OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label INTOLERAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label INTOLERAN. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 Maret 2018

PARAH!!! Kedai BABI di Solo Malah Pasang Label HALAL

PARAH!!! Kedai BABI di Solo Malah Pasang Label HALAL


10Berita,   Sebuah kedai kecil di Surakarta, Jawa Tengah mendadak menjadi bahan pembicaraan.

Kedai yang bernama "Manna" tersebut menjadi bahan pembicaraan karena menyediakan babi sebagai menunya. Yang menjadi masalah adalah pemilik kedai itu tak malu-malu untuk memasang label "HALAL".

Setelah didatangi beberapa warga, pemilik kedai "Manna" akhirnya membuat surat permintaan maaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Menanggapi hal itu, warganet pun berkomentar.

...Lagi-lagi nonmuslim berulah...Sepele? Iya betul secuil tapi fatal...!! Hobi banget sih mancing2 amarah umat Islam...Mbok sebagai minoritas jangan keseringan mainkan drama terzalimi bin playing victim lah... (pic via @SurYosodipuro_) (``,) pic.twitter.com/1RBDRgZIUF

— Buruh, Bersatulah..! (@iyutVB) March 27, 2018


https://twitter.com/sailordreamer/status/978316318028935168?s=19

Kamis, 22 Maret 2018

JAS : Pelarangan Azan dan Menara di Papua Bukti Intoleransi

JAS : Pelarangan Azan dan Menara di Papua Bukti Intoleransi


Amir Jamaah Ansharusy Syariah Jawa Tengah, Cak Rowi. Foto: Jurnis/Ridho

10Berita, SUKOHARJO - Amir Jamaah Anshorusy Syariah Jawa Tengah Ustaz Surawijaya menilai sikap Persekutuan Gereja Gereja (PGGJ) Jayapura yang melarang suara adzan dan memprotes pembangunan menara masjid Agung Al Aqsha Sentani adalah sebuah sikap Intoleran.

Menurut Ustaz Rowi sapaannya, pernyataan dari ketua PGGJ Pendeta Robbi Depondoye yang juga melarang sejumlah dakwah Islam di Jayapura itu, sudah menciderai kerukunan antar umat beragama yang selama ini sudah terjaga baik di tanah Papua tersebut.

“Karena ini adalah intolerasnsi yang sudah kelewatan yang dilakukan oleh saudara-saudara kita Kristen di Jayapura sana. Ini menjadi peringatan bersama, bahwa jika ingin hidup secara damai maka harus melakukan upaya-upaya perbaikan dalam adab beragama dan bernegara,” katanya kepada Jurnalislam.com Selasa, (20/3/2018).

“Kami sebagai warga Indonesia Umat Islam merasa terusik dengan tingkah polah mereka,” imbuhnya. Namun demikian, Ustaz Rowi meminta umat Islam agar bisa menahan diri untuk tidak berbuat anarkis, sebab, katanya, ajaran toleransi memang menjadi bagian yang diajarkan dalam Islam.

“Namun, kami akan menahan diri, walaupun kami mayoritas. Karena tentu untuk kondusifitas dan Kebhinekaan Indonesia, yang kita paham bahwa toleransi adalah ajaran Islam dan itu merupakan sesuatu yang mestinya ditegakkan di Indonesia demi kerukunan bernegara,” ujarnya.

Lebih lanjut, Ustaz Rowi meminta pihak aparat untuk bersikap adil dan pfefesional dalam menangani persoalan tersebut, sebab, faktanya selama ini aparat selalu cenderung bersikap tidak adil terhadap umat Islam.

“Jadi kepada aparat yang khususnya berwenang, untuk bersikap adil, baik yang ada di Jawa atau di Jayapura,” pungkasnya.

Sumber : Jurnal Islam

Umat Islam Papua Sepakat Tolak Semua Tuntutan Persekutuan Gereja Jayapura

Umat Islam Papua Sepakat Tolak Semua Tuntutan Persekutuan Gereja Jayapura


10Berita,  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua, Saiful Islam Payage menegaskan bahwa umat Islam Papua akan tetap menolak sepuluh permintaan dari Persekutuan Gereja-gereja Jayapura (PGGJ). Menurutnya, permintaan tersebut tidak rasional.

“MUI dan ormas-ormas Islam dengan sudah sepakat bahwa permohonan teman-teman ada delapan poin kami tolak secara totalitas. Dan ada juga dua poin lain kami tolak karena itu impossible, tidak mungkin,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Selasa (20/03/2018).

Dia juga menegaskan bahwa penolakan tersebut dilandasi argumen-argumen dari persekutuan gereja yang dinilai sangat lemah. Salah satunya adalah klaim yang menyebut kota Jayapura sebagai tanah Injil.

“Pada hakikatnya Islam lebih awal masuk, lebih awal di tanah Papua,” kata Saiful.

“Argumen itu kan lemah sekali dan tidak rasional. Itu argumentasi yang mereka bangun tidak kuat,” tegasnya.

Meski demikian, Saiful tetap menekankan bahwa MUI Provinsi Papua adalah garda paling depan untuk membangun hubungan toleransi antar umat beragama di tanah Papua. Dia menegaskan umat Islam akan terus menjaga perdamaian.

“Kami MUI dan umat Islam akan menjaga tanah Papua menjadi tanah yang damai. Tidak boleh ada konflik di tanah Papua,” tandasnya.  (Kiblat)

Sebelumnya, Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) Papua mempersoalkan pembangunan Masjid Al-Aqsha Senatni Kabupaten Jayapura. PGGJ mengultimatum menara masjid untuk dirobohkan karena tingginya melebihi gereja.

Tak hanya itu, dalam surat edaran yang diterima sejumlah media, ada 8 poin tuntutan PGGJ termasuk mempersoalkan adzan serta busana keagamaan.

“Apabila sikap PGGJ pada poin 1 dan 2 tidak direspons oleh Pemerintah Kabupaten Jayapura sebagai wakil Allah di Kabupaten Jayapura, maka PGGJ akan menggunakan cara dan usaha kami sendiri, dalam waktu 14 hari terhitung tanggal pernyatan ini dibuat,” demikian tertulis pada pernyataan yang ditandatangani di Sentani, 15 Maret 2018 oleh Ketua Umum PGGJ Pdt Robbi Depondoye dan Sekretaris Umum Pdt Joop Suebu itu.


Sumber :Portal Islam 

Rabu, 21 Maret 2018

Disepakati Bentuk Tim Terkait Protes Gereja terhadap Pembangunan Masjid Al-Aqsha di Sentani

Disepakati Bentuk Tim Terkait Protes Gereja terhadap Pembangunan Masjid Al-Aqsha di Sentani


Rakor FKUB Kabupaten Jayapura. (Foto: Inmas Papua)

10Berita, JAYAPURA Pemerintah Kabupaten Jayapura menggelar Rapat Koordinasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) guna membahas polemik pembangunan Menara Masjid Al-Aqsha, Sentani, Jayapura.

Pertemuan yang berlangsung di Aula Pemkab Jayapura ini seperti dilansir kemenag.go.id,Selasa (20/3/2018), diikuti jajaran pimpinan Forkopimda Kabupaten Jayapura, Kakanwil Kemenag Provinsi Papua, Pimpinan dan Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP), DPRP, DPRD, serta seluruh tokoh agama, adat dan perwakilan masyarakat. Hadir juga utusan dari pihak TNI dan POLRI.

