OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.
Tampilkan postingan dengan label KHAZANAH. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KHAZANAH. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Desember 2020

6 Laskar FPI Ditembak Mati, UAS: Membunuh Orang Beriman Balasannya Neraka Jahanam!

 6 Laskar FPI Ditembak Mati, UAS: Membunuh Orang Beriman Balasannya Neraka Jahanam!



 

10Berita - Ustadz Abdul Somad (UAS) meminta Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusut tuntas kasus penembakan enam laskar pengawal Habib Rizieq hingga tewas. Hal itu penting agar tidak terjadi fitnah berkepanjangan.

UAS memberi tiga poin pernyataan sikap. Pertama, dalam ajaran agama Islam membunuh satu orang sama saja dengan membunuh semua orang. Kemudian, membunuh orang beriman maka balasannya adalah neraka jahanam.

"Audzubillahiminassyaitonnirojim, man qatala nafsan bighayri nafsin faka-annamaa qatala nnaasa jamii'an. Siapa yang membunuh satu orang maka dia sama seperti membunuh semua orang. Waman yaqtul mu’minan muta’ammidan fajazaa’uhu jahannam, siapa yang membunuh orang beriman maka balasannya adalah neraka jahanam," ucap UAS melalui video yang dikirimkan oleh Jurnalis Islam Bersatu (JITU), Selasa (8/12/2020).

UAS menyebut dalam agama Islam atau agama manapun tidak ada ajaran untuk membunuh sebagai solusi menyelesaikan masalah. Karenanya, tindakan tersebut bertentangan dengan ajaran agama itu sendiri.

"Poin kedua, meminta kepada Komnas HAM untuk mengusut tuntas supaya tidak terjadi fitnah berkepanjangan untuk mematikan percikan percikan api di tengah ilalang kering. Kalau Komnas HAM bertindak, diusut tuntas apa yang sebenarnya terjadi maka Insya Allah, Allah menolong selesailah masalah," jelasnya.

Pascainsiden ini, UAS juga mengajak seluruh bangsa Indonesia tidak terprovokasi serta banyak berdoa kepada Allah Ta’ala. Sebab seluruh aspek hidup ini sudah diatur oleh-Nya. Tak lupa, ia berpesan agar masyarakat tetap cerdas berpikir dan bermedia sosial.

"Ketiga, kepada seluruh jamaah seluruh bangsa Indonesia agar tidak terprovokasi, cerdas berpikir, cerdas bermedsos, dan banyak berdoa kepada Allah, jangan lupa hidup ini ada yang mengatur, tidak ada satu pun yang luput dari pandangan Allah, tidak ada satu yang lepas dari pengetahuan Allah, Allah tidak tidur," tutupnya.

Sebagaimana diketahui, enam orang laskar pengawal Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) meninggal dunia setelah ditembak aparat. FPI menilai tindakan ini merupakan pelanggaran HAM berat karenanya akan ditempuh upaya hukum agar kasus ini tidak lolos.

Sementara itu, Polda Metro Jaya mengatakan penembakan terhadap enam orang tersebut karena mereka mencoba membahayakan nyawa petugas di lapangan.[okezone]


Senin, 07 Desember 2020

Yang Rampok Duit Rakyat Dari Partai Mana? Kok FPI Yang Mau Dibubarkan?

 Yang Rampok Duit Rakyat Dari Partai Mana? Kok FPI Yang Mau Dibubarkan?

10Berita – Front Pembela Islam (FPI) menanggapi penangkapan Mensos Juliari Batubara yang korupsi Bansos Covid-19 sebanyak Rp17 miliar. Mensos pun tak dikenakan pasal hukuman mati.

“Rampok duit rakyat Rp17 miliar , dari partai apa,” sindir FPI dalam akun Twitter-nya @DPPLI_ID, Minggu (6/12).

“Kadang bingung. Yang rampok duit rakyat bukan FPI, tapi FPI yang diuber-uber untuk dibubarkan, apa yang ube-uber bagian dari yang rampok duit rakyat?,” tanya FPI dalam status tersebut.

Sementara itu, mantan Jurubicara KPK, Febri Diansyah dalam akun Twitter, Minggu (6/12), menyindir soal slogan hukuman mati yang kerap disampaikan sebagai tanda serius memberantas korupsi.


“Ada yang pakai slogan hukum mati koruptor saat pandemi. Seolah-olah seperti serius berantas korupsi,” kata Febri di akun Twitter @febridiansyah.

Febri menyebut bahwa di UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terdapat kondisi tertentu yang ancamannya adalah hukuman mati.

Pada pasal 2 ayat 2 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor berbunyi, “dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dalam Ayat 1 dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan”.

Sumber: Eramuslim

Sabtu, 05 Desember 2020

Habib Umar Al Hamid Minta Pemerintah Cermati Seruan Dialog HRS

 Habib Umar Al Hamid Minta Pemerintah Cermati Seruan Dialog HRS




10Berita
-  Ketua Umum Generasi Cinta Negeri (Gentari) Habib Umar Al Hamid berharap agar pemerintah mencermati ajakan dialog kebangsaan HRS.

"Gentari berharap pemerintah cermati pidato HRS terutama soal dialog persatuan dan membangun bangsa," kata Habib Umar Alhamid kepada wartawan, Jumat (4/12).

Disisi lain, Habib Umar Al Hamid mengingatkan habaib, ulama, tokoh masyarakat hingga aparat TNI dan Polri agar berpegang teguh kepada prinsip saling menghormati dalam rangka meningkatkan potensi bingkai persatuan nasional.

Penggagas Persaudaraan Alumni (PA) 212 ini juga meminta agar semua unsur-unsur itu mewaspadai manuver kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab dengan maksud memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.

“Tetap waspada menghadapi kelompok tidak bertanggung jawab yang ingin memecah belah,” ujar Habib Umar.

Sebelumnya, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab saat memberikan sambutan dalam acara "Dialog Nasional 100 Ulama dan Tokoh" yang diselenggarakan PA 212 dan FPI, pada Rabu (2/12) menyerukan ada dialog dan rekonsiliasi. Habib Rizieq juga mengajak semua pihak untuk menyudahi kegaduhan yang terjadi di Indonesia.

Ia juga berharap ada dialog yang sehat antar semua komponen bangsa untuk kebaikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (*)

[news.beritaislam.org]


Rabu, 02 Desember 2020

HRS: Mengkritik Pemerintahan yang Sah Itu Bukan Makar, Bukan Pemberontakan

 HRS: Mengkritik Pemerintahan yang Sah Itu Bukan Makar, Bukan Pemberontakan


 

 10Berita - Reuni 212 digelar dengan Dialog Nasional dengan berbagai tokoh. Dalam kesempatan itu, sebagai pembicara utama adalah Habib Rizieq Shihab.

Dikutip dari kumparan (02/12/2020), Habib Rizieq mengupas panjang lebar soal Revolusi Akhlak digaungkan sejak pulang kembali ke Indonesia.
 
