OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Selasa, 30 Januari 2018

AILA: Seks Bebas dan LGBT Tak Sesuai Kepribadian Bangsa

AILA: Seks Bebas dan LGBT Tak Sesuai Kepribadian Bangsa

Rifa'i fadhly/hidayatullah.com

Ketua AILA Rita Soebagio.

10Berita – Aliansi Cinta Keluarga (AILA) Indonesia menyampaikan masukan terkait Revisi Undang-Undang (RUU) KUHP dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/01/2018).

Ketua AILA Indonesia Rita Soebagio mengatakan, kehadiran AILA adalah bagian dari penunaian amanah yang telah diberikan oleh Mahkamah Konstitusi (MK), sebagaimana yang disampaikan Majelis Hakim MK kepada para pemohon judicial review Pasal Kesusilaan dalam KUHP, beberapa waktu yang lalu.

Baca: DPR Tegas Tolak Hubungan Sesama Jenis


Dalam kesempatan di DPR itu, Rita menyampaikan, perilaku seks bebas serta lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) adalah perbuatan yang jelas-jelas membahayakan dan tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

“Sementara itu, sebagian kalangan justru memperjuangkan ‘politik gay’ (gay politics) dengan mempromosikan berbagai pandangan yang mengesankan seolah-olah orientasi seksual yang menyimpang itu adalah persoalan genetis,” ujarnya.

Padahal, kata dia, pandangan semacam itu masih diperdebatkan secara akademis, sedangkan semua agama di Indonesia menolaknya secara tegas.

Baca: AILA: Gugatan di MK Upaya Merekayasa Sosial, Bukan Kriminalisasi


Rita mengungkapkan, sejatinya persoalan kesusilaan yang dibicarakan ini bukanlah permasalahan AILA semata, bahkan seluruh elemen bangsa memiliki kepentingan terhadapnya.

Keterlibatan banyak pihak seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan sebagainya dalam proses persidangan judicial review yang berlangsung hampir dua tahun lamanya, jelasnya, merupakan bukti bahwa ada keresahan yang luar biasa dari masyarakat.

“Oleh karena itu, AILA Indonesia berharap para anggota DPR RI yang terhormat dapat memperhatikan aspirasi ini,” tuturnya.

Baca: ‘MK Tolak JR Pasal Kesusilaan Berdampak Makin Rentannya Kejahatan Seksual’


Untuk itu, AILA Indonesia, kata Rita, mengajak seluruh elemen bangsa untuk mengawal pembahasan RUU KUHP ini demi keselamatan keluarga bangsa Indonesia.*

Rep: Yahya G Nasrullah

Editor: Muhammad Abdus Syakur

Sumber : Hidayatullah.com

Senin, 29 Januari 2018

Demo Blokir Jalan Jatibaru, Sopir Angkot Diundang Anies Sarapan Bareng

Demo Blokir Jalan Jatibaru, Sopir Angkot Diundang Anies Sarapan Bareng

10BeritaJakarta  - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengajak para sopir angkot yang siang tadi memblokir Jalan Jatibaru Raya, untuk sarapan bersama di Balai Kota Rabu mendatang.

Ajakan tersebut disampaikan langsung oleh Kadishub DKI Jakarta Andri Yansyah di hadapan para sopir angkot yang merasa kecewa atas kebijakan penutupan Jalan Jatibaru yang diperuntukkan bagi pedagang kaki lima (PKL) untuk jualan.

"Pak Gubernur ajak sama kita-kita nanti Rabu pagi sarapan bareng di Balai Kota. Tapi perwakilan semuanya hadir. Terus dihitung semuanya, kerugiannya apa? Terus datanya gimana?" ujar Andri di hadapan para sopir, Senin (29/1/2018).

Dalam pertemuan tersebut, beber Andri, Gubernur Anies akan memberikan kesempatan kepada sopir angkot untuk menyampaikan kerugian akibat dari kebijakannya. 

"Jadi kita ngomong masalah perekonomian saja. Karena ini kan masalah perut," ujarnya.

Untuk itu, Andri meminta kepada seluruh sopir angkot untuk mencurahkan semuanya kepada Anies, sehingga ke depannya tidak ada persoalan yang sama terulang kembali.

"Jadi satu hari punya kesempatan ke bapak-bapak untuk berdiskusi dengan rekan-rekan. Jadi besok sudah dikasih tahu. Besok bapak kasih tahu masalahnya apa. Jangan udah di sana beda lagi beda lagi. Pak gubernur mintanya semua jangan ada tertingal perwakilannya baik M11, 10, 9, 8, 03," terangnya.

"Soal ganjil genap silakan saja deh, masuk lewat atas bawah lewat Blok G silakan. Tapi bapak-bapak atur, supaya antar bapak jangan ribut supaya jangan ada kesalahan, entar disangka ente ribut dan kita enggak ada penengah lagi," imbuhnya.

Itulah sebabnya, Andri mengatakan para sopir itu boleh bebas mencurahkan persoalannya saat bertemu dengan Anies di Balai Kota, lusa mendatang.

Red: Shodiq Ramadhan

Sumber : SI Online

TAMPAR Telak Denny Siregar Soal Jual Kemiskinan, Warganet: BOROS COCOT

TAMPAR Telak Denny Siregar Soal Jual Kemiskinan, Warganet: BOROS COCOT


10Berita, Saat nyeruput kopi pahit ada kiriman tulisan dari Deni Siregar judulnya "jualan orang miskin". Jadi ingat kedunguan seorang penulis yang punya follower lumayan banyak, dibanding saya, saat di acara ILC.

Menggelikan sekali dalam tulisan itu memainkan opini 212 dan sekarang beralih jualan orang miskin alias memelihara orang miskin partai oposisi saat ini. Padahal kita ingat betul justru sebaliknya partai penguasalah yang memelihara dan dengan slogan wong cilik tapi kebijakan mencekik orang miskin.

Jika infrastruktur adalah keberhasilan pemerintah Jokowi, seharusnya tidak ada satu bayi pun yang terkena gizi buruk di Papua, karena infrastruktur sudah memudahkan pengiriman bahan pokok. Dan sebagai penulis di DS ini saya rasa hanya bisa menulis cerita fiksi bukan kisah nyata karena semua berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada.

Partai penguasalah yang jualan dan pelihara orang miskin untuk dibodohi. Masih ingat jelas saat beras mahal apa kata putri mahkota? Saat listrik mahal naik apa kata si Mentri? Saat daging dan telur mahal apa kata menteri Paduka Istana? Lihat kelakuan Oneng, Putri Mahkota saat SBY kuasa, dia nangis protes demi kepentingan isi perut dan golongannya.

Justru partai penguasa yang memelihara dan menjual orang miskin slogan partai wong cilik kebijakan hancurkan wong cilik dan jadikan raja kaum Borjuis. Beberapa kader penguasa mereka itu harusnya malu karena gaji mereka sebagian dibayar dari keringat orang miskin.

Sila ke lima dari Pancasila ini hanya slogan buat penguasa saat kampanye sesudah kampanye tinggalkan. Semoga DS dan partai penguasa tidak tersedak ampas kopi pahit yang bisa mengantarkan mereka ke rumah sakit. Ojo lali ngopi Ben pinter nelikung suara orang miskin.

Penulis: Sayuh

https://www.facebook.com/inami.julia, PI

Pilgub Sumut: Ada Pesan Agar Prabowo Hati-hati Dengan Edy Rahmayadi

Pilgub Sumut: Ada Pesan Agar Prabowo Hati-hati Dengan Edy Rahmayadi


10Berita, Edy Rahmayadi (ER) diperkirakan akan menang dengan mudah di pilgub Sumetara Utara (Sumut). Tidak hanya karena dia didukung oleh banyak partai, tetapi juga karena kuatnya “politik sentimen” yang telah berlangsung lama di provinsi ini. Sentimen mayoritas menunjukkan bahwa ER adalah satu-satunya pilihan rakyat Sumut.