Pertemuan ini menyepakati pembentukan tim untuk menangani persoalan pembangunan Menara Masjid Agung Al-Aqsha Sentani. Tim ini dipimpin Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw.

Menurut Mathius Awoitauw, tim akan segera bekerja mencari solusi terbaik dalam mengatasi persoalan ini.

“Jadi, tadi kita semua sudah sepakat untuk membentuk tim kecil hanya untuk menyelesaikan persoalan Menara Masjid Al-Aqsha dengan target penyelesaian dalam waktu tiga hari. Tim tersebut diambil dari perwakilan PGGJ, MUI, FKUB dan beberapa tokoh lintas agama,” ungkap Mathius, Senin (19/3).

Mathius menjelaskan, pihaknya bersama tim terlebih dahulu akan fokus pada persoalan pembangunan menara Masjid Agung Al-Aqsha, meski dalam tuntutan PGGJ, ada beberapa poin.

“Semua yang disampaikan itu akan kita bicarakan, namun secara baik, supaya semua dapat kita selesaikan tanpa menyinggung pihak lain,” tuturnya.

Persoalan ini juga akan dilokalisir hanya di Kabupaten Jayapura. Karenanya, Mathius berharap pihak-pihak yang tidak berkepentingan dapat menahan diri.

“Sebab, semua persoalan ini akan kita selesaikan secara lokal melalui tim yang sudah kita bentuk,” pintanya.

Meski demikian, menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua Saiful Islam Al Payage, sebenarnya pembentukan tim tidaklah begitu diperlukan, karena MUI dan Umat Islam Papua akan tetap teguh pada pendirian, yakni meneruskan pembangunan dan menolak tuntutan PGGJ.

“Saya pikir tidak ada yang perlu dipertajam, karena tim kecil itu, tidak akan mempengaruhi keputusan apapun,” kata kata Payage kepada Salam-Online lewat sambungan telepon, Senin (19/3), usai mengikuti pertemuan Rakor FKUB tersebut.

“Intinya adalah kita menolak delapan poin (tuntutan) yang diminta persekutuan gereja-gereja, kita tidak bisa melaksanakan itu, karena, itu adalah sesuatu yang sangat prinsip, itu masuk ke dalam privat kita sebagai umat Islam,” tegasnya.

Payage mengatakan bahwa dalam pembangunan Masjid Al-Aqsha dan menaranya tidaklah melanggar hukum, baik hukum positif negara maupun hukum adat yang berlaku di tanah Papua. Oleh karenanya, mestinya, kata dia, PGGJ harus menghormati hal itu.

“Kita akan bertahan-lah, itu sesuatu yang diajarkan agama. Saya pikir, bukan hanya agama, tapi juga diperkuat UUD 1945,” terangnya. []

Sumber: kemenag.go.id, Salam-Online

Senin, 19 Maret 2018

Soal Menara Masjid di Papua, Umat Lain Juga Harus Toleransi

Soal Menara Masjid di Papua, Umat Lain Juga Harus Toleransi

Selama ini hanya umat Islam yang diminta memberikan toleransi.

10Berita ,JAKARTA -- Cendikiawan Muslim, Didin Hafidhuddin, mengomentari permintaan pembongkaran menara Masjid Al-Aqsha Sentani, Jayapura, Papua. Menurutnya, umat lain juga harus mau memberikan toleransi kepada umat Islam.

Selama ini, ujarnya, sikap toleransi selalu dilakukan umat Islam. Bahkan, ketika ada gesekan kerukunan umat beragama, sasaran untuk berdamai adalah umat Islam.

Karena yang disuruh toleransi selalu umat Islam, sementara umat yang lain juga harus berjiwa besar. "Jangan yang disalahkan umat Islam padahal umat yang lain juga disadarkan mereka harus mau toleransi peran dan fungsi masjid supaya ada take and give antara non-Muslim dan Muslim, ujarnya saat dihubungi Republika di Jakarta, Senin (19/3).

Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) menuntut pembongkaran menara Masjid Al-Aqsha Sentani, Jayapura. Alasannya, menara masjid itu lebih tinggi dari bangunan gereja yang sudah banyak berdiri di daerah itu.

Menurut Didin, sikap PGGJ perlu dipertimbangkan, jangan sampai kasus ini menguncang kerukunan umat beragama yang selama ini sudah terjalin dengan baik. Pada dasarnya, masing-masing agama memiliki SOP sehingga harus dihargai dan dihormati sesama umat beragama.

Jika di masjid ada suara adzan sebenarnya hal yang biasa karena memang tujuan adzan memanggil umat Islam untuk salat berjamaah dan mengingatkan waktu salat. "Kalau sepanjang waktu ada ngaji bisa diprotes," ucapnya.

"Imbauan masing-masing agama punya SOP kita harus menghargai, menjaga kerukunan. Kita memahami bagian ajaran dari agamanya," ujarnya menambahkan.

Ia juga menekankan tokoh pemuka agama tidak kembali membuat isu di tengah tahun politik ini. Terpenting, kerukunan umat beragama akan terjadi bila tidak mencampuri tradisi yang sudah dilakukan agama masing-masing.

"Saya kira himbauan sudah lama dilakukan untuk saling menghargai, menghormati eksistensi keberagamaan masing-masing, tidak masuk pada wilayah tradisi dan kebiasaan agama masing-masing," ujar dia.

Didin mencontohkan pada perataan nyepi yang baru lewat di Bali. Umat Islam tidak mengumandangkan adzan sebagai sikap toleransi, menghargai perbedaan.  "Papua semestinya begitu. Kasus ini seperti di Tolikara tidak suka dengan Salat Idul Fitri, saya kira jangan diungkit kembali," jelasnya.

Sebelumnya, pada 16 Februari 2018, PGGJ memutuskan beberapa hal yang menjadi sikap gereja. Sehingga perlu diketahui dan dimaklumi oleh semua pihak, sebagai berikut antara lain

1. Bunyi adzan yang selama ini diperdengarkan dari toa kepada khalayak umum harus diarahkan ke dalam masjid.

2. Tidak diperkenankan berdaqwah di seluruh tanah Papua secara khusus di kabupaten Jayapura.

3. Siswi-siswi pada sekolah negeri tidak menggunakan pakaian seragam atau busana bernuansa agama tertentu.

4. Tidak boleh ada ruang khusus seperti mushola pada fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, pasar, terminal dan kantor pemerintah.

5. PGGJ akan memproteksi area perumahan KPR BTN tidak boleh ada pembangunan masjid dan mushola.

6. Pembangunan rumah ibadah di Kabupaten Jayapura wajib mendapat rekomendasi bersama PGGJ, pemerintah daerah dan pemilik hak ulayat sesuai dengan peraturan pemerintah.

7. Tinggi bangunan rumah ibadah dan menarag agama lain tidak boleh melebihi tinggi bangunan gedung gereja yang ada disekitarnya.