Soa revolusi akhirnya, Rizieq menegaskan, tak perlu diartikan sebagai gerakan untuk menjatuhkan pemerintahan yang sah saat ini. Dia menilai, revolusi akhlak itu merupakan perubahan cepat terkait berbagai sikap yang tidak baik ke yang baik.

“Revolusi akhlak jangan digambarkan revolusi berdarah-darah, makar, pemberontakan, menjatuhkan pemerintahan, khowarij, enggak begitu,” ujar Habib Rizieq saat jadi pembicara dalam Dialog Nasional Reuni 212 secara virtual, Rabu (2/12).

“Jangan ada yang berpikir dengan Revolusi Akhlak itu revolusi bersenjata, pemberontakan tidak betul,” tambah dia.

Ia mengatakan bahwa dirinya dan para ulama dididik dengan manhaj ahlusunnah wal jamaah. Dalam ajaran itu, tidak diperkenankan melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah.

“Tapi, kita harus bersikap objektif kalau bagus baik kita apresiasi, kita terima jalankan bersama,” kata dia.

“Adapun kebijakan tidak populer, membahayakan keselamatan bangsa dan negara, menindas rakyat, wajib kita kritisi. Mengkritik pemerintahan yang sah itu bukan makar bukan pemberontakan,” tutur dia.[kumparan/aks/nu] 


Selasa, 01 Desember 2020

Rocky Gerung: Saya Harap Jokowi Tetap Pelihara Politik Oligarki

 Rocky Gerung: Saya Harap Jokowi Tetap Pelihara Politik Oligarki



 10Berita,Pengamat Politik Rocky Gerung dan Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun berbincang-bincang perihal Habib Rizieq Shihab yang dirasa membuat Istana kelabakan.

Rocky Gerung mengatakan, kini Habib Rizieq tinggal menunggu momentum yang tepat untuk melebarkan sayap politiknya. Dia menyinggung soal politik oligarki yang menurutnya erat kaitannya dengan Presiden Jokowi.

"Jadi Habib Rizieq cuma menunggu momentum aja. Tergantung Jokowi mau membuka pembicaraan, mengubah politik oligarki," ujar Rocky Gerung seperti dikutip Suara.com dari tayangan dalam kanal YouTube Refly Harun.

"Tapi saya harap Pak Jokowi tetap memelihara politik oligarki, buzzer-buzzer tetap arogan. Biar dipercepat.....," sambungnya diiringi tawa Rocky Gerung dan Refly Harun.

"Dipercepat pembuluh darah. Kan ini konsekuensinya," tukas Rocky Gerung.

"Ini yang dipercepat pecahnya pembuluh darah ya, bukan yang lain," kata Refly Harun menegaskan ucapan Rocky Gerung.

Dalam bincang-bincang itu, Rocky Gerung juga menyebut Habib Rizieq membuat Istana susah tidur.

Pasalnya, menurut dia Istana selalu terngiang-ngiang dengan Habib Rizieq kedepannya akan seperti apa.

"Itu nama yang bikin istana susah tidur karena terngiyang-ngiyang terus di kuping mereka. Besok Habib Rizieq ngundang siapa, mengucapkan kalimat apa, besok Habib Rizieq diwawancara siapa," terang Rocky Gerung.

"Istana kehilangan fokus karena ada sumbu politik baru yang akan tumbuh nasional," tukas Rocky Gerung.

Perihal munculnya sumbu politik baru, Rocky Gerung lantas menyinggung keberadaan Gatot Nurmantyo yang sebelumnya juga banyak disorot publik.

"Sumbu pendek atau sumbu panjang?" tanya Refly Harun.

"Sumbu pendek karena hanya dari Menteng ke Petamburan. Gatot Nurmantyo dan Habib Rizieq," balas Rocky Gerung.

Rocky Gerung menerangkan, Habib Rizieq nantinya akan datang pada momentum yang tepat. [sc]

Terbaru, Dubes Arab Saudi Bongkar Kebohongan Pejabat RI Terkait HRS

 Terbaru, Dubes Arab Saudi Bongkar Kebohongan Pejabat RI Terkait HRS





10Berita
 -  Dubеѕ Arаb Saudi untuk Indоnеѕіа Eѕѕаm bin Abеd Al-Thаԛаfі mеmbоngkаr kеbоhоngаn реjаbаt RI terkait HRS.

Dаlаm wаwаnасаrа dеngаn CNN Indonesia mulаі раdа menit 20:38, Essam bіn Abed Al-Thаԛаfі berbicara terkait HRS tеrmаѕuk isu overstay yang dіungkарkаn pejabat Indonesia tеrmаѕuk Dubеѕ RI dі Arab Saudi.
 

Eѕѕаm mеngаtаkаn, HRS tidak аdа masalah ѕеlаmа tinggal di Mekkah Arаb Sаudі. “Tіdаk аdа mаѕаlаh ѕааt dіа tіnggаl dі Mekkah karena keputusan ѕеndіrі, itu bukan kami. Jаdі ketika mеmutuѕkаn kеmbаlі kе Indоnеѕіа kаmі mеngіzіnkаnnуа,” kаtа Eѕѕаm.


Kаtа Essam, tidak ada реlаnggаrаn уаng dіlаkukаn HRS ѕеlаmа tinggal dі Mekkah. “Tіdаk аdа jеnіѕ реlаnggаrаn арарun. Dіа ѕесаrа рrіbаdі lеbіh mеmіlіh untuk tinggal ѕаmраі tіbа wаktunуа untuk kembali ke Indоnеѕіа. Itu уаng tеrjаdі,” jеlаѕnуа.

Mеnurut Eѕѕаm, HRS tіnggаl di Mеkkаh ѕереrtі muѕlіm lainnya.




[news.beritaislam.org]


Sabtu, 28 November 2020

Buya Yahya: Habib Rizieq dan Habib Jindan Itu Diadu Domba, Jangan Kawan Dijadikan Lawan!

 Buya Yahya: Habib Rizieq dan Habib Jindan Itu Diadu Domba, Jangan Kawan Dijadikan Lawan!


10Berita,Kontroversi Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib M. Rizieq Shihab dengan Habib Ahmad bin Novel bin Salim Jindan, dinilai sebagai satu bentuk adu doma oleh pihak-pihak yang tidak mengerti perbedaan cara berdakwah.

Penilaian itu disampaikan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah, Yahya Zainul Ma'arif atau kerap disapa Buya Yahya, dalam sebuah ceramahnya yang diposting kanal Youtube Redaksi Islam, Sabtu (28/11/2020).

Buya Yahya mengatakan, komentar Habib Jindan terhadap ceramah Habib M. Rizieq Shihab, pada acara Maulid Nabi di Petamburan, Jakarta (14/11), sengaja dibuat, atau disetting sedemikian rupa agar kelihatn berlawanan.

"Habib Jindan diadu dengan Habib Rizieq. Yang bikin terenyuh adalah yang menyanjung Habib Jindan mencaci Habib Rizieq, yang menyanjung Habib Rizieq mencacai Habib Jindan. Dan sebutan binatang diberikan kepada para ulama. Ini kan problem," ujar Buya Yahya.