Secara resmi, ER adalah calon dari koalisi opsisi yang meliputi Gerindra-PKS-PAN. Tapi, agak mengherankan, koalisi ini membesar dalam waktu sekejap dengan proses yang cukup aneh. Setelah ketiga partai oposisi kompak itu mengusung ER, masuk kemudian Golkar dan Nasdem yang disusul Hanura. Yang paling aneh adalah dukungan Nasdem. Sebab, partai ini dengan kasarnya membuang begitu saja kadernya yang juga petahana yaitu Tengku Erry Nuradi. Akhirnya, petahana yang dijuluki “Paten” (Pak Tengku Erry Nuradi) itu tak jadi maju di pilkada 2018 ini.

Pertambahan kilat dukungan tiga partai penguasa ke dalam koalisi oposisi, yang akan membuat ER semakin mulus menuju Sumut 1 itu, memunculkan pertanyaan yang sangat wajar untuk dibicarakan. Yaitu, mengapa tiga partai penguasa mendukung calon yang diusung koalisi oposisi?

Salah satu teori menyebutkan bahwa ketiga partai penguasa (Golkar, Nasdem, Hanura) hanya menjalankan “perintah” dari sentrum kekuasaan agar mendukung ER. Tujuannya, ER harus menang. Terus, mengapa ER harus menang? Karena, menurut teori ini, ER sesungguhnya adalah orang yang akan menyukseskan misi Jokowi di Pilpres 2019. Teori ini memang sempat ditunjukkan oleh Golkar lewat motonya “Jokowi 2 Periode” yang dipamerkan kepada publik segera setelah mendaklarasikan dukungan kepada ER.

Teori ini didukung oleh langkah Nasdem yang meninggalkan Erry Nuradi. Nasdem sebetulnya melakukan pengkhianatan besar terhadap Tengku Erry. Tetapi, anehnya, Pak Tengku “tak banyak cerita”. Bahkan cenderung akan ikut menyukseskan ER yang menjadi penyebab pengkhianatan Nasdem itu. Kok bisa?

Banyak yang menduga bahwa Pak Tengku telah mendapat pesan (mungkin lebih tepat “tekanan”) dari pusat kekuasan tertinggi supaya legowo membiarkan ER menjadi gubernur.   

Seperti disebut tadi, ER akan menjadi Sumut 1 dengan mudah. Keyakinan menang dengan mudah ini diperkuat oleh teori lain: bahwa penugasan Djarot-Sitorus sebagai paslon PDIP bertujuan untuk membulatkan suara pemilih Sumut kepada ER. Penjelasan begini. PDIP paham betul bahwa Djarot-Sitorus tak akan diterima oleh sentimen mayoritas di Sumut.

Cagub bekas Jakarta yang masih segar dalam ingatan khalayak sebagai bagian dari peristiwa Ahok, hampir pasti akan tenggelam. Apalagi dipasangkan dengan Sihar Sitorus yang dipandang sebagai “kartu mati” di kalangan sentimen mayoritas. Tidak besar peluang paslon ini untuk menang.

Dengan demikian, sangat pantas dikatakan bahwa penugasan Djarot ke Sumut merupakan bagian dari strategi untuk memenangkan ER. Artinya, ada skenario konspiratif antara PDIP dan Istana untuk memuluskan mantan Pangkostrad itu. Konspirasi ini dipastikan akan menghasilkan gubernur yang pro-Jokowi, siapa pun yang terpilih diantara ER dan Djarot.

Gubernur Djarot susah pasti pro-Jokowi. Bagaimana mungkin Gubernur Edy Rahmayadi juga pro-Presiden? Kita cermati beberapa hal berikut ini.

Pertama, seorang jenderal hampir pasti akan bersikap pragmatis. Dia akan menyesuaikan diri dengan ralitas yang ada di sekitarnya. Jenderal tidak akan mau terjebak dalam konflik yang merugikan dirinya. Yang mau berkonflik adalan orang yang berideologi. Ada satu-dua jenderal yang sangat ideologis. Umumnya prgmatis. Bekerja sesuai kepentingan saat itu.

Kedua, ER sebagai Pangkostrad telah menikmati hubungan “chain of command” (rantai komando) yang menyenangkan dengan Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi TNI. ER tidak sama dengan Jenderal (Purn) Sudrajat yang juga didukung koalisi Gerindra-PKS-PAN di pilgub Jawa Barat. Sudrajat tidak punya sentuhan Jokowi. Dia sudah lama pensiun. Berbeda dengan ER.

Nah, bisakah kita mengatakan secara pasti bahwa ER akan meninggalkan koalisi oposisi? Mungkinkah dia meninggalkan Prabowo Subianto?

Wallahu a’lam. Yang jelas, koalisi yang mendukung ER tidak bisa disebut sebagai koalisi oposisi. Kalau ER menang, Gerindra-PKS-PAN tidak bisa mengklaim bulat bahwa ER adalah milik mereka. Sebab, akan ada Golkar, Nasdem dan Hanura yang akan membantahnya. Tiga partai pro-Jokowi ini bisa saja mengklaim ER menang terutama karena kerja mesin politik mereka.

Jika situasi seperti ini terjadi, ER tidak mungkin pula mengesampingkan ketiga partai pro-Jokowi itu. Bahkan, ER punya alasan untuk membalas jasa mereka dengan cara lebih dekat dengan mereka dan lebih dekat dengan Jokowi sebagai panutan mereka.

Karena itu, banyak pendukung Prabowo dan koalisi oposisi yang ingin menyampaikan pesan agar berhati-hatilah mengelola Edy Rahmayadi.

Penulis: Asyari Usman

Sumber : PORTAL ISLAM 

JASMERAH! Ini 3 Tokoh Orientalis Di Indonesia, Nomor 3 Paling dikenal

JASMERAH! Ini 3 Tokoh Orientalis Di Indonesia, Nomor 3 Paling dikenal


Oleh: Tiar Anwar Bachtiar

I. Thomas Stamford Raffles
(1781-1826)

Terlahir dengan nama Thomas Raffles, sosok yang sangat dihormati di Inggris dan Singapura ini tidak lahir di lingkungan istana. Ia lahir di lepas pantai Jamaika 6 Juli 1781 dari orang tua yang hanya berprofesi sebagai juru masak di sebuah kapal. Ia pun lahir saat orang tuanya bekerja di geladak Kapal Ann. Namun, sebuat Sir (sebutan bagi bangsawan Inggris) selalu dilekatkan padanya karena jasa-jasanya yang besar bagi pemerintahan Inggris.

Tidak seperti orientalis pada umumnya, Raffles bukanlah seorang ilmuwan an sich. Ia hanya menyelesaikan sekolah biasa di Inggris. Namun, karena keuletan dan kemauan belajarnya yang sangat tinggi, Raffles diterima bekerja sebagai juru tulis di East Indian Company (EIC) pada tahun 1795. Beberapa saat kemudian ia dipromosikan sebagai asisten sekretaris untuk wilayah kepulauan Melayu di perusahaan yang sama. Sejak dipekerjakan di sana, kemampuan bahasa Melayunya terasah.