8. Pemerintah dan DPR Kabupaten Jayapura wajib menyusun Raperda tentang kerukunan umat beragama di Kabupaten Jayapura.

Sumber : Republika.co.id

Larangan Azan di Papua Picu Ketegangan antar Agama

Larangan Azan di Papua Picu Ketegangan antar Agama

10Berita, , Jakarta – Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas memberikan komentar soal imbauan Persekutuan Gereja-gereja Jayapura yang melarang azan ke keluar masjid. Menurutnya, larangan tersebut bisa memancing ketegangan antar umat beragama.

“Yang dilarang di Papua adalah umat Islam dilarang azan. Azan kan ajaran Islam? Yang melarang agama lain lagi. Yang melarang ini memancing terjadinya ketegangan antar umat beragama,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Ahad (18/03/2018).

“Dan celakanya nanti reaksi tidak hanya terjadi di Papua. Tapi terjadi di provinsi-provinsi lain yang mayoritas beragama Islam,” sambungnya.

Ia juga menegaskan bahwa umat Islam tidak akan diam jika masalah ajaran agamanya diganggu. Anwar menekankan, umat Islam bukanlah umat yang pengecut.

“Mungkin kemauan mereka adalah menyingkirkan Islam dari bumi Indonesia. Kalau itu tunggu dulu, umat Islam itu bukan umat yang pengecut. Saya rasa Belanda angkat kaki dari Indonesia karena semangat jihad umat Islam,” tegasnya.

Namun, ia menyatakan bahwa umat Islam tidak menginginkan adanya kegaduhan di negara ini. Kita, lanjutnya, punya tugas yang lebih mulia lagi yaitu memajukan bangsa dan negara ini. Jadi kalau Indonesia ingin maju, salah satu syaratnya bersatu.

“Dan untuk bersatu kita bisa saling menghormati, jangan saling menekan kalau saling menekan saling memojokkan akan terjadi benturan di lapangan. Dan itu tidak positif,” tandasnya.

Terakhir, ia tetap meminta kepada umat Islam dalam menanggapi isu di Papua dengan kepala dingin. Ia menghimbau agar umat Islam tidak melakukan hal hal yang melanggar hukum.

Sumber : Kiblat 

Azan Dipermasalahkan, Sekjen MUI: Lonceng Memangnya Nggak Ganggu?

Azan Dipermasalahkan, Sekjen MUI: Lonceng Memangnya Nggak Ganggu?

10Berita , Jakarta – Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas tidak setuju bila Persekutuan Gereja-gereja Jayapura (PGGJ) melarang azan karena dianggap tidak toleransi kepada umat agama lain. Sebab, ia menilai bunyi lonceng gereja juga mengganggu.

“Memangnya bunyi lonceng mereka nggakmengganggu, mengganggu juga kan? Kemana tokoh-tokoh HAM? Saya bingung kenapa kok bisa begini, sepertinya yang diminta toleransi untuk umat Islam saja,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Ahad (18/03/2018).

Ia juga menilai bahwa ada standar ganda dalam penerapan toleransi di Indonesia. Pasalnya, di saat bersamaan muncul imbaun kepada umat Islam untuk tidak ke masjid karena ada hari raya Nyepi di Bali. Sebaliknya, kasus ibu penjual nasi di siang Ramadhan di Banten yang ditertipkan aparat justru diributkan.

“Mengapa kok ketika kita minta jangan berdagang siang hari di bulan Ramadhan kok ribut, seperti mau roboh negeri ini,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia meminta supaya jika umat di luar Islam meminta agar umat Islam bertoleransi, maka mereka juga toleransi terhadap umat Islam.

“Jangan sampai ada standar ganda dalam toleransi,” tandas pria yang juga salah satu ketua Muhammadiyah ini.

Sumber : Kiblat.

Minggu, 18 Maret 2018

Melebihi Gereja, Menara Masjid Sentani Dituntut Dibongkar

Melebihi Gereja, Menara Masjid Sentani Dituntut Dibongkar


10Berita, Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGKJ) menuntut menara Masjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura dibongkar.

Ketua Umum PGGKJ, Pendeta Robbi Depondoye mengatakan, pembongkaran harus dilakukan selambat-lambatnya pada 31 Maret 2018, atau 14 hari sejak tuntutan resmi dilayangkan.

"Pernyataan ini kami sampaikan kepada pemerintah, baik Pemerintah Kabupaten Jayapura, DPRD, dan Polres Kabupaten Jayapura. Maka kami mulai hitung. Hari ini adalah hari pertama, sampai 14 hari ke depan," ujar Robbi saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh VIVA pada Sabtu, 17 Maret 2018.

Tuntutan tersebut merupakan sikap resmi PGGKJ yang dirumuskan dalam Konferensi I pada 16 Februari 2018. Menurut Robbi, tuntutan dikeluarkan karena masyarakat di sekitar lokasi pembangunan masjid menyatakan ketidaksukaannya. PGGKJ yang mewakili umat Nasrani di sana lantas mengeluarkan pernyataan sikap untuk direspons oleh pemerintah setempat, termasuk pihak yang membangun masjid.

"Masalah itu muncul ketika semua orang mulai melihat bahwa ketinggian bangunan ini (menara masjid) melebihi gedung-gedung gereja yang ada di sekitar situ," ujar Robbi.

Robbi beralasan, kenyataan bahwa Nasrani merupakan agama yang membuka keterisoliran Papua melalui para pengabar Injil pada 1911 dan harus dijadikan pertimbangan untuk menyikapi masalah ini. Selain itu, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua juga harus turut dipertimbangkan. "Papua memiliki kekhususan," ujar Robbi.

Robbi mengaku tidak mengetahui secara pasti pihak yang melakukan pembangunan masjid yang sudah berlangsung selama satu tahun ini. Robbi meminta pemerintah setempat untuk menyelesaikan masalah sesuai aturan serta cara-cara persuasif. Cara lain akan ditempuh jika dalam 14 hari, belum ada titik temu penyelesaian masalah. Robbi mengaku belum mau mengungkap maksud cara lain yang ia sampaikan.

"Kalau tidak mendapat tanggapan, maka jelas, dari apa yang menjadi keresahan masyarakat, ada langkah sendiri yang akan dikirim PGGJ. Kita masih memiliki cara lain. Ada cara lain yang akan kita lakukan. Tapi kita mengawalinya dengan, marilah kita gunakan cara-cara santun dulu." (Sumber: VIVAnews)Melebihi Gereja, Menara Masjid Sentani Dituntut Dibongkar

PORTAL ISLAM / noreply@blogger.com (PORTAL ISLAM)/ 35 menit yang lalu


[PORTAL-ISLAM.ID] Persekutuan Gereja-gereja di Kabupaten Jayapura (PGGKJ) menuntut menara Masjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura dibongkar.

Ketua Umum PGGKJ, Pendeta Robbi Depondoye mengatakan, pembongkaran harus dilakukan selambat-lambatnya pada 31 Maret 2018, atau 14 hari sejak tuntutan resmi dilayangkan.

"Pernyataan ini kami sampaikan kepada pemerintah, baik Pemerintah Kabupaten Jayapura, DPRD, dan Polres Kabupaten Jayapura. Maka kami mulai hitung. Hari ini adalah hari pertama, sampai 14 hari ke depan," ujar Robbi saat dihubungi melalui sambungan telepon oleh VIVA pada Sabtu, 17 Maret 2018.