Lebih lanjut, buya Yahya mengingatkan kepada umat Islam, baik itu yang menyanjung Habib Rizieq maupun Habib Jindan, untuk mengerti bahwa mereka adalah bersaudara.

Justru, orang-orang yang mengarahkan wacana, memperkeruh suasana dan bukan penerus perjuangan Nabi Muhamad SAW adalah musuh yang harus di lawan.

"Kalau anda berjuang anda harus tau musuh mu. Kalau anda tidak tau bisa memenggal leher kawan mu sendiri. Kan begitu kisah dalam media laga, kalian harus mengenali siapa kawan mu siapa musuhmu," ungkapnya.

"Lah, ini kawan dijadikan lawan. Sampai saya lihat komentar, saya diukut-ikutkan juga. Buya Yahya 'menghabisi' Habib Jindan, Habib Jindan menghabisi Habib Rizieq. Ada apa ini pengadu domba ini? Siapa mereka? Padahal meraka (Habib Jindan dan Habib RIzieq) itu cuma berbeda cara dalam berjuang," demikian Buya Yahya. 

[Video]


[RMOL]

Selasa, 24 November 2020

Gubernur Lemhanas Sebut TNI Tidak Tak Berwenang Bubarkan FPI Ataupun Ormas

 Gubernur Lemhanas Sebut TNI Tidak Tak Berwenang Bubarkan FPI Ataupun Ormas


 

10Berita - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo mengatakan bukan kewenangan TNI untuk membubarkan suatu organisasi.

Agus menjelaskan tugas TNI itu adalah pertahanan nasional yang pada hakekatnya, untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan nasional terhadap ancaman militer dari luar negeri.

Tercantum dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Esensi tugas TNI, ucap Agus, adalah tugas perang. 

"Namun TNI bisa dibawa masuk ke tugas-tugas dalam negeri untuk kepentingan nasional sesuai dengan perintah presiden," ujar Agus kepada Tribun Network, Sabtu (21/11/2020).

Sedangkan ketentuan pembubaran Ormas diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormasi). 

Pencabutan Surat Keterangan Terdaftar dilakukan Kementerian Dalam Negeri, status badan hukum oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Karena itu, pembubaran suatu organisasi tak dapat dilakukan oleh TNI.

"Tugas TNI itu adalah sesuai kewenangannya yang diberikan konstitusi. Konstitusi kan tidak memberikan kewenangan kepada TNI untuk membubarkan organisasi," tutur Agus.

Karena itu, menurut Agus, tidak bisa TNI membubarkan organisasi seperti Front Pembela Islam (FPI).

"Tidak di dalam kewenangan TNI. Itu tidak merupakan tanggungjawab TNI dan tidak berada dalam kewenangan TNI untuk melakukan hal itu," ucapnya.

Agus berujar tatanan nasional harus ditertibkan agar menjadi lebih teratur guna bisa melakukan pembangunan ke masa depan.

Menurutnya kalau tatanan-tatanan yang mengatur peran dan kewenangan berbagai lembaga di dalam negara ini masih simpang siur, Indonesia tidak akan bisa maju membangun dirinya untuk bisa bersaing dengan negara lain di dunia.

Namun, Agus meminta pimpinan FPI Muhammad Rizieq Shihab tidak melontarkan pernyataan yang provokatif.

"Karena secara logika dan perasaan saja ucapan-ucapan itu sudah membakar masyarakat untuk bisa terpolarisasi pro dan kontra jangan dong," ucap Agus.

"Jangan mau menang sendiri, saya tidak mengajari bagaimana untuk menjadi penganut agama Islam yang baik, tapi saya yakin dan percaya Islam tidak pernah mengajarkan orang untuk mencabik-cabik perasaan masyarakat," sambungnya.

Sebelumnya Panglima Komando Daerah Militer Jaya (Pangdam Jaya) Mayor Jenderal Dudung Abdurachman mengancam pembubaran Front Pembela Islam (FPI). 

Biodata Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman, Dagangannya Ditendang Oknum Tamtama (kompas.com)

Dudung menegaskan, FPI kerap bertindak sewenang-wenang dan merasa paling benar sendiri.

Jenderal bintang dua itu pun menginstruksikan prajurit TNI untuk menurunkan puluhan baliho bergambar Rizieq dan ajakan melakukan revolusi akhlak.(tribunnews)


Senin, 23 November 2020

TERUNGKAP... Donatur Utama Pendirian NU 1926 Adalah Keluarga Dekat Ibunda Habib Rizieq Shihab

 TERUNGKAP... Donatur Utama Pendirian NU 1926 Adalah Keluarga Dekat Ibunda Habib Rizieq Shihab



10Berit,Habib Abu Bakar bin Hasan Alatas, sahabat karib Gus Dur mengatakan bahwa donatur utama pendirian NU 1926 adalah keluarga dekat Ibunda Habib Rizieq Shihab, beliau adalah Habib Abdullah bin Muchsin bin Abu Bakar Alatas. Hal tersebut disampaikan Habib Abu Bakar Alatas dalam Haul-1 Gus Dur di Kediaman Ciganjur.

Menurut dia, Habib Abdullah bin Muchsin Alatas yang biasa disebut Saudagar Betawi ini bekas kediamannya sekarang menjadi Museum Textiel di Jakarta Pusat.

“Beliau adalah pengusaha sukses yang menyumbangkan 26.000 Gulden, yang setara dengan 26 milyar rupiah.” ujar Habib Abu Bakar di Jakarta, Rabu (12/07).

Lebih lanjut Habib Abu Bakar mengungkapkan bahwa, donasi tersebut diberikan untuk membiayai pendirian NU 1926, dan diberikan tanpa persetujuan Pemerintah Kolonial Belanda. Karena penjajah Belanda sangat membatasi gerak pribumi untuk melakukan usaha yang bisa membahayakan pemerintahan penjajah di Indonesia.

Habib Abu Bakar Alatas adalah sahabat dekat Gus Dur, yang menjadi tempat curhat Gus Dur sebelum dan sesudah jadi presiden.

“Saat masih menjabat sebagai Presiden, Gus Dur puluhan kali datang ke kediaman Habib Abu Bakar Alatas di Martapura dekat Banjarmasin,” bebernya.

*Foto: Habib Abubakar Alatas bersama Habib Rizieq Shihab


Jumat, 20 November 2020

Tragedi Tanjung Priok 1984: Kala Tentara Membantai Umat Islam, Dituduh Anti-Pancasila

 Tragedi Tanjung Priok 1984: Kala Tentara Membantai Umat Islam, Dituduh Anti-Pancasila


10Berita,Tanggal 12 September 1984, adalah titi mangsa yang begitu kelabu bagi umat muslim. 

Di Tanjung Priok, Jakarta Utara, darah tumpah. Dari percik pemantik beberapa hari sebelumnya, polemik berpuncak pada tetesan darah pada 12 September 1984. 