Sejak tahun 1804, Raffles bertugas di Pulau Penang, Malaysia. Kemudian tahun 1811 ia dikirim pemerintah Inggris pada suatu ekspedisi ke Tanah Jawa sebagai Letnan Gubernur. Karena kecerdikan, keterampilan, dan kemampuannya berbahasa Melayu, Pemerintah Inggris mempercayai Raffles menjadi Gubernur Jendral Hindia-Belanda, pada tahun yang sama setelah wilayah kepulauan Indonesia resmi jatuh ke tangan Inggris dari Prancis. Raffles pun menggantikan Gubernur Jendral William Daendels (1808-1811) utusan Prancis.

Walaupun datang sebagai pejabat, Raffles ternyata sangat senang dengan dunia ilmu pengetahuan. Kegemarannya pada biologi membuat namanya telah dijadikan nama ilmiah bagi sederet tumbuhan dan binatang. Yang paling masyhur adalah rafflesia arnoldi (bunga bangkai). Selain itu, ia pun menaruh perhatian besar pada kebudayaan Melayu dan Jawa. Sepanjang masa tugasnya di kepulauan Melayu dan Jawa, ia mengumpulkan berbagai data tentang sejarah dan kebudayaan di wilayah ini; juga mengenai flora dan fauna yang tidak akan pernah ia lewatkan.

The History of Java adalah magnum opus-nya mengenai segala sesuatu tentang Pulau Jawa, temasuk sejarah dan budayanya. Sekalipun lebih terlihat sebagai laporan atas apa yang ia temukan selama bertugas di Jawa, namun karya ini dianggap sebagai tonggak penting kajian-kajian sejarah dan kebudayaan Jawa dan Indonesia yang dilakukan oleh orientalis-orientalis sesudahnya.

Karya inilah yang mula-mula menganggap kebudayaan Hindu-Budha sebagai fondasi dasar kebudayaan masyarakat Indonesia, khususnya Jawa. Karya ini pula yang menginspirasi sarjana-sarjana asing, terutama Belanda, pada masa-masa berikutnya untuk turut menguatkan kesimpulan Raffles tentang posisi kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia.

Bagi Raffles, Islam yang disebarluaskan pada masa Walisongo dianggap sebagai ajaran asing. Sekalipun ia mengakui bahwa saat ia bertugas di kepulauan Melayu dan Jawa, Islam merupakan agama yang dianut mayoritas rakyat di kawasan ini, namun Raffles tidak melihatnya sebagai fenomena kultural yang harus digali. Ia justru semakin yakin dengan pengaruh mistik Hindu-Budha pada penguasa-penguasa Muslim. Ia menafsirkan berbagai praktik kultural yang dilakukan oleh penguasa-penguasa Muslim sama seperti penguasa-penguasa Hindu sebelumnya.

Penggambaran kekuasaan raja-raja Islam yang penuh mistik seperti keris bertuah, benda-benda pusaka, dan semisalnya melekat sepanjang tulisannya di The History of Java. Penggambarannya ini mengukuhkan kesan tidak berpangaruhnya ajaran-ajaran Islam yang ia sebut sebagai Mohamedanism ini kepada perilaku kultural masyarakat dan penguasa-penguasa Muslim.

Selain itu, ia pun mengukuhkan kesan perluasan Islam yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan oleh penguasa Islam. Dalam kasus Raden Fatah, misalnya, The History of Java-lah yang mula-mula menceritakan bahwa Demak mendapatkan kekuasaan setelah menghancurkan Majapahit. Dalam cerita itu digambarkan toleransi dan sikap damai Majapahit justru dibalas dengan serangan Raden Fatah yang haus kekuasaan hingga Majapahit benar-benar luluh lantak tak bersisa.

Simpatinya pada kebudayaan Hindu-Budha ini juga diwujudkan dengan usaha-usahanya mengeskavasi candi-candi di pulau Jawa yang semula sudah hancur.


Simpatinya pada kebudayaan Hindu-Budha ini juga diwujudkan dengan usaha-usahanya mengeskavasi candi-candi di pulau Jawa yang semula sudah hancur.

Atas perintahnya-lah candi Borobudur yang sudah terkubur debu letusan gunung Merapi dibangun kembali dan dijadikan icon Jawa. Sejak saat itulah, tergambar seolah-olah pembangun utama kebudayaan Indonesia adalah kebudayaan Hindu-Budha. (***)

II. William Marsden
(1754 1836)

Bagi para Indonesianis, Raffles adalah inspirator sedangkan Marsden adalah peletak dasar kajian ilmiah tentang Indonesia. Karyanya yang paling popular tentang wilayah di kepulauan ini adalah The History of Sumatra (1783). Sama seperti Raffles, Marsden memokuskan karyanya ini pada kebudayaan orang-orang Sumatra seperti Minangkabau, Batak, Aceh, Rejang, Lebong, dan sebaginya.

Jika Raffles meletakkan penelitian sebagai kerja sampingan dari pekerjaan utamanya sebagai pejabat, maka Marsden datang ke Asia Tenggara sebagai seorang Orientalis yang ditugaskan pemerintah Inggris untuk meneliti wilayah ini. Marsden bersahabat baik dengan Raffles dan sama-sama pernah dikirim ke Bengkulu untuk tugas yang berbeda. Saat bertemu di Inggris, Marsden sempat menghadiahkan 5 buah koin gobog wayang yang menjadi salah satu koleksi penting Raffles.

Marsden lahir di Dublin 16 November 1754. Orang tuanya adalah pedagang di kota itu. Sejak usia 16 tahun ia sudah bekerja di sebuah perusahaan multinasional Inggris Eeast Indian Company (EIC) sebagai juru tulis. Ia bekerja di sana sebelum Raffles dan kemudian di kirim ke Bengkulu tahun 1771. Setelah itu, ia dipromosikan sebagai sekretaris utama negara untuk urusan Hinda-Timur yang ditempatkan di Sumatra. Sepanjang berada di Sana, ia melakukan penelitian tentang berbagai hal menyangkut kehidupan masyarakat Sumatra, dari mulai kekayaan alam, kehidupan sehari-hari, kebudayaan, sampai masalah keyakinan. Ia menguasai bahasa Melayu dengan sangat baik.

Sekembalinya dari Sumatra tahun 1779, ia mulai menulis The History of Sumatra dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 1783. Karya ini lebih dahulu dibuat daripada The History of Java. Namun, popularitas Raffles membuat The History of Java lebih dahulu dipublikasikan dan dikenal orang sebelum karya Marsden ini. Walaupun demikian, karya Marsden ini sangat penting bagi kajian-kajian keindonesiaan pada masa-masa berikutnya, terutama menyangkut Sumatra. Pada tahun 1834, dua tahun menjelang kematiannya, Marsden diangkat sebagai ketua the Royal Society, sebuah kumpulan kaum intelektual Inggris saat itu. Posisinya ini memberikan pengakuan akan otoritasnya di dunia ilmu pengetahuan.

Sama seperti karya-karya oreintalis pada umumnya, kelemahan mendasar karya Marsden tentang Sumatra ini adalah mengenai framework (kerangka kajian). Marsden terjebak dengan framework kultural Eropa yang telah tersekularisasi saat melakukan eksplanasi menyangkut fenomena-fenomena kultural masyarakat Sumatra yang mayoritas Muslim

Sepanjang eksplanasinya dalam The History of Sumatra, tulisan Marsden mengesankan bahwa kebudayaan dan kebiasaan sehari-hari yang dipraktikkan masyarakat Sumatra adalah indeginiuos (asli) hasil kreativitas masyarakat Sumatra.

Saat menjelaskan mengenai hukum yang berlaku di beberapa kerajaan seperti Minangkabau. Melayu, dan Aceh, Marsden gagal mengungkapkan bahwa hukum-hukum yang berlaku itu merupakan hukum yang diadopsi masyarakat dari syariat Islam.