Tuntutan tersebut merupakan sikap resmi PGGKJ yang dirumuskan dalam Konferensi I pada 16 Februari 2018. Menurut Robbi, tuntutan dikeluarkan karena masyarakat di sekitar lokasi pembangunan masjid menyatakan ketidaksukaannya. PGGKJ yang mewakili umat Nasrani di sana lantas mengeluarkan pernyataan sikap untuk direspons oleh pemerintah setempat, termasuk pihak yang membangun masjid.

"Masalah itu muncul ketika semua orang mulai melihat bahwa ketinggian bangunan ini (menara masjid) melebihi gedung-gedung gereja yang ada di sekitar situ," ujar Robbi.

Robbi beralasan, kenyataan bahwa Nasrani merupakan agama yang membuka keterisoliran Papua melalui para pengabar Injil pada 1911 dan harus dijadikan pertimbangan untuk menyikapi masalah ini. Selain itu, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otonomi Khusus Bagi Papua juga harus turut dipertimbangkan. "Papua memiliki kekhususan," ujar Robbi.

Robbi mengaku tidak mengetahui secara pasti pihak yang melakukan pembangunan masjid yang sudah berlangsung selama satu tahun ini. Robbi meminta pemerintah setempat untuk menyelesaikan masalah sesuai aturan serta cara-cara persuasif. Cara lain akan ditempuh jika dalam 14 hari, belum ada titik temu penyelesaian masalah. Robbi mengaku belum mau mengungkap maksud cara lain yang ia sampaikan.

"Kalau tidak mendapat tanggapan, maka jelas, dari apa yang menjadi keresahan masyarakat, ada langkah sendiri yang akan dikirim PGGJ. Kita masih memiliki cara lain. Ada cara lain yang akan kita lakukan. Tapi kita mengawalinya dengan, marilah kita gunakan cara-cara santun dulu."

Sumber: VIVAnews

[VIDEO - Pembangunan Masjid Al-Aqsha Distrik Sentani, Jayapura - video 10 Agustus 2017]





[VIDEO - Pembangunan Masjid Al-Aqsha Distrik Sentani, Jayapura - video 10 Agustus 2017]



Sabtu, 17 Maret 2018

Papua Darurat Toleransi, Gereja-gereja di Jayapura Persoalkan Azan, Busana Keagamaan, dan Menara Masjid

Papua Darurat Toleransi, Gereja-gereja di Jayapura Persoalkan Azan, Busana Keagamaan, dan Menara Masjid


10Berita, Beredar informasi tertulis dari Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura (PGGJ) yang meminta dihentikannya pembangunan sebuah masjid di kabupaten tersebut.

Dalam surat edaran itu disebutkan bahwa masjid yang dimaksud adalah Masjid Al-Aqsha yang kini tengah dibangun. Surat itu ditujukan kepada pihak pemerintah dan ditandatangani oleh 15 pendeta dari Gereja-Gereja di Jayapura.

Dalam suratnya mereka tidak meminta pembangunan masjid untuk sepenuhnya dihentikan, namun mereka hanya meminta tinggi masjid yang dibangun harus disesuaikan dengan tinggi gereja sekitar.

Berdasarkan konfirmasi Kumparan kepada Pendeta Robbi Depondoye, Ketua Persekutuan Gereja di Jayapura, informasi tersebut benar adanya.
.
“Iya itu benar dari Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura,” kata Depondoye, Jum’at (16/3/2018)

Pendeta Depondoye mengatakan bahwa agama Kristen merupakan yang pertama datang ke tanah Papua, tepatnya sejak tahun 1916. Kemudian disusul dengan masuknya pemerintah dan agama lain ke Papua. Dengan demikian, sebagai yang pertama masuk sudah seharusnya agama lain menghormati.
.
“Kami tidak melarang, hanya untuk pembangunan Masjid Al-Aqsha ini tolonglah tingginya tidak melebihi bangunan gereja di sekitarnya. Sejajar saja dengan gereja,” lanjutnya.

Menurut Pendeta Depondoye, rancangan bangunan masjid kini untuk tinggi menaranya saja sudah melebihi tinggi dari gereja sekitar.
.
“Di rancangan pembangunannya itu sudah melebihi, menaranya itu sekarang sudah sekitar 30-an meter lebih,” ujarnya.

Menurut Pdt. Depondoye, pembuatan surat edaran itu bertujuan untuk menyampaikan keresahan masyarakat Kristen di Papua. Selain masalah pembangunan Masjid Al-Aqsha, dalam surat itu pun Persekutuan Gereja meminta setiap pembangunan fasilitas ibadah harus ada pemberitahuan kepada pihak gereja.
.
Pernyataan itu disampaikan oleh lebih dari 25 orang yang merupakan perwakilan dari gereja-gereja di Jayapura. Dalam surat edaran itu pun tertulis bahwa mereka memberi waktu kepada pihak terkait untuk merespons paling lambat 14 hari setelah pernyataan sikap. (kumparan.com)

Berikut surat edaran dari Persekutuan Gereja di Jayapura :

Sumber :Dakwah media 

Sabtu, 10 Maret 2018

BKSAP DPR: Stop Kekerasan terhadap Muslim di Srilangka, Jangan Sampai Terulang Tragedi Rohingya Kedua

BKSAP DPR: Stop Kekerasan terhadap Muslim di Srilangka, Jangan Sampai Terulang Tragedi Rohingya Kedua


Kekerasan terhadap Muslim kembali terjadi di Srilanka, sedikitnya dua orang tewas sementara itu 150 rumah, toko, maupun kendaraan bermotor dirusak atau dibakar di Kandy. Foto: BBC.

10Berita, JAKARTA—Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Rofi’ Munawar meminta Pemerintah Srilangka segera menghentikan kekerasan yang terjadi terhadap komunitas muslim di negara tersebut. Jika ini tidak dicegah sejak awal, dirinya mengkhawatirkan akan terjadi tragedi kemanusiaan seperti di Rohingya, Myanmar.

“Pola kekerasan yang terjadi di Srilangka memiliki kemiripan dengan apa yang terjadi di Rohingya Myanmar. Adanya pembiaran kekerasan terhadap kalangan minoritas muslim oleh otoritas resmi dan penanganan konflik yang tidak tuntas,” ujar Wakil Ketua BKSAP Rofi Munawar kepada Islampos.com melalui keterangan persnya, Jumat (9/3/2018).

Merujuk laporan Amnesty International, sejak 5 Maret lalu, permukiman yang terdiri dari rumah-rumah, toko-toko, dan sebuah masjid milik komunitas Muslim lokal terbakar hebat di daerah Digana di Kandy.

Rofi menganalisis bawa konflik ini seperti ‘bara dalam sekam’, karena pemicu konflik jika ditelusuri sangat riskan dan kelihatan terlampau sederhana. Ada akar masalah yang lebih besar terkait relasi sosial dan ekonomi.

“Kemampuan mengelola dan meredam konflik akan sangat menentukan pemulihan kondisi di Srilangka saat ini, dan pada saat yang sama harus di dorong munculnya dialog yang konstruktif,” ujarnya.