Pecahlah kerusuhan yang melibatkan massa Islam dengan aparat pemerintah Orde Baru (Orba). Korban tewas nyaris seluruhnya meregang nyawa lantaran diterjang timah panas dari senapan tentara.

Pertumpahan darah sesama anak bangsa itu bermula dari penerapan Pancasila sebagai asas tunggal yang mulai gencar digaungkan sejak awal 1980-an. 

Semua organisasi di bumi Nusantara wajib berasaskan Pancasila, tidak boleh yang lain. Artinya, siapapun yang tidak sejalan dengan garis politik rezim Orba maka layak dituduh sebagai anti-Pancasila (Tohir Bawazir, Jalan Tengah Demokrasi, 2015: 161).

Mereka yang Dituding Subversif

Di tengah suasana yang terkesan represif itu, terdengar kabar dari langgar kecil di pesisir utara ibukota. Abdul Qadir Djaelani, seorang ulama sekaligus tokoh masyarakat Tanjung Priok, disebut-sebut kerap menyampaikan ceramah yang dituding aparat sebagai provokatif dan berpotensi mengancam stabilitas nasional.

Dari situlah kejadian berdarah itu bermula. Dalam eksepsi pembelaannya di pengadilan, Abdul Qadir Djaelani menyampaikan kesaksian yang barangkali berbeda dengan versi “resmi” pemerintah Orde Baru.

Selepas subuh usai peristiwa Tanjung Priok, Djaelani dijemput aparat untuk dihadapkan ke meja hijau. Akhir 1985, pengadilan menjatuhkan vonis terhadap mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) itu. Djaelani dihukum penjara 18 tahun dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana subversi melalui ceramah, khotbah, dan tulisan-tulisannya (Tempo, Volume 23, 1993:14).

Selain Djaelani, persidangan juga menyeret sejumlah tokoh cendekiawan Islam lainnya seperti AM Fatwa, Tony Ardi, Mawardi Noor, Oesmany Al Hamidy, Hasan Kiat, dan lainnya, yang dituding sebagai “aktor intelektual” bentrokan tersebut.

Setidaknya ada 28 orang yang diadili dalam rangkaian sidang yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan itu. Majelis hakim menyatakan seluruh tertuduh dinyatakan bersalah, dan dijatuhi sanksi bui yang lamanya bervariasi, hingga belasan tahun seperti yang dikenakan kepada Djaelani.

Djaelani sempat menyampaikan eksepsi pembelaannya di pengadilan, termasuk kronologi yang mengiringi insiden berdarah Tanjung Priok pada 12 September 1984 itu. Kesaksian Djaelani ini lalu diterbitkan dalam buku yang judulnya sama dengan judul eksepsi pembelaannya di pengadilan (A.Q. Djaelani, Musuh-musuh Islam Melakukan Ofensif terhadap Umat Islam Indonesia: Sebuah Pembelaan, 1985).

Pemantik Bentrok di Tanjung Priok

Dalam eksepsi pembelaannya, Djaelani menceritakan awal mula perselisihan warga kontra aparat itu. Sabtu, 8 September 1984, dua Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari Koramil datang ke Musala As-Sa’adah di Gang IV Koja, Tanjung Priok. Mereka memasuki area tempat ibadah tanpa melepas sepatu dengan maksud mencopot pamflet yang dianggap berisi ujaran kebencian terhadap pemerintah.

Djaelani menyebut kedua Babinsa itu memakai air comberan dari got untuk menyiram pamflet tersebut. Dalam persidangan, hal ini diakui oleh Hermanu, salah seorang anggota Babinsa pelakunya yang dihadirkan sebagai saksi, dengan dalih:

”… pamflet-pamflet itu ditulis dengan pilox yang tidak bisa dihapus dan tidak ada peralatan di tempat itu untuk dipakai menghapusnya. Maka, tidak ada cara lain kecuali menyiramnya dengan air comberan.” (Irfan S. Awwas, ed., Bencana Umat Islam di Indonesia Tahun 1980-2000, 2000:30).

Kelakuan dua Babinsa ini segera menjadi kasak-kusuk di kalangan jemaah dan warga sekitar kendati masih menahan diri untuk tidak langsung merespons secara frontal. Namun, tidak pernah ada upaya nyata dari pemerintah atau pihak-pihak yang berwenang untuk segera menyelesaikan masalah ini secara damai sebelum terjadi polemik yang lebih besar.

Dua hari kemudian, masih dari penuturan Djaelani, terjadi pertengkaran antara beberapa jemaah musala dengan tentara pelaku pencemaran rumah ibadah. Adu mulut itu sempat terhenti setelah dua Babinsa itu diajak masuk ke kantor pengurus Masjid Baitul Makmur yang terletak tidak jauh dari musala. Namun, kabar telah terlanjur beredar sehingga masyarakat mulai berdatangan ke masjid.

Situasi tiba-tiba ricuh karena salah seorang dari kerumunan membakar sepeda motor milik tentara. Aparat yang juga sudah didatangkan segera bertindak mengamankan orang-orang yang diduga menjadi provokator. Empat orang ditangkap, termasuk oknum pembakar motor. Penahanan tersebut tak pelak membuat massa semakin kesal terhadap aparat.

Namun, kata Djaelani, masyarakat masih mencari cara agar persoalan ini tidak harus melibatkan massa dalam jumlah besar. Keesokan harinya, tanggal 11 September 1984, jemaah meminta bantuan kepada Amir Biki untuk merampungkan permasalahan ini. Amir Biki adalah tokoh masyarakat yang dianggap mampu memediasi antara massa dengan tentara di Kodim maupun Koramil.

Massa Islam vs Aparat Negara

Amir Biki segera merespons permintaan jemaah itu dengan mendatangi Kodim untuk menyampaikan tuntutan agar melepaskan 4 orang yang ditahan. Namun, ia tidak memperoleh jawaban yang pasti, bahkan terkesan dipermainkan oleh petugas-petugas di Kodim itu (Kontras, Mereka Bilang di Sini Tidak Ada Tuhan: Suara Korban Tragedi Priok, 2004:19).

Merasa dipermainkan, Amir Biki kemudian menggagas pertemuan pada malam harinya untuk membahas persoalan serius ini. Para ulama dan tokoh-tokoh agama dimohon datang, undangan juga disebarkan kepada umat Islam se-Jakarta dan sekitarnya. Forum umat Islam itu dimulai pada pukul 8 malam dan berlangsung selama kurang lebih 3 jam.

Amir Biki sebenarnya bukan seorang penceramah. Namun, oleh jemaah yang hadir, ia didesak untuk menyampaikan pidato dalam forum tersebut. Amir Biki pun naik ke mimbar dan berseru:

“Kita meminta teman-teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak membela kebenaran meskipun kita menanggung risiko. Kalau mereka tidak dibebaskan maka kita harus memprotesnya!”

“Kita tidak boleh merusak apapun! Kalau ada yang merusak di tengah-tengah perjalanan, berarti itu bukan golongan kita,” lanjut Amir Biki mengingatkan para jemaah, seperti dituturkan Abdul Qadir Djaelani dalam persidangan.