Saat menjelaskan mengenai hukum yang berlaku di beberapa kerajaan seperti Minangkabau. Melayu, dan Aceh, Marsden gagal mengungkapkan bahwa hukum-hukum yang berlaku itu merupakan hukum yang diadopsi masyarakat dari syariat Islam. Bahkan sampai hari ini di masyarakat Minang terkenal ungkapan adat basandi syara dan syara basandi kitabullah. Marsden sama sekali luput menjelaskan keterkaitan syariat Islam dengan hukum adat yang berlaku di sebagian besar wilayah Sumatra ini. Alhasil, karya Marsden ini berkontribusi besar dalam memisahkan pengaruh Islam dalam sejarah dan kebudayaan Indonesia, terutama wilayah Sumatra. (***)

III. Cristiaan Snouck Horgonje
(1857-1936)

Orientalis kelahiran Thalen, Ousterhout, Negeri Belanda tanggal 8 Februari 1857 ini adalah orientalis paling kontroversial di Indonesia. Untuk memuluskan tujuannya menggali informasi mengenai umat Islam, ia rela berpura-pura masuk Islam. Oleh ayah dan kakeknya yang menjadi pendeta Protestan di Belanda ia diarahkan untuk mejadi pendeta. Namun, Snouck tidak kerasan dan memilih meneruskan kuliah di Universitas Leiden jurusan Sastra Arab. Tahun 1875, ia mendapatkan predikat cum laude untuk disertasi doktor dalam bidang Bahasa Semit dengan disertasi Het Mekaansche Feest (Festival Mekah). Tidak puas dengan studinya di Leiden, tahun 1884 ia pergi Mekah untuk menggali kebudayaan Arab dan berbagai aspek Islam di tempat yang netral dari pengaruh kolonialisme. Namun untuk tujuannya itu, ia rela menyatakan masuk Islam dan berganti nama menjadi Abdul Ghaffar.

Di Mekah, ia bertemu dengan seorang tokoh Aceh yang kemudian menjadi antek Belanda, Habib Abdurrahman Zahir. Pertemuannya itu mengubah minatnya belajar bahasa dan kebudayaan Arab kepada masalah-masalah politik kolonial. Dari Zahir, Snocuk mendapatkan banyak bahan mengenai penanganan masalah-masalah Acah. Saran-saran Zahir itu tidak terlalu ditanggapi pemerintah kolonial saat ditawarkan oleh Zahir sendiri. Namun melalui tangan Snouck, barulah pemerintah mau merespon. Bahkan, saat Snouck menawarkan diri untuk meneliti masalah-masalah pribumi, terutama masalah Aceh, pemerintah kolonial menyetujuinya.

Tahun 1889 ia mulai melaksanakan tugasnya melakukan penelitian mengenai aspek-aspek kebudayaan dan keagamaan masyarakat Aceh. Hasil penelitiannya itu kemudian dibukukan setebal 2 jilid dengan judul De Atjeher. Dalam penelitiannya, ia berhasil mendapatkan informasi dari sumber-sumer pertama berkat kepura-puraannya mengaku Islam. Orang-orang Aceh pun percaya karena penguasaannya terhadap bahasa Arab dan penguasaannya terhadap berbagai aspek ajaran Islam. Apalagi, ia pernah dua tahun belajar di Mekah.

Tidak lama setelah pemerintah menjalankan saran-saran hasil penelitian Snuock, Aceh yang selama hampir satu abad penguasaan Belanda atas Indonesia tidak dapat ditaklukkan akhirnya dapat ditaklukkan juga. Atas jasa-jasanya ini Snouck mendapatkan pujian dan penghargaan besar. Kantor yang disediakan pemerintah Belanda untuk akitivitasnya, yaitu Het Kantoor voor Inlansche Zaken (Kantor Penasihat Urusan-Urusan Pribumi), menjadi kantor yang cukup penting. Bahkan kewenangannya seringkali tumpang-tindih dengan pemerintah lokal setempat.

Sama seperti para pendahulunya, Snouck tetap memperingatkan pemerintah Belanda bahwa Islam berbahaya bagi kepentingan politik kolonial. Namun, banginya tidak semua Islam berbahaya. Hanya umat Islam yang berkesadaran politiklah yang akan mengancam kelangsungan kekuasaan Belanda. Sementara umat Islam yang hanya mengurusi masalah-masalah ibadah tidak akan berbahaya. Oleh sebab itu, pemerintah disarankan agar mendukung setiap kegiatan umat Islam yang berkaitan dengan masalah ibadah sehari-hari.

Seperti dicatat Bernhard van Vlakke dalam The History of Nusantara, Snouck pula yang memperingatkan bahwa pada dasarnya masyarakat Islam Indonesia adalah masyarakat yang ramah dan tidak suka amok (protes).

Yang suka menyulut amarah mereka adalah mereka yang sudah pulang dari Mekah dan membawa paham ”Mekah” yang keras. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal stigma jelek terhadap alumni-alumni Timur Tengah


Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal stigma jelek terhadap alumni-alumni Timur Tengah dan ajaran-ajaran Muhammad ibn Abdul Wahab yang oleh para Orientalis diberi julukan Wahabi. Kadua saran di antara sekian banyak saran Snouck yang lain di atas, rupanya sampai saat ini masih dijadikan standar penguasa dalam memperlakukan umat Islam. Padahal semestinya, saran itu hanya cocok untuk para penguasa penjajah yang memusuhi umat Islam, bukan pemerintah yang berasal dari dalam diri umat Islam sendiri. (adivammar/)

Sumber : voa-islam.com

Polri Jabat Gubernur, IPW: Dwifungsi ABRI Sudah Diberangus, kok Malah Muncul Dwifungsi Polri

Polri Jabat Gubernur, IPW: Dwifungsi ABRI Sudah Diberangus, kok Malah Muncul Dwifungsi Polri


Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane. (Foto: elshinta.com/Dody)

10Berita, JAKARTA  Rencana Mendagri yang hendak menjadikan dua pejabat Polri sebagai Penjabat Gubernur adalah ide yang sangat berbahaya bagi demokrasi karena akan menjadi preseden bagi munculnya Dwifungsi Polri. Padahal salah satu perjuangan reformasi menjatuhkan Orde Baru adalah memberangus Dwifungsi ABRI.

Demikian ditegaskan oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane dalam siaran pers yang diterima redaksi, Senin (29/1/18).

Neta berharap, penguasa bisa menjaga independensi dan profesionalisme Polri dan jangan berusaha menarik-narik Polri ke wilayah politik praktis. Apalagi hendak menciptakan Dwifungsi Polri.

“Sebab, upaya itu akan merusak citra Polri, membuat Polri tidak profesional dan akan menimbulkan kecemburuan TNI dimana Dwifungsi ABRI sudah diberangus, kok malah muncul Dwifungsi Polri,” ungkapnya.

Mendagri, kata Neta, harus segera membatalkan gagasan liarnya tersebut. Mendagri, lanjutnya, harus paham bahwa tugas kedua jenderal polisi yang akan dijadikan penjabat gubernur itu sangat berat, terutama dalam mengamankan pilkada serentak.

Asisten Operasi Polri yang akan dijadikan Plt atau penjabat Gubernur Jabar misalnya, tugasnya sangat berat untuk mengendalikan pengamanan pilkada di seluruh Indonesia.

“Bagaimana dia bisa mengatasi kekacauan di daerah lain jika dia menjadi Plt Gubernur Jabar. Begitu juga Kadiv Propam yang akan jadi Plt Gubernur Sumut, tugasnya harus mengawasi netralitas semua jajaran kepolisian di lapangan. Bagaimana keduanya bisa menjadi wasit yang baik, jika keduanya juga ditarik tarik sebagai pemain,” terangnya mempertanyakan.

