mengerti alasan kepolisian belum meminta keterangan Denny Siregar. Padahal, dari informasi yang diterimanya saat terakhir mendatangi Polda Jabar, Denny Siregar telah dikirimi surat dua kali untuk datang ke Polda Jabar. Namun, panggilan itu selalu tak direspon.

"Harusnya kan ada penjemputan. Tapi saya tidak tahu apa istimewanya Denny Siregar hingga belum dimintai keterangan," kata dia.

Berdasarkan catatan Republika, kasus Denny Siregar dilaporkan pada 2 Juli 2020 ke Polresta Tasikmalaya. Dengan alasan untuk memudahkan penyidikan, kasus yang sebelumnya ditangani di Polresta Tasikmalaya itu dilimpahkan ke Polda Jabar pada 7 Agustus 2020. Hingga saat ini, belum ada informasi bahwa Denny Siregar sudah diperiksa kepolisian.

Denny Siregar sebelumnya telah dilaporkan ke polisi terkait pernyataannya dalam status Facebook-nya pada 27 Juni 2020. Dalam status itu, ia menulis status berjudul "ADEK2KU CALON TERORIS YG ABANG SAYANG" dengan mengunggah santri yang memakai atribut tauhid.

Terlapor diduga tanpa hak menyebarkan informasi untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA dan/atau penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Terlapor diduga melanggar Pasal 45A ayat 2 dan/atau Pasal 45 ayat 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. [ROL]

Sabtu, 24 Oktober 2020

GUS NUR DITANGKAP ! UU ITE Memakan Korban Aktivis Lagi

 GUS NUR DITANGKAP ! UU ITE Memakan Korban Aktivis Lagi


Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah

Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, pada Jum’at (24/10) dini hari, dikabarkan ditangkap penyidik Ditsiber Mabes Polri. Pasal klasik tentang Penyebaran Kebencian dan Bermusuhan berdasarkan SARA dan Pencemaran nama baik berbasis ITE, menjadi alasan penangkapan.

Selain ketentuan pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45 ayat (2) dan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 ayat (3) UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan UU Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE, Gus Nur juga diperkarakan berdasarkan ketentuan pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik, dan pasal 207 KUHP tentang penghinaan terhadap penguasa.


Gus Nur ditangkap bukan berdasarkan laporan polisi Aliansi Santri Jember beberapa waktu lalu ke Polres Jember. Tetapi berdasarkan Laporan Internal Kepolisian Bareskrim Polri bernomor : LP/B/0600/X/Bareskrim, yang dibuat tanggal 22 Oktober 2020. Itu artinya, hanya selang 2 (dua) hari laporan dibuat internal polisi, penyidik Mabes Polri langsung ditindaklanjuti dengan penangkapan.

Tidak tanggung-tanggung, ada 31 Nama Tim Penyidik dan Penyidikan Pembantu dikerahkan untuk menangani kasus Gus Nur. Ada : 1|. Kombes (Pol) Himawan Bayu Aji, SH, SIK, MH, 2|. Kombes (Pol) Bambang Widyatmoko, SH, 3|. Kombes (Pol) Muhammad Tedjo Kusumo, SIK, 4|. AKBP Drs. Idham Wasiadi, SH, Skom, MT, 5|. AKBP Purnomo, HS, SE, MH, 6|. AKP Ramdani Dwi Cesariyo, SH SIK, 7|. AKP Setiawan, 8|. AKP Hariman, ST, SH, 9|. AKP Hari Wibowo, S Kom, 10|. IPTU Elias Munthe, 11|. IPTU Handres Hariyo Pambudi, 12|. IPDA Atang Setiawan, 13|. IPDA Ahmad Iqbal Pratomo, S Kom, 14|. IPDA Dukut Pamungkas, SPsi, 15|. IPDA Eko Yudha Prasetya, SH, 16|. IPDA Joko Dwiyanto, SE, 17|. IPDA Syara Nurhalimah, A.Md Pol.B.Eng, 18|. IPDA Giyosiyan Yohanes Sinaga, 19|. Brigpol Ikramullah, 20|. Briptu Parizal Mahruf Firmansyah, 21|. Briptu Anggit Apriyanto, 22|. Bripol Fatkhur Rohman, 23|. Briptu Danu Tri Laksono, 24|. Briptu Nauval Ahmad Ramadhan, 25|. Briptu Jefrri Surya Putra, SH, 26|. Briptu Gaun Rifani, SH, 27|. Briptu Febrian Adhi Pratama, 28|. Briptu Endah Dwi Pratiwi, 29|. Briptu Weldy Agus Balalembang, 30|. Briptu Ary Setiawan, dan 31|. Briptu Zahroriqnavisfaysholi.