Lantaran permohonan pembebasan 4 tahanan itu tetap tidak digubris hingga menjelang pergantian hari, maka paginya, 12 September 1984, sekitar 1.500 orang bergerak, sebagian menuju Polres Tanjung Priok, yang lainnya ke arah Kodim yang berjarak tidak terlalu jauh, hanya sekira 200 meter.

Kontroversi Jumlah Korban

Massa yang menuju Polres ternyata sudah dihadang pasukan militer dengan persenjataan lengkap. Bahkan, tidak hanya senjata saja yang disiapkan, juga alat-alat berat termasuk panser (Kontras, 2004: 20). Peringatan aparat dibalas takbir oleh massa yang terus merangsek. Para tentara langsung menyambutnya dengan rentetan tembakan dari senapan otomatis.

Korban mulai bergelimpangan. Ribuan orang panik dan berlarian di tengah hujan peluru. Aparat terus saja memberondong massa dengan membabi-buta. Bahkan, seorang saksi mata mendengar umpatan dari salah seorang tentara yang kehabisan amunisi. “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini masih banyak!” (Tanjung Priok Berdarah: Tanggung Jawab Siapa?, 1998: 32).

Dari arah pelabuhan, dua truk besar yang mengangkut pasukan tambahan datang dengan kecepatan tinggi. Tak hanya memuntahkan peluru, dua kendaraan berat itu juga menerjang dan melindas massa yang sedang bertiarap di jalanan. Suara jerit kesakitan berpadu dengan bunyi gemeretak tulang-tulang yang remuk. Pernyataan Djaelani di pengadilan mengamini bahwa aksi brutal aparat itu memang benar-benar terjadi.

Kejadian serupa dialami rombongan pimpinan Amir Biki yang menuju Kodim. Aparat meminta 3 orang perwakilan untuk maju, sementara yang lain harus menunggu. Ketika 3 perwakilan massa itu mendekat, tentara justru menyongsong mereka dengan tembakan yang memicu kepanikan massa. Puluhan orang tewas dalam fragmen ini, termasuk Amir Biki (Ikrar Nusa Bhakti, Militer dan Politik Kekerasan Orde Baru, 2001: 56).

Tidak diketahui secara pasti berapa korban, baik yang tewas, luka-luka, maupun hilang, dalam tragedi di Tanjung Priok karena pemerintah Orde Baru menutupi fakta yang sebenarnya. Panglima ABRI saat itu, L.B. Moerdani, mengatakan bahwa 18 orang tewas dan 53 orang luka-luka dalam insiden tersebut (A.M. Fatwa, Pengadilan HAM ad hoc Tanjung Priok, 2005: 123).

Namun, pernyataan Panglima ABRI tersebut sangat berbeda dengan data dari Solidaritas untuk Peristiwa Tanjung Priok (Sontak) yang juga didukung oleh kesaksian Djaelani. Lembaga ini menyebut bahwa tidak kurang dari 400 orang tewas dalam tragedi berdarah itu, belum termasuk yang luka dan hilang (Suara Hidayatullah, Volume 11, 1998: 67). [tirto]

Yusril: Presiden saja Tidak Berwenang Berhentikan Kepala Daerah, Apalagi Instruksi Mendagri

 Yusril: Presiden saja Tidak Berwenang Berhentikan Kepala Daerah, Apalagi Instruksi Mendagri




10Berita
-  Penerbitan Instruksi Mendagri 6/2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan Untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 tak bisa menjadi dasar untuk memberhentikan kepala daerah.

"Instruksi Mendagri 6/2020 tidak dapat menjadi dasar memberhentikan kepala daerah yang tidak melaksanakan seluruh peraturan perundang-undangan terkait penegakan protokol kesehatan dalam menghadapi pandemi Covid-19," kata pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan, Kamis (19/11).

Ia menjelaskan, pada hakikatnya Instruksi Presiden, Instruksi Menteri, dan sejenisnya adalah perintah tertulis dari atasan kepada jajaran yang berada di bawahnya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Dalam UU 10/2004 yang kemudian diganti UU 12/2011 dan kemudian diubah UU 15/2019, jelas Yuzril, tidak dicantumkan Inpres sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Hal tersebut karena untuk mengakhiri keragu-raguan tentang status Inpres yang sangat banyak diterbitkan pada masa Presiden Suharto.

"Adanya ancaman kepada kepala daerah dalam Instruksi Mendagri 6/2020 bisa saja terjadi. Namun proses pelaksanaan pemberhentian kepala daerah tetap harus berdasarkan pada UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah," lanjut Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini.

Ia melanjutkan, kepala daerah yang sebelumnya telah ditetapkan KPU sebagai pemenang pemilu tidak dapat dipersoalkan, apalagi ditolak oleh pemerintah. Posisi presiden atau mendagri tinggal menerbitkan keputusan tentang pengesahan pasangan gubernur atau bupati/walikota terpilih dan melantiknya.

"Dengan demikian, presiden tidak berwenang mengambil inisiatif memberhentian gubernur dan/atau wakil gubernur. Mendagri juga tidak berwenang mengambil prakarsa memberhentikan bupati dan walikota beserta wakilnya," tandasnya.  []

[news.beritaislam.org]


Kamis, 19 November 2020

Ombudsman: Indonesia Bukan Cuma DKI, Periksa Juga Ratusan Kasus Kerumunan Pilkada!

 Ombudsman: Indonesia Bukan Cuma DKI, Periksa Juga Ratusan Kasus Kerumunan Pilkada!

10Berita – Ombudsman RI menyoroti penanganan terhadap kerumunan yang terjadi dalam acara Habib Rizieq Syihab. Ombudsman juga membandingkan dengan kerumunan Pilkada 2020 di sejumlah daerah yang dinilai belum mendapatkan sanksi tegas.

“Pemerintah daerah, Indonesia ini bukan hanya DKI Jakarta yang terus membiarkan kerumunan massa. Begitu juga polda-polda, jajaran polisi, bukan saja DKI Jakarta. Justru yang terjadi di lebih dari 200 pemerintah daerah terjadi pemilihan kepala daerah, gubernur, wali kota, bupati. Hampir setiap hari terjadi kerumunan di sana. Tetapi saya kira ini belum ada tindakan sanksi apapun terhadap mereka,” kata Anggota Ombudsman RI Laode Ida dalam acara d’Rooftalk yang tayang di detikcom, Rabu (18/11/2020).

Ida menyebut penegakan hukum dalam penanganan kerumunan di Pilkada masih menjadi persoalan. Menurutnya, penegakan hukum terkait protokol pencegahan COVID-19 dalam gelaran Pilkada belum terjadi di sejumlah daerah.


“Ini persoalan tersendiri. Relasi pemilihan kepala daerah dengan penegakan hukum yang menggunakan protokol COVID ini saya kira masih belum terjadi di beberapa daerah,” ujarnya.

Ida pun menyoroti kerumunan massa juga terjadi di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, saat hari kepulangan Habib Rizieq. Ia mempertanyakan tak adanya sanksi terhadap Kapolda Banten Irjen Fiandar seperti yang diberikan kepada eks Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan eks Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi.