Oleh karenanya, IPW berharap Polri sebaiknya menolak rencana dan usulan Mendagri itu. Dengan demikian Polri tetap konsen pada penjagaan keamanan di pilkada 2018, dan kepolisian bisa profesional, proporsional dan independen, meski ada 10 perwiranya yang ikut pilkada.

“Seharusnya plt (penjabat sementara, red) gubernur tetap diserahkan kepada pejabat di kemendagri karena Dwifungsi Polri melanggar UU No 2 thn 2002 tentang kepolisian,” tegasnya.

IPW berharap para birokrat sipil tidak memancing-mancing dan menarik-narik Polri ke wilayah politik praktis ataupun ke wilayah pemerintahan sipil. Apalagi, ujar Neta, saat ini ada sejumlah jenderal polisi dan militer yg ikut pilkada 2018, keberadaan perwira polri sebagai plt/penjabat gubernur akan bisa berdampak negatif bagi Polri itu sendiri.

“Terutama untuk di Jabar, keberadaan perwira kepolisian sebagai plt/penjabat gubernur bisa berdampak pada penggugatan sejumlah pihak terhadap independensi dan profesionalisme polri,” jelas Neta.

Dalam situasi pilkada seperti sekarang ini, kata Neta, posisi polri sangat tepat jika tetap profesional dan independen serta tetap menjadi polisi sebagai penjaga keamanan. Jika pun terjadi konflik dlm proses pilkada, ujar dia, polri lebih bisa berdiri di antara semua kelompok dan tidak dituding berpihak pada satu kelompok.

“IPW tidak menginginkan Polri dituduh bahwa keterlibatan jenderalnya sebagai plt/penjabat gubernur hanya untuk memenangkan cagub dari partai tertentu. Jika kesan itu muncul tentunya akan sangat merugikan masa depan Polri,” tandasnya mengingatkan. (S)

Sumber : Salam Online.

Tragis! Ucok Tulis Surat Terbuka ke Jokowi Minta Keadilan Karena Dipaksa Polisi Mengakui Membunuh Orang Lain, Ini Kesaksiannya

 
Tragis! Ucok Tulis Surat Terbuka ke Jokowi Minta Keadilan Karena Dipaksa Polisi Mengakui Membunuh Orang Lain, Ini Kesaksiannya



10Berita, Hari ini (29/1) jagat facebook sedang dihebohkan dengan surat terbuka yang ditulis oleh Rian Nopriansyah alias Ucok yang meminta keadilan karena ia dipaksa mengakui membunuh seorang suporter sepak bola. Padahal menurut kesaksiannya ia sedang melakukan kegiatan lain saat peristiwa itu terjadi. Namun polisi yang menangkapnya terus memaksa untuk mengakui perbuatan itu bahkan menembak kakinya hingga akhirnya ia terpaksa mengakui.


Berikut isi surat terbuka yang diposting diakun facebooknya:

Kepada : Yth BAPAK PRESIDEN RI(JOKOWI),MABES POLRI,JEND.TNI,DPD,DPRD RI
Bisakah meluangkan sedikit waktu untuk rakyat kecil yg dizolimi HUKUM
KALAU SAYA PELAKU NYA SAYA SIAP DITEMBAK DIKEPALA

assalammualaikum wr wb.

Bapak-bapak yang terhormat.saya mau menceritakan HAL pahit yg saya dapatkan .

Nama saya RIAN NOPRIANSYAH sering di panggil UCOK
saya sudah menikah dan memililki 2 anak yg berusia 6thn dan 2thn
tinggal di PALEMBANG sumatra selatan.

Saya dituduh telah melakukan pengeroyokan/pembunuhan terhadap salah satu supporter palembang. Padahal faktanya saya tidak tahu apa-dengan kasus yg sedang saya jalani.dan itu bisa saya buktikan.
Saya ceritakan terlebih dahulu kronologi penangkapan.

Berawal pada bulan juni saya di tangkap kepolisian poresta palembang unit RAMOR. Pada malam itu saya ditangkap dijalan simpang patal pada pukul 23.00wib, dan saya pun terkejut kok saya Ditangkap.salah saya apa pak?tanya saya?lalu saya langsung dimasukan dimobil. Kamu kan yg melakukan pembacokan terhadap alfariji(korban)? tanya salah satu polisi. Alfariji mano pak?dmi allah aku idak nganu siapo2 pak.itu yg saya jawab. Terus di introgasi dan memukuli saya,dan saya tidak merasa melakukan hal ter sebut

Lalu mobil berhenti di sesuatu tempat.tepatnya di pinggir jalan dekat ruko2.saya di turunkan dan diintrogasi lagi sambil menganiaya saya ,dipukuli,diinjak,di tendang kepala saya diijak2,kaki saya dipukuli pakai kayu gelam...mereka terus menanyakan/seolah -olah saya pelakunya. Sudahla ngakula kau !kau kan yg ngapak korban? Tanya beberapa polisi itu lagi. DEMI ALLAH pak aku idak ngapak siapopun. 

Sudalah banyak saksi ngomong kau yg melakukenyo kau betopeng'kata polisi itu lagi. Dan saya pun belum mengaku meski bertubi-tubi di pukul.hingga badan saya sudah lemas tak berdaya saya belum mengakui juga.pada malam minggu tadi kau tawuran kan?kata polisi itu. Saya menjawab "sumpah demi allah pak,malam minggu aku dekorasi sampeh subuh di kampung saya,banyak saksinyo.mereka pun tidak percaya dan terus menghakimi saya. Hingga akhirnya salah satu polisi berkata sudah lewat kan saja,(tembak mati saja nyusul korban) kata salah satu polisi yg lainnya. 

Dan salah satu polisi membisikan ngakula dari pada mati,dak ketemu lagi dengan keluargo kau,
Dengan kondisi tangan diborgol dibelakang,badan sudah lemas.saya diseret ke belakang ruko ,dengan mata ditutup,seperti mau di eksekusi dan ada yang bicara" nah ini cok kesempetan terakhir kau ucaplah yang nak kau ucap sebutlah yg nak kau sebut dak ketemu anak dan bini kau lagi" apo nak ngucap 2kalimat shahadat.ucap polisi itu.

Dalam hati saya berkata ya allah apo yang harus aku lakuke.
Dengan rasa ketakutan dan ingat anak saya, saya pun terpaksa menyerah dan terpaksa mengakui apayang sebenarnya saya tidak lakukan pada tuduhan tersebut."

Dan saya kembali di bawa ke samping ruko.dan saya berkata ,pak yg tawuran itu di sukawibatan sedengken aku di sukabangun.aku dekorasi yg tawuran itu salah satunyo rombongan adek kawan aku,aku tedenger pas aku ditenda adeknyo okta(aldo kecil ) nah rombongan dio yg tawuran bukan aku..

Lalu dijemputlah aldo kecil dan teman-temannya. Dan saya dimasukan mobil dalam kodisi masih diborgol dan lemas.

Pada paginya saya diturunkan di suatu tempat dan bertemu beberapa orng yg ditangkap jg.
Saya melihat mereka dipukuli juga. Lalu saya sendirian di masukan lagi ke dalam mobil dan mata ditutup. Kelang beberapa menit saya disuruh turun lalu kaki saya di tembak sebanya 2x dan menyebab kan patah.

😭pada fakta nya saya tidak tau apa-apa pada tragedi tawuran itu,pada mlm minggu dengan waktu yg bersamaan saya berada di dekorasi pernikahan di rumah bapak edi satria dari malam sampai menjelang pukul 03.30 pagi saya masih di tenda.banyak kok saksinya.