Legislator asal Jawa Timur ini juga meminta Pemerintah Indonesia untuk memastikan keselamatan warga indonesia di daerah konflik, membuka komunikasi yang intensif dengan Pemerintah Srilangka dan sekaligus mendorong di hentikannya kekerasan yang terjadi di sana, sebagaimana hal ini telah dilakukan Indonesia di Palestina, Myanmar dan negara-negara konflik lainnya.

“Begitu pula lembaga-lembaga Internasional, khususnya PBB harus terus memantau perkembangan dan mendorong desakan penghentian kekerasan di Srilangka,” tegasnya.

Selama setahun terakhir ketegangan antara sejumlah kelompok Buddhis garis keras dengan komunitas minoritas Muslim meningkat. Kelompok-kelompok Buddhis ekstremis menyebarkan tuduhan bahwa warga Muslim telah memaksa orang untuk masuk Islam dan merusak situs arkeologis agama Buddha.

Antara 17 April dan Juni 2017, tercatat ada lebih dari 20 serangan terhadap umat Islam berupa pembakaran di ruko-ruko milik warga Muslim dan serangan bom molotov di beberapa masjid. Lima orang ditangkap. Polisi menduga para pelakunya berafiliasi dengan ormas ultra-nasionalis bernama Bodu Bala Sena (BBS) yang beranggotakan warga Buddha dari etnis Singhala. []

Sumber :Islampos 

Selasa, 06 Maret 2018

Cina Dituduh Tangkap Wanita Muslim yang Nikahi Pria Pakistan

Cina Dituduh Tangkap Wanita Muslim yang Nikahi Pria Pakistan

Wanita yang ditahan itu tak bersalah dan tak miliki hubungan dengan unsur radikal.

10Berita , CINA - Puluhan wanita muslim di Xinjiang, Cina diduga telah ditahan. Penyebabnya, karena mereka telah menikahi pria di wilayah perbatasan utara Pakistan.

Masalah tersebut telah ditangani dengan suara bulat dalam resolusi dewan legislatif wilayah Gilgit-Baltistan (GB) yang diungkapkan oleh anggota parlemen Pakistan pada Ahad (4/3). Seperti dilansir dari laman, Voanews.com, Selasa (6/3) resolusi tersebut menuntut pemerintah Pakistan mengambil langkah mendesak untuk menjamin pembebasan lebih dari 50 istri Cina.

Wakil ketua majelis tersebut mengatakan, puluhan wanita yang ditangkap akibat tindakan antiterorisme Cina terhadap komunitas etnis Uighur Muslim di Xinjiang. Tahanan tersebut menikah dengan pria GB yang sebagian besar terkait dengan aktivitas perdagangan melalui Jalur Khunjerab, satu-satunya rute darat yang menghubungkan Pakistan dan Cina, sekitar 4.500 meter di atas permukaan laut.

Anggota parlemen daerah menegaskan, sejarah perkawinan silang antara GB dan Xinjiang sudah berumur puluhan tahun, dan kedua wilayah perbatasan tersebut memiliki ikatan budaya yang dalam. Mereka menegaskan, wanita Cina yang ditahan itu tidak bersalah dan tidak memiliki hubungan dengan unsur-unsur radikal manapun.

Pejabat federal Cina dan Pakistan belum segera memberikan reaksi terhadap tuduhan tersebut yang diratakan dalam resolusi tersebut. Kekerasan yang didorong oleh agama di Xinjiang telah menjadi perhatian para pejabat Cina.

Mereka menyalahkan Gerakan Islam Turkistan Timur yang dilarang, atau ETIM, karena merencanakan serangan teroris di dalam dan di luar provinsi tersebut. Kelompok separatis tersebut didirikan oleh orang-orang Uighur militan yang tampaknya menanggapi dugaan pembatasan pemerintah terhadap ekspresi agama dan budaya, tuduhan Beijing membantah sebagai orang berdasar.

ETIM diyakini memiliki hubungan dengan militan yang beroperasi di Afghanistan dan Pakistan. Wilayah Gilgit-Baltistan merupakan pintu gerbang menuju kesepakatan kerjasama ekonomi besar-besaran, yang disebut Koridor Ekonomi Cina-Pakistan.

Proyek ini merupakan kombinasi dari pembangunan jalan, rel, zona bebas ekonomi dan pembangkit listrik di Pakistan dengan investasi Cina senilai USD 62 miliar. Saat ini ribuan orang Cina berada di Pakistan, mengerjakan proyek-proyek terkait CPEC.

Koridor ini bertujuan untuk menghubungkan Laut Arab, pelabuhan Gwadar Pakistan ke Xinjiang melalui Jalur Khunjerab, memberi Beijing akses perdagangan yang aman dan terpendek ke pasar internasional.

Sumber : Republika.co.id

Kamis, 01 Maret 2018

Pelarangan Cadar Terlalu Berlebihan

Pelarangan Cadar Terlalu Berlebihan

Mengenakan cadar merupakan wujud dari keyakinan agama seseorang.

10Berita ,  JAKARTA -- Pelarangan cadar bagi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dinilai terlalu berlebihan. Rektor, seharusnya berpegang pada UUD 1945 pasal 28 yang membebaskan setiap warga negara menjalankan agamanya masing-masing.

"Saya kira berlebihan ya kalau rektor sampai melarang mahasiswinya mengenakan cadar," kata Mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Mulyadi kepada Republika.co.id, Kamis (1/3).

Menurut dia, mengenakan cadar merupakan wujud dari keyakinan agama seseorang. Dan jika dilarang, maka telah melanggar konstitusi Indonesia. Mulyadi mengatakan, seharusnya rektor atau siapapun tidak berhak melarang seseorang mengenakan cadar.

Rektor UIN Sunan Kalijaga dalam hal ini berlebihan karena membuat aturan hingga teknis dan detal apalagi berhubungan dengan keyakinan seseorang. Bagi Mulyadi, penggunaan cadar tidaklah melanggar aturan tertentu apalagi kontitusi Indonesia. "Saya tidak tahu landasan filosofis dan konstitusi rektor membuat aturan pelarangan cadar," ujar dia.

Lagipula, rektor dilarang membuat aturan yang melanggar konstitusi karena penggunaan cadar hak warga negara dalam melaksanakan ibadahnya sesuatu Pasal 28 UU 1945. Justru rektor yang melanggar konstitusi Indonesia.

Jika dikhawatirkan mereka yang menggunakan cadar berafiliasi dengan organisasi aliran yang melanggar konstitusi, bukan cadarnya yang dilarang. Tetapi organisasi yang perlu diusut melalui pengadilan atau perpu pembubaran ormas.

"Bukan orang atau individunya melalui simbol pakaiannya, tetapi organisasi yang perlu diselidiki," kata dia.

Untuk menelusi masalah ini, pengurus HMI yang baru nantinya akan mengunjungi rektor tersebut melalui cabang HMI yang berada disana. "Kami akan meminta penjelasan landasan filosofis, konstitusional pelarangan cadar bagi mahasiswinya, dan akan membahas ini dengan mahasiswa mereka jalan keluarnya," kata dia.

Sementara itu Dirjen Pendidikan Kamarudin Amin masih belum menelusuri terkait aturan yang dibuat Rektor UIN Sunan Kalijaga. Sejak pekan lalu, Kamarudian berada di AS untuk studi banding terkait pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia.