“Terjadi kerumunan massa di Bandara. Bandara Cengkareng itu wilayah Banten. Jika perlakuannya sama sebenarnya dengan Jakarta, ini Pak Jenderal, maka peristiwa kerumunan terjadi di Banten itu mestinya juga perlakuannya sama terhadap kapoldanya dengan DKI Jakarta dan Jawa Barat,” tuturnya.

Ida mengatakan membeludaknya massa yang menjemput Habib Rizieq memang tidak terduga. Hal itu, menurutnya, membuat jajaran kepolisian tidak bisa mengantisipasi kerumunan yang terjadi.

Sumber: 

Haedar Nashir: Kalau Tak Bisa Tangani Covid-19, Jangan Cari Masalah

 Haedar Nashir: Kalau Tak Bisa Tangani Covid-19, Jangan Cari Masalah


 10Berita – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, meminta semua pihak agar punya kesadaran untuk mematuhi protokol kesehatan. Ia menegaskan, covid-19 adalah virus yang nyata, berbahaya dapat menular ke orang lain.


Paling tidak kata dia, jika tidak bisa melakukan penanganan corona, setidaknya tidak mencari masalah atau menambah masalah. Hal Itu dikatakan Haedar dalam sambutannya pada silaturahmi Milad ke-108 Muhammadiyah melalui virtual, Rabu (18/11/2020).

Haedar meminta kepada semua pihak harus tetap waspada. Perbuatan orang tidak disiplin dapat berdampak luas bagi penularan virus dan keselematan jiwa orang lain.

“Jika belum mampu memberikan solusi, setidaknya jangan membikin masalah yang membuat rantai penularan makin menyebar,” singgung Haedar.

Menurut Haedar, setiap pengabaian dan kelalaian dapat berdampak luas pada keselamatan jiwa sesama serta membuat proses yang sudah tercipta baik akan kembali tidak kondusif.

Kewaspadaan terhadap wabah ini, jelas Haedar, adalah wujud dari ahlak yang karimah. Untuk itu, kedisiplinan untuk menghambat penyebaran virus guna menyelamatkan diri dan orang lain, harus tetap dijaga dengan baik.

“Setelah sembilan bulan semua berjuang dengan prihatin, kita harus tetap disiplin dan waspada, serta tidak boleh lengah sebagai wujud sikap keislaman yang berakhlak karimah dan ra?matan lil-‘?lam?n,” tuturnya.

Dalam menghadapi pandemi ini, Muhammadiyah yang dilahirkan oleh KH Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada 18 November 1912, tetap bisa bertahan untuk ikut berperan aktif.

“Kita bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat dan anugerah-Nya sehingga Muhammadiyah mampu bertahan dan berkembang sebagai gerakan Islam yang terus berkiprah memajukan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta,” kata Haedar.

Menurutnya rasa syukur merupakan kekuatan ruhaniah Muhammadiyah agar dalam menjalankan misi dakwah dan tajdid, senantiasa mendapatkan berkah dan rida Allah. 

Dengan bersyukur kata dia, Muhammadiyah akan memperoleh keluasan rezeki dan karunia Allah. Muhammadiyah ketika memperingati Milad ke-108 berada dalam suasana bangsa dan dunia masih menghadapi pandemi Covid 19. 

“Maka, sebagai kaum beriman, pandemi ini merupakan musibah yang harus kita hadapi dengan ikhtiar dan doa yang sungguh-sungguh agar Allah SWT mengangkat wabah ini atas Kuasa dan Rahman-Rahim-Nya,” ujarnya.

Melalui Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC), ‘Aisyiyah, dan seluruh komponen gerakannya, sejak awal terus berbuat yang maksimal dalam menghadapi sekaligus mencari solusi atas pandemi ini.

“Muhammadiyah mengambil langkah memberi solusi dalam usaha kesehatan, sosial-ekonomi, edukasi masyarakat, dan panduan keagamaan hasil ijtihad Tarjih. Alhamdulillah kiprah Muhammadiyah memperoleh apresiasi dari berbagai pihak dan masyarakat luas,” katanya.

Menurutnya, Muhammadiyah dalam menghadapi pandemi Covid-19 telah mengajarkan praktik baik cara beragama yang tekun, taat, dan rasional. 

Menjelang Milad ini melalui MCCC, Muhammadiyah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Kesehatan atas kinerjanya dalam melawan Covid-19. Penghargaan tersebut diberikan dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-56 tanggal 12 November 2020.

“Semuanya merupakan bukti, jika Muhammadiyah berbuat baik wujud dari amal saleh dengan ikhlas, maka kiprahnya akan memeperoleh dukungan positif dari masyarakat luas,” katanya.

Tentunya, Muhammadiyah terus berikhtiar agar usaha menghadapi pandemi makin ditingkatkan dan tidak boleh surut. Pandemi Covid-19 ini telah membawa dampak sangat luas dalam kehidupan.

Karenanya Muhammadiyah mengajak semua pihak dan warga bangsa untuk bersama-sama berusaha menghadapi musibah ini dengan segala ikhtiar yang maksimal. 

Tegakkan aturan serta disiplin protokol kesehatan dengan sebaik-baiknya. Umat Islam dan warga Persyarikatan harus menunjukkan uswah ?asanah dan menjadi pemberi solusi hadapi pandemi yang berat ini. (Albar)

Sumber: Muslim Obsession.


Senin, 16 November 2020

Gus Baha: Dalam Etika Jawa, Orang Nakal Harus Dikatakan Sundal atau Lonte

 Gus Baha: Dalam Etika Jawa, Orang Nakal Harus Dikatakan Sundal atau Lonte


 10Berita - Nama Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha Senin (16/11/2020) pagi ini mendadak jadi trending topic di Twitter.  Pasalnya, di Twitter telah ramai beredar rekaman suara Gus Baha yang menyebut "berkah adanya lonte".  

Setelah ditelusuri, rekaman suara itu ternyata pertama disebarkan oleh Ustaz Maaher At-Thuwailibi melalui akun Twitter-nya, @ustadzmaaher_.

Ustaz Maaher mengunggah potongan rekaman suara Gus Baha saat ceramah yang menyebut adanya keberkahan dari sebutan lonte bagi orang nakal.  Dalam rekaman tersebut, Gus Baha membahas lonte yang dianggap menjijikkan namun membawa berkah.  

Tak ayal, potongan rekaman suara itu menjadi viral hingga membuat nama Gus Baha menggema di Twitter.

"Contoh paling mudah semoga kita dapat berkah dari contoh ini. Sebetulnya dalam etika Jawa, berkah kebenaran orang nakal harus dikatakan sundal atau lonte.

Itu kelontean dan kesundalan akan tabu terus, selama orang masih ngomong untuk lonte itu sundal, untuk WTS itu lonte atau sundal.

Artinya apa, orang masih jijik atau merendahkan derajat mereka yang berprofesi sebagai lonte atau sundal. Dan ini baik bagi agama, bagi keberlangsungan moral. Karena masih ada yang menjijikkan proses-proses yang salah.