Mengapa saya mengakui dan di BAP? Saya sudah ketakutan.kaki patah luka tembak. Saya menuruti saja apa yg mereka tuduhkan. Sudah tidak tau apa yang harus saya perbuat.disamping itu saya masih mendapat perlukuan tidak manusiawi.dan lihat beberapa orng yg ditangkap juga dipukuli di ruang penyidik semakin ketakutan saya semakin tidak bisa berbuat apa2.

Lalu keluarga saya datang dan terkejut.dan saya bilang tolong saya saya bukan pelakunya,lalu keluarga melaporkan kejadian ini ke PROPAM POLDA SUMSEL.tp hasilnya nihil... Seperti tidak ada tanggapan sama sekali dalam kasus ini. Ya saya berpikir institusi kepolisian ngak mungkin menyalakan institusinya sendiri...

Berbagai cara sudah saya lakukan memohon bantuan hukum meminta keadilan.sampai menulis memakai kertas nasi bungkua untuk dewan anggota DPRD SUMSEL bpk HENDRI ZAINUDIN.Begitu juga hasilnya.

Sampai sidang pun kami sudah mengumpulkan beberapa saksi bahkan saksi saya adalah salah satu anggota keluarga korban yang ada di lokasi kejadian tawuran dan teman korban

Saksi kepolisian yg membuat kesaksian palsu,ada salah satu kesaksian nya yg mengaku bahwa di bawah tekanan kepolisian.

Bahkan kesaksian kami kuat,ada foto dengan waktu bersaamaan pada saat waktu terjadinya tawuran yg katanya di jalan baru sukawinatan. saya mefoto rekan saya di dekorasi.

Jelas kelihatan HAKIM tidak mengubris kesaksian-kesaksian saksi kami yg begitu kuat.

Hingga akhirnya kami divonis 8tahun penjara.

Disini saya minta keadilan bapak.

Apakan HUKUM INDONESIA SEPERTI INI?!!!!ORANG YG TIDAK BERSALAH DIJADIKAN TERSANGKA!!RAKYAT KECIL DIJADIKAN KAMBING HITAM BAGI KEPOLISIAN DAN HUKUM!! DIMANA KEADILAN PAK!!!

SAYA PUNYA BUKTINYA KALAU PELAJUNYA MURNI BUKAN SAYA DAN SEKARANG SUDAH TAU PELAKU SEBENARNYA...

KALAU SAYA BERSALAH SAYA SIAP DI TEMBAK KENING KEPALA SAYA PAK.
SAYA CUMA MINTA KEADILAN PAK.

NASIB ANAK SAYA BAGAI MANA...SEDANGKAN SAYA TIDAK TAU APA-HARUS MENANGGUNG PERBUATAN ORANG LAIN.

WOI BAPAK BAPAK YANG TERHORMAT...COBA DI PANTAU PAK. SUMPAH APA PUN SAYA BERANI ,SUMPAH POCONG SAYA SIAP.

HUKUM INI TAJAM KEBAWAH PAK....BUKA MATA KALIAAAAN

SAYA MINTA KEADILAN PAK.

SAYA BERSUMPAH AKU IDAK IHKLAS DUNIA AKHIRAT ,SMOGA ORANG YGSUDAH MEMFINAH SAYA DAN POLISI YG MENZOLIMI SAYA DI AZAB ALLAH SWT[]

Sumber: www.tribunislam.com

Inilah 4 Negara yang Dikunjungi Habib Rizieq Selama Tak Berada di Tanah Air

Inilah 4 Negara yang Dikunjungi Habib Rizieq Selama Tak Berada di Tanah Air


Foto: Oke Zone

10Berita, PIMPINAN Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizeq Shihab tercatat meninggalkan tanah air sejak April 2017. Selama tak berada di Indonesia,  apa saja kegiatan Habib Rizieq di luar negeri?

Meski masih terbelit kasus hukum dengan kasus kepolisian, Habib Rizieq tak berhenti dari kegiatan berdakwah, baik di luar maupun di dalam negeri. Ia juga masih aktif berdialog dengan tokoh-tokoh penting saat melakukan safari di luar negeri.

Tercatat setidaknya ada 4 negara yang dikunjungi Habib Rizieq dalam kurun waktu 9 bulan kepergiannya dari tanah air. Negara mana saja kah?

Berikut ini 4 negara yang dikunjungi dan kegiatan yang dilakukannya selama tak berada di tanah air:

1. Malaysia

Di Malaysia, Habib Rizieq menyelesaikan disertasi program doktoralnya di Universitas Sains Islam Malaysia (USIM), Nilai, Negeri Sembilan. Saat itu pihak kepolisian yang tengah mencarinya menduga bahwa ia berada di Mekah , Arab Saudi.

“Habib tidak kemana-mana, ada di Malaysia, di Kuala Lumpur,” kata pengacara Rizieq Shihab Kapitra Ampera, Jumat (12/5/2017).

Pengacaranya juga menyebutkan bahwa keberadaan Habib Rizieq di Malaysya memang terkait program Doktoral yang sedang ditempuhnya.

“Deadline-nya harusnya 2015, tapi pihak universitas memberikan batas waktu hingga Januari 2018,” kata Kapitra.

2. Arab Saudi

Habib Rizieq cukup lama bearada di Arab Saudi. Ia mendapatkan visa khusus dari pemerintah Arab Saudi yang memungkinkannya bisa keluar masuk negara tersebut kapan saja.

Selain melakukan ibadah umroh, Habib Rizieq juga tetap melakukan kegiatan dakwah baik di wilayah Arab Saudi sendiri maupun tanah air. Meski berada di luar negeri, Habib Rizieq tidak putus kontak dengan umat muslim di Indonesia.  Dalam beberapa kesempatan acara keagamaan di tanah air, Habib Rizieq kerap mengirimkan rekaman suara yang mewakili kehadirannya dalam beberapa aksi seperti saat aksi reuni 212 dan bela Palestina.

Dia juga tetap menjalin silaturahmi dengan berbagai tokoh, baik di Arab Saudi maupun tokoh Indonesia, seperti Amien Rais, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Ustad Abdul Somad, dan Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana atau yang akrab disapa Haji Lulung. Mereka bertemu Habib Rizieq di Arab Saudi.

3. Yaman

Habib Rizieq memang memiliki keturunan Yaman. Anak dan menantunya juga tinggal di Yaman. Bahkan, cucunya lahir di Yaman.

Kunjungannya ke negara tersebut pun tak lepas dari silaturahmi dengan keluarganya. Selain itu, Habib Rizieq juga menemui gurunya yang bermukim di sana.

Di Yaman, Habib Rizieq juga tak lepas dari kegiatan dakwah. Ia sempat mengisi sebuah seminar, Rabu 5 Juli 2017 lalu di negara tersebut.

Acara tersebut merupakan halalbihalal dan seminar kebangsaan yang bertemakan “Wawasan Kebangsaan NKRI”. Acara tersebut dihadiri pelajar Indonesia yang tinggal di Yaman.

4. Turki

Di Turki, Habib Rizieq melakukan rekreasi bersama keluarga. Fotonya sempat beredar beberapa waktu lalu.

Keberadaan Habib Rizieq di Turki itu dibenarkan oleh pengacaranya.

“Wisata, melihat peninggalan zaman Utsmani,” ucap Sugito Atmo Pawiro, Sabtu (13/1/2018).

Habib Rizieq dikabarkan akan kembali ke tanah air pada 21 Februari 2018 mendatang. []

Sumber : Liputan6.com

PAK KAPOLRI, Pelajarilah Sejarah (Pejuang Islam Kemerdekaan) dengan Benar

PAK KAPOLRI, Pelajarilah Sejarah (Pejuang Islam Kemerdekaan) dengan Benar


 Oleh Drs H Lukman Hakiem

10Berita, DALAM sebuah acara pameran bicara (talk show) di sebuah statsiun televisi, mantan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Inspektur Jenderal Anton Charliyan, mengatakan, bahwa negara dan dasar negara Pancasila dibentuk dan dirumuskan oleh para ulama.