Sumber :Republika.co.id 

Minggu, 25 Februari 2018

VIRAL! Ahoker Songong DIBURU H. Jusuf Hamka

VIRAL! Ahoker Songong DIBURU H. Jusuf Hamka

VIRAL! Ahoker Songong DIBURU H. Jusuf Hamka


Sebuah video viral di media sosial. Seorang pria nampak berbicara dengan latar belakang musik. Pria tersebut menjelek-jelekan Habib Rizieq.

Identitas si pembicara sudah diketahui. Pria tersebut bernama Johnny Baan. Ia seorang pendeta dari Sulawesi Selatan. Berikut datanya.



Setelah koordinasi dengan Jusuf Hamka, aktivis Lieus Sungkharisma melaporkan pendeta Johnny ke bareskrim atas hatespeech dan SARA.

Sebagai tambahan..👇👇👇👇

Setelah berkoordinasi dengan Kepala Suku Tionghoa, Bpk H. Jusuf Hamka, sore ini Bang Lieus Sungkharisma akan ke bareskrim melaporkan orang yang di foto ini (Pastur pengumbar Hatepeech dan SARA). 
Bantu temukan Orang ini kabarkan segera.... pic.twitter.com/kuMk8Vc0bT
— ☣Dreams🌠ComeTrue™ 🇮🇩🇵🇸❤ (@sailordreamer) February 25, 2018[www.tribunislam.com

Sumber : portal-islam.id


Sabtu, 03 Februari 2018

Ketum Parmusi Heran dengan Penolakan Keuskupan Attambua

Ketum Parmusi Heran dengan Penolakan Keuskupan Attambua

10Berita, Attambua  - Kasus penolakan terhadap kegiatan keagamaan kembali terjadi. Kali ini kegiatan Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) di Malaka, Nusa Tenggara Timur ditolak oleh massa.

Ketua Umum Parmusi, H. Usamah Hisyam menyayangkan penolakan ini. Dikatakan Usamah, seluruh kegiatan yang dilakukannya bersama Parmusi tidak menyalahi aturan bahkan dilindungi undang-undang.

“Seluruh kegiatan Parmusi tidak ada yang menyalahi aturan dan ketentuan perundang-undangan. Apa alasannya mereka menolak?” ujar Usamah di Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Jumat (2/2/2018).

Awalnya Usamah dan beberapa pengurus Parmusi yang roadshow Dakwah di NTT akan tetap memaksa melanjutkan acara di Malaka. Namun, karena masukan dari berbagai pihak, seperti kepolisian dan Kementerian Agama setempat, akhirnya Usamah memutuskan membatalkan acara tersebut.

“Karena sudah ada kesepakatan tokoh di sana, akhirnya kegiatan di sana ditunda, walaupun kami tetap meminta ke sana, agar acara tetap berlangsung. Kami menghargai keputusan dan saran-saran tokoh setempat untuk membatalkan acara,” ungkap Usamah.

Seperti diketahui, satu hari menjelang kedatangan Usamah Hisyam ke Malaka, pihak kepolisian setempat mendapat surat berkop Keuskupan Attambua Paroki ST Yohannes Baptista Besikama yang berisi penolakan acara. Dijadwalkan Jumat (2/2/2018), Usamah akan melakukan peletakan batu pertama pembangunan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) di Malaka.

Pihak yang menolak itu juga mengancam akan mengerahkan 5000 massa jika acara tersebut tetap diselenggarakan. Menurut Usamah, kasus ini menjadi preseden buruk bagi kegiata-kegiatan keagamaan di Indonesia.

“Semestinya pihak kepolisian jangan mengikuti desakan-desakan tersebut. Apalagi mereka mengancam akan menurunkan massa. Hal ini tentunya menjadi preseden buruk. Kedepan dikhawatirkan akan mudah pihak tertentu menggagalkan acara dengan mengancama memobilisasi massa,” ujar Usamah.

red: adhila

Sumber :SI Online

Hendak Dihadang 5.000 Massa Katolik di NTT, Ini Tanggapan PARMUSI

Hendak Dihadang 5.000 Massa Katolik di NTT, Ini Tanggapan PARMUSI

10Berita, Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam menegaskan, kunjungannya ke Malaka Jumat (2/2/2018) siang ini akan tetap dilaksanakan, meskipun Keuskupan Attambua Paroki ST Yohannes Baptista Besikama mengancam akan memblokir Kota Malaka dengan 5.000 massa umat Katolik.

“Saya akan temui Keuskupan Yohannes dan massa umat Katolik untuk berdialog. Kita buktikan siapa yang intoleran. Insya Allah Keuskupan setempat akan berubah pikiran untuk mengijinkan kunjungan saya,” ujar Usamah saat dikontak melalui telepon seluler pukul 00.12 Jumat dini hari (2/2/2018), lansir Ahad.co.id.

Usamah dan 16 orang rombongannya akan take off ke Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) dini hari ini untuk transfer pesawat ke Attambua Jumat pagi dan melanjutkan perjalanan darat ke Malaka.

Ayah empat anak ini menegaskan bahwa dirinya akan tetap menuju Malaka. Karena menurut Usamah, kegiatannya untuk meletakkan batu pertama pembangunan TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) Parmusi di Malaka Barat akan dilakukan di lingkungan umat Islam, dan tidak akan mengganggu kehidupan antar umat beragama setempat.

“Malaka itu bagian dari NKRI. Kita ini negara Pancasila, dimana kehidupan beragama di wilayah mana pun dijamin oleh undang-undang,” tandas Usamah.

Ia meyakini, para tokoh umat Katolik setempat akan tercerahkan setelah nanti berdialog dengannya. Sesama anak bangsa, kata Usamah, harus saling menghargai dan menghormati untuk membangun harmoni.

“Islam itu mengajarkan ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama anak bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama anak manusia). Jadi, meskipun agama kita berbeda, kita tidak perlu saling bermusuhan,” ujar Usamah.

Ketika ditanya, bagaimana bila nanti aparat Kepolisian tetap melarangnya berkunjung ke Malaka, Usamah mengatakan, sebagai aparatur hukum yang bertanggungjawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat, Usamah meminta justru pihak kepolisian harus dapat menjadi mediator bagi dialog yang diharapkan.

“Insya Allah, saya akan hadapi 5.000 massa umat Katolik untuk berdialog. Doakan saja semua lancar,” ujarnya.

Sumber: Dakwah Media 

[VIDEO] Usamah Hisyam: Seluruh Kegiatan Parmusi Tak Menyalahi Hukum, Apa Alasan Mereka Menolak?

[VIDEO] Usamah Hisyam: Seluruh Kegiatan Parmusi Tak Menyalahi Hukum, Apa Alasan Mereka Menolak?


10Berita, ATAMBUA -Kasus penolakan terhadap kegiatan keagamaan kembali terjadi. Kali ini kegiatan Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) di Malaka, Nusa Tenggara Timur ditolak oleh massa.

Ketua Umum Parmusi, H. Usamah Hisyam menyayangkan penolakan ini. Dikatakan Usamah, seluruh kegiatan yang dilakukannya bersama Parmusi tidak menyalahi aturan bahkan dilindungi undang-undang.

“Seluruh kegiatan Parmusi tidak ada yang menyalahi aturan dan ketentuan perundang-undangan. Apa alasannya mereka menolak?” ujar Usamah di Atambua, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, Jumat (2/2/2018).