Penangkapan Gus Nur dilakukan dikediaman Gus Nur di Malang dan disaksikan oleh Istri Gus Nur ibu Kuswati dan Putra Gus Nur Muhammad Munjiyat. Sejumlah properti pribadi milik Gus Nur seperti HP, Modem, Hardisk, Laptop, Memory Card, dijadikan barang sitaan.

Penangkapan ini patut diduga karena sikap Gus Nur yang sering mengajukan kritik terbuka kepada rezim Jokowi juga kepada institusi Polri. Sebagaimana diketahui, video-video Gus Nur di akun Munjiyat Chanel adalah objek perkara yang dipersoalkan oleh Ditsiber Polri yang menjadi alasan penangkapan Gus Nur. Akun ini rajin mengunggah video kritik terhadap rezim Jokowi.

Publik patut membuat praduga, bahwa hukum saat ini diterapkan dengan asas suka-suka penguasa. Betapa tidak, Gus Nur ditangkap dengan laporan internal Polri, hanya butuh 2 (dua) hari sejak laporan dibuat, Gus Nur pun ditangkap. Soal yang menjadi alasan penangkapan juga hal yang klasik, yakni dugaan tindak pidana menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA, pencemaran nama baik dan penghinaan kepada penguasa.

Sementara itu kasus pidana Deni Siregar, yang jelas pelapor nya dari masyarakat, bahkan masyarakat santri, telah didemo berkali-kali, hingga saat ini jangankan di tangkap, diperiksa pun tidak. Penyidik hanya berdalih telah mengundang Deni Siregar untuk dimintai klarifikasi.

Semestinya, dengan asas hukum equality before the law, Deni Siregar langsung ditangkap. Tak butuh undangan klarifikasi. Atau jika itu tidak dilakukan, semestinya Gus Nur juga diundang dulu untuk dimintai klarifikasi, bukan langsung ditangkap, dijemput paksa dini hari.

Asas hukum suka-suka yang dipertontonkan Polri semakin membuat publik ragu, apakah proses hukum terhadap Gus Nur, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana, Ali Baharsyah, dan banyak aktivis kontra rezim, sebagai murni penegakan hukum. Kapolri Idham Azis semestinya merasa malu, institusi yang dipimpinnya menerapkan model penegakan hukum yang penuh arogansi.

Patut diduga, institusi kepolisian saat ini telah berubah menjadi alat kekuasaan. Model penegakan hukum bukan ditegakkan atas adanya unsur pidana, tetapi adanya unsur perbedaan pandangan politik dengan penguasa. Yang berbeda pandangan ditindak, sementara yang sejalan dan membela rezim dibiarkan bebas dan terus memproduksi ujaran yang menyakiti hati umat.

Bukan hanya Deni Siregar, sejumlah nama seperti Ade Armando, Sukmawati, Fiktor Laiskodat, Abu Janda, Ahmad Muafiq, hingga hari ini masih bebas berkeliaran atas nama hak kebebasan berbicara.

Sementara itu, Gus Nur, Ali Baharsyah, Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Despianor, harus mendekam di penjara karena menyuarakan aspirasi yang berbeda dengan penguasa. Aktivis dan ulama terus dikriminalisasi, sedangkan para penebar perpecahan, penista agama, para penghujat Islam dan ulama, masih terus bebas berkeliaran.

Sebagai praktisi hukum, penulis nyaris kehilangan kata-kata. Sebab, tindakan suka suka ini sulit dicarikan alasan pembenar. Baik secara formil maupun materil, cita penegakkan hukum semakin jauh panggang dari api, asa due proces of law, seperti hanya ada dalam teori.

Hukum ditegakkan diatas rel kekuasaan, semua unsur pidana harus diselaraskan dengan kemauan penguasa. Jika melawan penguasa, bukan pidana pun bisa dipidanakan. Namun jika membela penguasa, pidana bisa ditipiskan bahkan dihilangkan unsurnya.

Segenap rakyat Indonesia juga sudah kehilangan kata-kata, entah nasehat apa yang musti disampaikan kepada penguasa. Mungkin, harapan terakhir hanya tinggal berdoa, mendoakan semua nama yang berbuat zalim kepada para ulama dan umat Islam, agar segera bertaubat kepada Allah SWT. Namun jika tidak segera bertaubat, semoga Allah SWT segera mengazabnya dengan azab yang sepedih-pedihnya. [].

Sumber: Eramuslim