Sampai di sini, pernyataan jenderal bintang dua itu masih oke, oleh karena memang sejak masa awal pergerakan kebangsaan di permulaan abad XX, tidak terhitung banyaknya tokoh (zu’ama) dan ulama yang terjun dalam pergerakan nasional.

Sebut misalnya H. Samanhoedi, H. M. Misbach, H. Hasjim Zaijnie, H. O. S. Tjokroaminoto, K. H. A. Dahlan, H. Fachroeddin, K. H. M. Hasjim Asj’ari, dan H. Agus Salim. Takashi Shiraishi (2005) mengungkapkan fakta bahwa di masa yang dia sebut sebagai “zaman bergerak” (1912-1926), kombinasi dr. Tjipto Mangunkusumo yang nasionalis dan H. M. Misbach yang muballigh reformis, telah membangkitkan semangat perlawanan terhadap kesewenang-wenangan penjajah Belanda.

Anggota Panitia Sembilan

Akan tetapi ketika sang jenderal dengan yakin dan penuh percaya diri mengatakan bahwa pendiri Nahdlatul Ulama (NU) K. H. M. Hasjim Asj’ari dan pendiri Muhammadiyah K. H. A. Dahlan adalah anggota Panitia Sembilan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), serta merta banyak kening berkerut.

Entah sang jenderal mendapat pelajaran sejarah di mana, yang pasti Hadratusy Syaikh Hasjim Asj’ari dan Kiai Dahlan bukan anggota Panitia Sembilan. Boro-boro jadi anggota Panitia Sembilan, jadi anggota (BPUPKI) pun tidak.


Jika pendiri NU dan pendiri Muhammadiyah itu bukan anggota Panitia Sembilan, lalu siapa saja sembilan tokoh yang menjadi anggota panitia kecil itu?

Dikutip dari RM. A. B. Kusuma (2009), kesembilan orang itu ialah:

1. (Ir) Soekarno,

2. (Drs. Mohammad) Hatta,

3. (Mr) Muh. Yamin,

4. (Mr. A. A) Maramis,

5. (K. H. A.) Wachid Hasjim,

6. (Mr. Achmad) Soebardjo,

7. Kiai (Haji) A. K. Muzakkir,

8. Abikoesno Tjokrosoejoso, dan

9. Hadji Agoes Salim.

Hanya NU dan Muhammadiyah?

Belum habis keheranan kita mengenai rendahnya pengetahuan perwira tinggi kepolisian kita terhadap sejarah perjuangan bangsa, beredar video Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian.

Dalam video itu, Kapolri bercerita tentang instruksinya kepada seluruh jajaran kepolisian di segala tingkatan untuk bersinergi dan mendukung secara maksimal NU dan Muhammadiyah.


Lagi-lagi, sampai di sini, instruksi Kapolri itu baik-baik belaka. Sebab semua orang mafhum sekali bahwa NU dan Muhammadiyah adalah organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia.

Amal nyata kedua organisasi itu untuk kemaslahatan bangsa, tidak perlu diragukan lagi. Masalah muncul ketika Kapolri menambahkan keterangan bahwa kerja sama dengan organisasi lain berada di nomor sekian.

Yang lebih mengejutkan, Kapolri menyebut organisasi di luar NU dan Muhammadiyah hendak merontokkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


Astaghfirullah!

Lagi-lagi kita dipertontonkan fakta betapa rendahnya pengetahuan petinggi polisi kita terhadap sejarah perjuangan bangsa. Meskipun pidato Karnavian berbau politik belah bambu, saya yakin seyakin-yakinnya, umat Islam tidak akan terprovokasi.

Tokoh-tokoh Muhammadiyah seperti Buya Ahmad Syafii Maarif, atau tokoh NU semisal K. H. Shalahuddin Wahid paling-paling tersenyum sembari menggeleng-gelengkan kepala membaca statement Kapolri yang nihil pengetahuan sejarah itu.

Yang dikhawatirkan, justru aparat kepolisian melaksanakan instruksi Kapolri secara membabi buta. Mengapa? Karena meskipun NU dan Muhammadiyah adalah organisasi terbesar di Indonesia, tetapi tidak di seluruh wilayah Indonesia NU dan atau Muhammadiyah menjadi arus utama.

Peta Pemilu 1955

Pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1955, banyak partai politik Islam yang mengikuti pemilu antara lain Masyumi, NU, Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Perti, dan Partai Thariqat Islam Indonesia (PTII). Hasil Pemilu 1955 menunjukkan dari 15 daerah pemilihan (dapil), NU menang di dua dapil yaitu di Jawa Timur dan Kalimantan Selatan.

Sedangkan Masyumi menang di Sumatera Utara (termasuk Aceh), Sumatera Tengah (sekarang meliputi Sumatera Barat, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau), Sumatera Selatan (sekarang meliputi Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka-Belitung, dan Lampung), Jakarta Raya, Jawa Barat (termasuk Banten) , Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara-Tengah, Sulawesi Selatan (termasuk Sulawesi Barat), dan Maluku (termasuk Maluku Utara).

Melihat kenyataan tersebarnya suara Masyumi di seluruh Indonesia, dapatlah dikatakan bahwa pada pemilihan umum 1955 hanya Masyumi satu-satunya partai yang bisa disebut sebagai partai nasional.

Di mana Muhammadiyah yang oleh Karnavian akan didukung maksimal?

Bersama dengan, antara lain Al-Jam’iyatul Washliyyah, Mathla’ul Anwar, Persatuan Umat Islam (PUI), Persatuan Islam (Persis), Al-Irsyad Al-Islamiyah, Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), dan Nahdlatul Wathan, Muhammadiyah adalah anggota istimewa Partai Masyumi.

Para anggota istimewa Masyumi itu tersebar di berbagai daerah: PUSA di Aceh, Al-Washliyah di Sumatera Utara, Mathla’ul Anwar di Banten, PUI dan Persis di Jawa Barat.

Jika kita ke Sulawesi, meskipun Kapolri memerintahkan untuk bekerja sama hanya dengan NU dan Muhammadiyah, bagaimana mungkin Polri dapat mengabaikan Darud Da’wah wal Irsyad, atau Al-Khairat?

Di Nusa Tenggara Barat (NTB), mustahil Polri bisa menafikan Nahdlatul Wathan, organisasi Islam paling berpengaruh di sana? Bagaimana pula Polri dapat mengabaikan Mathla’ul Anwar, organisasi arus utama di Banten?

Di Sumatera Barat hingga ke Aceh, mungkinkah Polri dapat meniadakan eksistensi Perti dan Persatuan Tarbiyah (yang kini sudah menyatu kembali)?

Maka, instruksi Kapolri kepada seluruh jajarannya untuk hanya bekerja sama dengan NU dan Muhammadiyah, sungguh-sungguh instruksi yang tidak didukung oleh fakta lapangan dan pengetahuan yang benar.

Merontokkan NKRI?

Yang paling berbahaya adalah tuduhan dan kesimpulan Kapolri, bahwa jika NU dan Muhammadiyah telah terbukti sebagai tiang utama tegaknya NKRI, maka organisasi yang lain justru akan “merontokkan NKRI”.

Seandainya Jenderal Tito mau sedikit bersusah payah membuka buku “Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 – 22 Agustus 1945” terbitan Sekretariat Negara Republik Indonesia (1995) atau membaca karya RM. A. B. Kusuma, “Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945” (2009), niscaya Jenderal Tito akan menemukan fakta banyak tokoh di luar NU dan Muhammadiyah yang turut dalam ikhtiar mendirikan negara Indonesia.