Meskipun kita sebagai ulama, sebagai tokoh masyarakat tentu mereka tetap kita kasih ruang untuk taubat, juga kita kasih hak-hak martabatnya sebagai manusia. Tapi kita akan tetap bilang itu lonte atau apa," ujar Gus Baha dalam rekaman video itu.

Mengunggah rekaman suara tersebut, Ustaz Maaher pun berujar bahwa kita harus menyebut Gus Baha sebagai "lonte"  

"Ulama besar NU (Gus Baha): harus kita katakan lonte!" ujar Maaher.

Diketahui, video ceramah itu diduga terjadi jauh sebelum perseteruan Ustaz Maaher dan Nikita Mirzani.  Diketahui Nikita sempat mengomentari kepulangan Imam Besar FPI Muhammad Rizieq Shihab ke Indonesia.  Dalam pernyataannya Nikita menyebut habib merupakan tukang obat.  

Hingga akhirnya pernyataan Nikita itu memicu kemarahan beberapa pendukung Rizieq. Salah satunya Ustaz Maaher.  Bahkan Ustaz Maaher mengancam akan mengepung rumah Nikita dengan 800 orang pendukung Habib Rizieq. Dalam cuitannya yang ditujukan kepada Nikita, Ustaz Maaher menyebut Nikita sebagai lonte.

Di sisi lain, Nikita tidak gentar dengan ancaman Ustaz Maaher. Malah dia mengungkap bahwa Ustaz Maaher menghina ulama besar Habib Lutfi dalam sebuah cuitannya. (jatimtimes)


Sabtu, 14 November 2020

Sikap HRS: Posisi Ulama bukan Oposisi, tapi Amar Ma'ruf Nahi Munkar

 Sikap HRS: Posisi Ulama bukan Oposisi, tapi Amar Ma'ruf Nahi Munkar



 10Berita - Sepulang dari Tanah Suci ke Tanah Air, Imam Besar Habib Rizieq Shihab menegaskan sikap dan posisinya yang sangat jelas. Yaitu menegakkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Bukan sebagai Oposisi Pemerintah.

Apa bedanya? Antara Oposisi dengan Amar Ma'ruf Nahi Munkar?

"Posisi Ulama itu bukan oposisi, tapi posisi Ulama melakukan Amar Ma'ruf Nahi Munkar," kata Habib Rizieq dihadapan jamaah.

"Lalu apa bedanya Oposisi dengan Ulama? Ada beda. Oposisi sering kali memposisikan diri segala keputusan Pemerintah yang baik atau tidak baik, dia protes, dia serang, jadi putusan yang sudah baik pun, kadang-kadang diprotes juga. Tapi kalau Ulama tidak seperti itu. Putusan Pemerintah yang bagus, kita apresiasi, kita hargai, kita terimakasih, kita doakan. Tapi putusan yang tidak baik, merugikan rakyat, merusak agama, menghancurkan negara, wajib kita kritisi!" tegas Habib.

Selengkapnya video: 


Sumber: konten islam

Kamis, 12 November 2020

Apa Salahnya Prajurit TNI Dukung HRS? Dari Dulu TNI Dekat dengan Ulama kok!

 Apa Salahnya Prajurit TNI Dukung HRS? Dari Dulu TNI Dekat dengan Ulama kok!




10Berita
 -  Anggota DPR RI Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid dan Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Fadli Zon kompak tidak sepakat dengan salah satu prajurit TNI yang diganjar hukuman lantaran mendukung Habib Rizieq Shihab.

Hidayat Nur Wahid mengatakan, sejak dulu TNI dikenal dekat dengan masyarakat dan kalangan ulama. Dia berikan contoh KH Syubchi Parakan yang sangat dihormati oleh Jenderal Sudirman.

“Dari dulu, TNI dikenal dekat dengan Ulama. Jendral Sudirman, Bapak TNI, sangat hormat dengan KH Syubchi Parakan,” kata Hidayat Nur Wahid di twitternya, Kamis (12/11).

Wakil Ketua MPR RI ini menyayangkan pihak TNI yang menjatuhi hukuman kepada prajurit yang mengaku dukung HRS tersebut. Sebab, HRS merupakan sosok yang tidak memusuhi negara.

“HRS sejak di Makah nyatakan beliau tidak memusuhi Pemerintah atau TNI. Ekspresi hormat 2 Prajurit itu mestinya tidak berbuntut panjang, tapi harumkan nama TNI dan kuatkan NKRI,” kata Hidayat.

Sementara itu, Fadli Zon menilai, tidak seharusnya prajurit tersebut didiskriminasi. Tidak ada salahnya jika ada prajurit TNI mendukung Habib Rizieq Shihab.

“Apa salahnya kalau ada prajurit TNI simpati atas kedatangan ulama besar Habib Rizieq Syihab dari Saudi Arabia setelah 3,5 tahun? Jangan mengirim pesan salah papa publik, ” kata Fadli Zon.

“TNI selalu baik dengan ulama, kyai, habaib dan tokoh-tokoh agama. Jangan perlakukan prajurit tersenut seperti kriminal,” sambung Fadli.

Diberitakan, sebelumnya sebuah video yang memperlihatkan seorang anggota TNI tengah berada di dalam truk militer dan mengucapkan kalimat bernada dukungan kepada Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab, viral beredar di media sosial.

Video tersebut diketahui diambil pada saat anggota TNI tengah melakukan perjalanan menuju Bandara Internasional Soekarno-Hatta, untuk melakukan tugas pengamanan terhadap massa yang akan datang menyambut kedatangan Rizieq Shihab pada Senin, (9/11) kemarin.

Pihak Kodam Jaya pun langsung mengklarifikasi kejadian tersebut. Pernyataan yang dilontarkan oleh prajurit TNI itu dianggap sebuah pelanggaran dalam tata kehidupan militer.

Kapendam Jaya Kolonel Inf Refki Efriandana Edwar langsung mengatakan, prajurit tersebut bernama Kopda Asyari. Dia dianggap melanggar tata kehidupan militer.

“Dalam tata kehidupan militer, tindakan prajurit tersebut jelas bertentangan dengan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 8 huruf a UU nomo 25 tahun 2014 tentang Hukum Disiplin Militer dan akan dijatuhi sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya,” kata Refki. Atas aksinya itu, Kopda Asyari pun disebut dikenal sansksi disiplin. (*)

[news.beritaislam.org]


Rabu, 11 November 2020

Habib Rizieq: Kita Bukan Memusuhi Pemerintah tapi Musuhi Segala Bentuk Kejahatan

 Habib Rizieq: Kita Bukan Memusuhi Pemerintah tapi Musuhi Segala Bentuk Kejahatan

Konten Islam / 1 menit yang lalu


 10Berita- Lantaran sering mengkritik kebijakan pemerintah, beredar asumsi bahwa Front Pembela Islam (FPI) dibawah naungan Habib Rizieq Shihab (HRS), memusuhi pemerintah.