Awalnya Usamah dan beberapa pengurus Parmusi yang roadshow Dakwah di NTT akan tetap memaksa melanjutkan acara di Malaka. Namun, karena masukan dari berbagai pihak, seperti kepolisian dan Kementerian Agama setempat, akhirnya Usamah memutuskan membatalkan acara tersebut.

“Karena sudah ada kesepakatan tokoh di sana, akhirnya kegiatan di sana ditunda, walaupun kami tetap meminta ke sana, agar acara tetap berlangsung. Kami menghargai keputusan dan saran-saran tokoh setempat untuk membatalkan acara,” ungkap Usamah.

Seperti diketahui, satu hari menjelang kedatangan Usamah Hisyam ke Malaka, pihak kepolisian setempat mendapat surat berkop Keuskupan Attambua Paroki ST Yohannes Baptista Besikama yang berisi penolakan acara. Dijadwalkan Jumat (2/2/2018), Usamah akan melakukan peletakan batu pertama pembangunan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) di Malaka.

Pihak yang menolak itu juga mengancam akan mengerahkan 5000 massa jika acara tersebut tetap diselenggarakan. Menurut Usamah, kasus ini menjadi preseden buruk bagi kegiata-kegiatan keagamaan di Indonesia.

“Semestinya pihak kepolisian jangan mengikuti desakan-desakan tersebut. Apalagi mereka mengancam akan menurunkan massa. Hal ini tentunya menjadi preseden buruk. Kedepan dikhawatirkan akan mudah pihak tertentu menggagalkan acara dengan mengancama memobilisasi massa,” ujar Usamah.

Simak liputan Voa Islam TV: 

* [Syaf/]

Sumber :voa-islam.com

Jumat, 02 Februari 2018

Allahu Akbar, Diancam 5000 Massa Katolik, Ketum Parmusi: Kita buktikan siapa yang intoleran

Allahu Akbar, Diancam 5000 Massa Katolik, Ketum Parmusi: Kita buktikan siapa yang intoleran


10Berita, Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam menegaskan, kunjungannya ke Malaka Jumat (2/2) siang ini akan tetap dilaksanakan, meskipun Keuskupan Attambua Paroki ST Yohannes Baptista Besikama mengancam akan memblokir Kota Malaka dengan 5.000 massa umat Katolik.

“Saya akan temui Keuskupan Yohannes dan massa umat Katolik untuk berdialog. Kita buktikan siapa yang intoleran. Insya Allah Keuskupan setempat akan berubah pikiran untuk mengijinkan kunjungan saya,” ujar Usamah saat dikontak melalui telepon seluler pukul 00.12, Jumat (2/2).

Usamah dan 16 orang rombongannya akan take off ke Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) dini hari ini untuk transfer pesawat ke Attambua Jumat pagi dan melanjutkan perjalanan darat ke Malaka.

Ayah empat anak ini bersikukuh untuk tetap menuju Malaka. Karena menurut Usamah, kegiatannya untuk meletakkan batu pertama pembangunan TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) Parmusi di Malaka Barat akan dilakukan di lingkungan umat Islam, dan tidak akan mengganggu kehidupan antar umat beragama setempat.

Ia meyakini, para tokoh umat Katolik setempat akan tercerahkan setelah nanti berdialog dengannya. Sesama anak bangsa, kata Usamah, harus saling menghargai dan menghormati untuk membangun harmoni.

“Islam itu mengajarkan ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama anak bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama anak manusia). Jadi, meskipun agama kita berbeda, kita tidak perlu saling bermusuhan,” ujar Usamah.

Ketika ditanya, bagaimana bila nanti aparat Kepolisian tetap melarangnya berkunjung ke Malaka, Usamah mengatakan, sebagai aparatur hukum yang bertanggungjawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat, Usamah meminta justru pihak kepolisian harus dapat menjadi mediator bagi dialog yang diharapkan.

“Insya Allah, saya akan hadapi 5.000 massa umat Katolik untuk berdialog. Doakan saja semua lancar,” ujarnya.

Usamah yang saat dihubungi tengah bersiap-siap menuju bandara Soekarno Hatta Jakarta berpesan kepada kader dan dai Parmusi seluruh Indonesia serta umat Islam untuk mendoakan perjalanannya ke NTT agar tidak terjadi apa-apa.

“Doakan Allah melindungi perjalanan ini,” pinta Usamah yang berangkat ke NTT didampingi KH. Syuhada Bahri, Ustadz Buchory Muslim, Walpri Danyon Laskar Parmusi Jakarta Saleh Usman, sang isteri Daisyanti Astrilita Siregar, bendahara PP Parmusi Dewi Achyani, dan sejumlah rombongan lainnya.[www.tribunislam.com

Sumber : http://harakatono.com

 

“Jika Larangan Terbang ke Bali saat Nyepi Bisa Mereka Didengarkan, Kenapa Tidak untuk Berpakaian Syar’i Ketika ke Aceh”

“Jika Larangan Terbang ke Bali saat Nyepi Bisa Mereka Didengarkan, Kenapa Tidak untuk Berpakaian Syar’i Ketika ke Aceh”



10Berita, Bupati Aceh Besar, Mawardi Ali, mengeluarkan surat yang memberikan kewajiban busana Muslim bagi para pramugari dari maskapai penerbangan yang masuk ke daerahnya.

Apabila ada yang tidak taat, kata dia, Waliyatul Jisbah—polisi Syariah—di area Bandara Sultan Iskandar Muda akan membagikan jilbab dan sarung kepada pramugari.

“Jika larangan untuk terbang ke Bali pada saat Nyepi bisa mereka dengarkan, kenapa tidak untuk berpakaian syar’i ketika datang ke Aceh,” ungkap Mawardi seperti dilansir BBC Indonesia.

Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan mendukung aturan Bupati Aceh Besar. Budi menilai usulan itu hanya berlaku di Aceh yang memang menerapkan syariat Islam serta tidak untuk daerah lain.

“Saya pikir itu usulan yang baik karena ini suatu syariat. Hanya saja, memang ini, kan, sektoral di daerah Aceh. Saya pikir, saya mendukung,” jelas Budi seperti dikutip Antara.

Surat edaran itu ditujukan kepada delapan maskapai penerbangan seperti Garuda Indonesia, Citilink, Lion Air, Air Asia, Batik Air, Sriwijaya Air, Wings Air, dan Firefly. Secara garis besar, kewajiban memakai busana muslimah berlaku untuk semua maskapai penerbangan yang mendarat maupun terbang dari Bandara Sultan Iskandar Muda, yang berlokasi di wilayah Aceh Besar.

Pihak maskapai penerbangan mengaku tak terlalu mempermasalahkan keberadaan surat edaran tersebut. Citilink, misal, menganggap permintaan itu bukan masalah besar meskipun belum mengetahui rinciannya. Lion Air, mengatakan masih akan membahasnya dengan bagian pelayanan. Dan Garuda Indonesia menyatakan mendukung imbauan Bupati Aceh Besar.