Dari Panitia Sembilan, selain K. H. A. Wahid Hasjim (NU), dan K. H. A. Kahar Mudzakkir (Muhammadiyah), ada dua tokoh Sarekat Islam (SI) yaitu H. Agus Salim dan Abikoesno Tjokrosoejoso. Di BPUPKI, dua tokoh pendiri PUI: K. H. Abdul Halim dan K. H. Ahmad Sanusi, tercatat sebagai anggota. Ketika sidang pleno BPUPKI terancam macet lantaran banyak anggota yang menolak rumusan hasil Panitia Sembilan, Ajengan Sanusi menyelamatkan sidang dengan interupsinya yang jernih.

Bagaimana mungkin PUI yang didirikan oleh Ajengan Sanusi dan Mbah Abdul Halim akan merontokkan NKRI?


Jika Kapolri mau meluangkan sedikit waktu untuk membaca buku Ir. Sukarno, “Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1” (1964), niscaya Jenderal Tito akan bersua dengan satu Bab bertajuk: “Surat-surat dari Ende”. Itulah korespondensi antara Bung Karno yang sedang dibuang oleh Pemerintah Kolonial Belanda ke Ende, di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan tokoh Persis, Ustadz A. Hassan.

Membaca “Surat-surat dari Ende” terasa sekali rasa hormat Bung Karno kepada A. Hassan. Kelak, salah seorang kader Persis, murid utama A. Hassan, Mohammad Natsir, melalui Mosi Integral Natsir memprakarsai pembentukan NKRI.

Kelak, salah seorang kader Persis, murid utama A. Hassan, Mohammad Natsir, melalui Mosi Integral Natsir memprakarsai pembentukan NKRI.


Lantaran jasanya itu, ketika terbentuk NKRI, Presiden Sukarno menunjuk Natsir menjadi Perdana Menteri. “Siapa lagi kalau bukan Natsir dari Masyumi?” kata Bung Karno dalam nada bertanya menjawab pertanyaan wartawan Asa Bafagih.

“Mereka (Natsir dan Masyumi) mempunyai konsepsi menyelesaikan masalah bangsa secara konstitusional,” kata Bung Karno.

Sesudah istirahat dari politik praktis, Natsir dan kawan-kawan mendirikan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia yang antara lain memfasilitasi pembangunan masjid kampus, perpustakaan pesantren, mengirim dai ke daerah terpencil dan daerah perbatasan.

Bagaimana mungkin Persis dan Dewan Da’wah dinomorsekiankan dan dianggap akan merontokkan NKRI?

Bagaimana mungkin PUI, yang tokoh utamanya, Ahmad Heryawan, selama 10 tahun terakhir menjadi Gubernur Jawa Barat akan merontokkan NKRI?

Bagaimana mungkin Nahdlatul Wathan yang tokoh utamanya, Syaikh Zainul Majdi, selama 10 tahun menjadi Gubernur NTB, akan merontokkan NKRI?

Tiba Saat Tiba Akal

Semakin banyak pertanyaan “bagaimana mungkin”, semakin tampak pidato Kapolri Tito Karnavian sama sekali tidak didukung fakta yang benar dan nihil pengetahuan sejarah.

Untuk meredam kegaduhan yang tidak perlu, ke depan pidato seorang pejabat di forum apapun, sebaiknya disiapkan tertulis. Ini agar setiap pidato pejabat selalu akurat dan terukur.

Dengan itu, kita semua dapat bersama-sama belajar. Utamanya belajar sejarah perjuangan bangsa Indonesia dengan baik dan benar. Bung Karno yang orator pun pidato-pidato resminya selalu tertulis.

Pidato-pidato tanpa teks, apalagi ditingkahi banyak tepuk tangan, dapat menyebabkan sang pemidato lupa segalanya. Jika sudah begitu, yang berlaku ialah: tiba saat tiba akal.[adivammar/]

Sumber :voa-islam.com

Haters FITNAH Sudirman Said Jual Kemiskinan, Zeng Wei Jian: FAKTANYA, Ganjar Ngaku Sendiri SULIT Berantas Kemiskinan

Haters FITNAH Sudirman Said Jual Kemiskinan, Zeng Wei Jian: FAKTANYA, Ganjar Ngaku Sendiri SULIT Berantas Kemiskinan

10Berita, Mahatma Gandhi berkata, "Kemiskinan adalah bentuk terburuk dari kekerasan."

Laporan Asian Development Bank tahun 2015 menyatakan dari 255.46 juta penduduk Indonesia, 47.2% hidup di bawah garis kemiskinan.

Ada 4,4 juta orang miskin di Jawa Tengah. Setiap kali bicara soal Brebes, Sudirman Said selalu sedih. Brebes disebut-sebut kebupaten termiskin setelah Wonosobo dan Kebumen.

Di Brebes, Sudirman Said dilahirkan dan dibesarkan. Sejak kecil dia sudah ditinggal pergi ayah. Jadi anak yatim. Hidup dalam kemiskinan. Jadi anak ngenger saat study. Tidur di kolong dipan, tanpa kasur.

Berbeda dengan Ganjar Pranowo ketika kuliah. Orang tuanya rutin mengirim uang. Sehingga dia bisa nabung untuk beli kaset musik Rock N Roll dan Heavy Metal.

Sudirman Said melihat ibunya bersusah payah memberi makan 6 anak. Sampai harus menggadaikan dandang tembaga. Menjahit, menyiang padi, tanam bawang, sampai 'kurung' beberapa bulan ke daerah Patrol dan Haurgeulis menjadi buruh tani. Demi bisa makan nasi jagung.

Ibunya pernah berpesan begini: "Kowen kabeh kudu sekolah. Emakmu wong melarat jeprat, ning aja nganti uripmu pada sengsara kaya kuli panggul kae".

Hanya miracle, bikin Sudirman Said bisa kuliah. Karena cerdas, dia dapet beasiswa dari STAN. Lalu melanjutkan study di George Washington University.

Sudirman Said mengenal kemiskinan. Ngerti betul rasanya. Ngga heran bila dia ingin jadi gubernurnya orang miskin. Supaya dia bisa men-sugih-kan para petani, buruh, nelayan dan kuli-kuli panggul.

Mungkin, Sudirman Said mengadopsi pesan Nelson Mandela yang bilang, "As long as poverty, injustice and gross inequality persist in our world, none of us can truly rest." Jelas, Sudirman Said belum bisa beristirahat dengan tenang.

Kepada Sudirman Said, KH. Munif Zuhri berpesan, "Mengurus Jateng, yang terpenting adalah menata hatinya. Setelah itu, buat mereka cukup makan dan merasakan keadilan".

Para pembenci menuding Sudirman Said jualan orang miskin.

Padahal, kemiskinan adalah fakta. Bukan barang dagangan politik. Ganjar Pranowo sendiri nyatakan diri gagal berantas kemiskinan.

Demi menumbangkan Sudirman Said, para pembenci itu menyatakan "Tidak ada orang miskin". Wong kere semakin teralienasi. Mereka tidak diinginkan. They are unwanted. Pembela orang miskin malah dibully.

"Loneliness and the feeling of being unwanted is the most terrible poverty," kata Mother Teresa.

Ada lagi Ahoker mencibir, "Kalo gubernurnya orang miskin, lalu siapa dong gubernurnya orang kaya?"

Lah, kan sudah ada Ahok dan Ganjar Pranowo yang pro pabrik semen.

Penulis: Zeng Wei Jian

Sumber :Portal Islam