Atas hal tersebut, HRS memberikan klarifikasi. HRS menyebut pihaknya bukanlah memusuhi pemerintah, melainkan memusuhi kezaliman.

Hal itu ia sampaikan, saat menyampaikan ceramah terkait sejumlah isu tentang kepulangan dirinya ke Indonesia.
 
"Sekali lagi kita yang ada di sini habaib, ulama, sekali lagi kita bukan musuh pemerintah. Kita bukan musuh negara, kita bukan musuh tentara, kita bukan musuh polisi," kata Rizieq, dikutip dari RRI pada Selasa, 10 November 2020.

HRS meluruskan bahwa selama ini yang beliau perangi adalah kezaliman, kecurangan, kemunafikan dan segala macam kejahatan.

"Kita musuh kezaliman, kita musuh kecurangan, kita musuh kemunafikan, kita musuh segala kejahatan, betul?" ujar Rizieq.

Sementara, jika memang pemerintah berbuat hal baik untuk rakyat, Dia pun takkan sungkan untuk memberikan apresiasi.

Habib juga mencontohkan, bahwa beliau mengapresiasi Menkopolhukam Mahfud MD, yang telah mempersilakan pendukungnya untuk menjemput di bandara.

"Kaya kemarin Pak Mahfud umumkan yang mau jemput silakan, nah baik enggak tuh, kita terima kasih. Terima kasih Pak Mahfud umat akhirnya diizinkan menjemput," kata Rizieq.

"Tapi pada saat Pak Mahfud bilang Habib Rizieq kriminal, deportasi, itu baik apa enggak? Enggak terima kasih. Jadi kita objektif saja yang baik kita terima kasih, yang enggak baik kita luruskan. Insyaallah,"ujar Rizieq.

Habib menegaskan bahwa selama ini Dia bersama FPI hanya berusaha konsisten untuk memerangi kezaliman dan memperjuangkan keadilan.***[pikirapikiran10

Rocky Tak Kaget ILC Tema HRS Dibatalkan: Itu SOP dari Istana

 Rocky Tak Kaget ILC Tema HRS Dibatalkan: Itu SOP dari Istana




10Berita
-  Pengamat politik Rocky Gerung angkat bicara soal dibatalkannya acara Indonesia Lawyers Club (ILC).

Ia mengaku tidak kaget dengan pembatalan acara yang rencananya akan mengangkat tema soal kepulangan Habib Rizieq tersebut.

Acara yang seharusnya ditayangkan pada Selasa (10/11/2020) itu mendadak dibatalkan dengan alasan yang tidak dijelaskan pihak televisi.

"Tadi malam saya tidak kaget mendengar ILC dibatalkan, itu sama dengan 212 itu. Hak publik untuk tahu siapa yang tiba di bandara tidak boleh diberitakan. Itu kan konyol," kata Rocky dilansir dari kanal YouTube-nya, Rabu (11/11/2020).

Menurutnya, pembatalan itu adalah upaya pemerintah membatasi informasi yang harusnya diterima oleh publik lewat media.

Hersubeno Arief lantas menanyakan kepada Rocky perihal pembatalan itu.

"Jadi kelihatannya ada air bah, ada bendungan kecil. Pemerintah membangun bendungan kecil dengan melarang ILC tayang kan?" tanya Hersubeno.

"Iya, kan enggak bisa air bah ditahan di gorong-gorong kan? Malah yang di gorong-gorong yang hanyut," sindir Rocky.

Hersubeno lantas menyinggung soal kehadiran Rocky di ILC yang sempat vakum beberapa bulan. Absennya Rocky di acara tersebut diduga karena adanya pelarangan kemunculannya di depan publik.

"Anda sendiri sempat beberapa lama tidak muncul di ILC ya, kabarnya Anda juga di-banned tidak boleh muncul?" tanya Hersubeno.

Rocky membenarkan hal itu. Ia menuding bahwa pelarangan tampil dirinya di ILC berkat campur tangan Istana.

"Ya, saya kira itu SOP dari Istana. Begitu kalau ada isu yang bisa membuat kuping Istana jadi tipis dan matanya jadi membelok begitu, maka budaya Komkamtib muncul lagi," ujar Rocky.

Dari insiden-insiden tersebut, Rocky menyimpulkan bahwa negara sudah kehilangan sifat demokratis.

"Jadi terlihat bahwa negara ini kalau dibilang demmokratis, sebenarnya sudah hilang sifat demokratisnya. Kan ukurannya dari pers ya. Kalau pers sudah dikendalikan oleh Istana, di dalam keadaan politik otoriter itu bagus. Tapi kalau di keadaan demoratis ya gimana," pungkas Rocky.

ILC Tema Habib Rizieq Dibatalkan

Acara Indonesia Lawyers Club di TV One pada Selasa (10/11/2020) edisi Kepulangan Habib Rizieq dibatalkan.

Menanggapi pembatalan acara tersebut, politisi Fadli Zon mencurigai adanya keganjilan yang terjadi dibalinya.

Fadli Zon mengaku dirinya sempat dihubungi Karni Ilyas untuk menjadi narasumber dalam acara tersebut. Namun saat hendak berangkat, tiba-tiba dia mendapatkan kabar ILC dibatalkan.

"Tanggal 9-10 kemarin, saya kebetulan berada di Bandung karena ada sejumlah kegiatan termasuk kegiatan DPR RI dengan masyarakat dan tokoh sunda," ungkap Fadli Zon dilansir dari tayangan dalam Kanal YouTube-nya, Selasa (10/11/2020) malam.

"Saya mendapat undangan untuk menjadi narasumber acara ILC yang seharusnya terjadi pada tgl 10 November 2020 dengan tema tentang Habib Rizieq, kembalinya atau pulangnya dia. Nah saya sudah oke dan kembali ke Jakarta lebih awal ketika sudah selesai urusan. Itu untuk mengejar acara ILC. Tapi di jalan, saya ditelfon bahwa acara ILC yg sangat penting itu dibatalkan," sambung dia.

Fadli Zon mengatakan, tidak ada alasan yang jelas dari penyelenggara terkait pembatalan acara ILC.

Namun, Fadli Zon menduga ada 'tangan ghaib' yang memang sengaja meminta acara tersebut dibatalkan.

"Tidak ada alasan, tapi kita sama-sama tahu kenapa ILC dibatalkan. Saya kira ada tangan gaib yang mungkin menelfon atau meminta ILC dibatalkan," tegas Fadli Zon.

Fadli Zon tidak sepakat dengan pembatalan acara ILC. Menurutnya, pembatalan itu merupakan bentuk pengekangan dan pembungkangan pers di tengah arus demokrasi.

Dengan lantang, dia menyebutnya sebagai ironi.

"Bagi saya, ini pengekangan atau pembungkaman kebebasan pers di era demokrasi," ucap dia.

"Sebuah ironi dan mudah-mudahan ini terakhir kali terjadi. Kalau ini terus-terus terjadi justru melukai dan menciderai demokrasi kita," lanjut Fadli.[]

[news.beritaislam.org]