Sumber: bersamadakwah

Polsek Berupaya Gagalkan Kunker Ketum Parmusi ke Malaka, NTT

Polsek Berupaya Gagalkan Kunker Ketum Parmusi ke Malaka, NTT


10Berita, JAKARTA , Ketua PD Parmusi Kabupaten Malaka yang terletak di perbatasan Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Timor Leste, Ustadz Wahidin Maring, dipanggil Polsek Malaka Barat.

Pemanggilan terjadi sekitar tiga jam, setelah Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam mengantar surat Aktifis Pergerakan Islam (API) Bersatu ke Presiden Joko Widodo soal tuntutan pencopotan Jenderal Pol. Tito Karnavian dari jabatan Kapolri melalui Kementerian Sekretariat Negara Kamis (1/2/2018).

Ustadz Wahidin dipanggil pihak kepolisian untuk mendesak segera membatalkan kunjungan Usamah Hisyam ke Malaka Barat, Jumat (2/2/2018) siang nanti.

“Dasar Polsek meminta saya batalkan kunker Ketum karena adanya surat penolakan dari umat Katolik kepada Kapolsek,” ujar Wahidin melalui telepon seluler melalui keterangan resmi Parmusi kepada voa-islam, (2/1/2018)

Wahidin mengungkapkan, desakan pembatalan kunker Usamah Hisyam itu sangat mendadak. Menurutnya, para tokoh dipanggil bertemu Polsek Malaka Barat baru maghrib tadi. Padahal sepekan sebelumnya PD Parmusi Malaka Barat sudah melayangkan surat pemberitahuan kepada Polsek hingga jajaran Muspika.

“Kami diberitahu pintu Malaka akan diblokir 5000 massa untuk menolak Ketum Parmusi. Saya tidak tahu apa alasan sebenarnya. Saya didesak Polsek untuk menulis surat pembatalan kunjungan Pak Ketum. Tapi saya belum lakukan. Karena baru jam 11 malam tadi saya bisa bicara melalui telepon dengan Pak Usamah. Beliau instruksikan kunjungan ke Malaka Barat tetap dilaksanakan,” kata Wahidin.

Wahidin sangat menyayangkan adanya surat yang dirasakan sangat mendadak dari Keuskupan Attambua Paroki ST. Yohannes  Baptista Besikama tertanggal 1 Februari kepada Kapolsek.

“Padahal, pagi tadi seluruh anggota masyarakat dan para tokoh lintas agama sudah berkoordinasi untuk menyambut Pak Ketum. Karena kehidupan antar umat beragama di sini sesungguhnya sangat harmoni. Eee… kenapa ini tiba-tiba ada Polsek dapat surat dan desak kami membatalkan kunjungan pak Ketum?” tanya Wahidin terheran-heran.

Ketika ditanya, apakah desakan pembatalan itu ada kaitannya dengan sikap Ketum Parmusi pada Kamis siang yang turut mendesak pencopotan Tito Karnavian dari jabatan Kapolri karena pernyataan Kapolri bahwa ormas lain di luar NU dan Muhammadiyah akan merontokkan negara, Wahidin mengatakan dia tidak tahu menahu dengan sikap ketum Parmusi tersebut.

“Kami di sini belum dapat informasi,” ujarnya.

Pada akhir November 2017 lalu, rombongan Ekspedisi Dakwah Parmusi ke Malaka yang semula akan dipimpin Usamah berjalan lancar. Saat itu Usamah harus kembali ke Jakarta secara mendadak, sehingga rombongan ke Malaka dipimpin oleh Ketua Lembaga Dakwah Parmusi KH. Syuhada Bahri.

Ketika itu, kisah Wahidin, KH. Syuhada menjanjikan Parmusi akan membantu pembangunan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), agar umat Islam setempat bisa fokus belajar mengaji yang akan dibimbing para dai Parmusi setempat.

Sesuai instruksi PP Parmusi, bantuan tersebut akan diserahkan langsung oleh Ketum Parmusi yang direncanakan meletakkan batu pertama pembangunan TPA di atas lahan seluas 10 x 46 meter di Desa Besikama Malaka Barat. Lahan tersebut merupakan tanah wakaf dari sesepuh setempat, Ibrahim, pensiunan polisi.

Menurut Wahidin, di kawasan tersebut terdapat 16 KK warga muslim yang masih perlu mendapat bimbingan agama dari para dai Parmusi.

“Saya sudah desak Pak Ketum untuk batalkan kunjungannya, karena ini diminta Polsek. Tapi Pak Ketum tetap bersikeras Jumat (2/2/2018) subuh nanti terbang ke NTT bersama 16 orang rombongannya. Dari Kupang, beliau akan langsung terbang menuju Attambua, dan langsung ke Malaka melalui perjalanan darat. Saya jadi bingung,” tandas Wahidin. (bilal/)

Sumber : voa-islam

Ditolak Masuk NTT, Ketum Parmusi: Kita Buktikan Siapa yang Intoleran

Ditolak Masuk NTT, Ketum Parmusi: Kita Buktikan Siapa yang Intoleran

10BeritaJAKARTA – Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam menegaskan, kunjungannya ke Malaka Jumat (2/2/2018) siang ini akan tetap dilaksanakan, meskipun Keuskupan Attambua Paroki ST Yohannes Baptista Besikama mengancam akan memblokir Kota Malaka dengan 5.000 massa umat Katolik.

“Saya akan temui Keuskupan Yohannes dan massa umat Katolik untuk berdialog. Kita buktikan siapa yang intoleran. Insya Allah Keuskupan setempat akan berubah pikiran untuk mengijinkan kunjungan saya,” ujar Usamah saat dikontak melalui telepon seluler pukul 00.12 Jumat dini hari (2/2/2018), lansir Ahad.co.id.

Usamah dan 16 orang rombongannya akan take off ke Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT) dini hari ini untuk transfer pesawat ke Attambua Jumat pagi dan melanjutkan perjalanan darat ke Malaka.

Ayah empat anak ini menegaskan bahwa dirinya akan tetap menuju Malaka. Karena menurut Usamah, kegiatannya untuk meletakkan batu pertama pembangunan TPA (Taman Pendidikan Al-Quran) Parmusi di Malaka Barat akan dilakukan di lingkungan umat Islam, dan tidak akan mengganggu kehidupan antar umat beragama setempat.

“Malaka itu bagian dari NKRI. Kita ini negara Pancasila, dimana kehidupan beragama di wilayah mana pun dijamin oleh undang-undang,” tandas Usamah.

Ia meyakini, para tokoh umat Katolik setempat akan tercerahkan setelah nanti berdialog dengannya. Sesama anak bangsa, kata Usamah, harus saling menghargai dan menghormati untuk membangun harmoni.

“Islam itu mengajarkan ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama anak bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama anak manusia). Jadi, meskipun agama kita berbeda, kita tidak perlu saling bermusuhan,” ujar Usamah.

Ketika ditanya, bagaimana bila nanti aparat Kepolisian tetap melarangnya berkunjung ke Malaka, Usamah mengatakan, sebagai aparatur hukum yang bertanggungjawab terhadap keamanan dan ketertiban masyarakat, Usamah meminta justru pihak kepolisian harus dapat menjadi mediator bagi dialog yang diharapkan.

“Insya Allah, saya akan hadapi 5.000 massa umat Katolik untuk berdialog. Doakan saja semua lancar,” ujarnya.

Sumber :ameera/arrahmah.com