OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 07 Februari 2018

Mantan Jubir Presiden: Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden Melawan Kodrat! Bila Ogah Dihina Jangan Jadi Pejabat Publik


Mantan Jubir Presiden: Hidupkan Pasal Penghinaan Presiden Melawan Kodrat! Bila Ogah Dihina Jangan Jadi Pejabat Publik


Gelombang penolakan terhadap rencana DPR dan Pemerintah yang akan menghidupkan kembali pasal penghinaan Presiden dalam revisi KUHP, semakin menguat. Selain tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, dikhawatirkan pasal penghinaan Presiden akan digunakan untuk menjerat pihak oposisi.

Mantan juru bicara Presiden KH Abdurrahman Wahid, Adhie M Massardi, menolak keras pasal penghinaan Presiden tersebut.

Menurut Adhie, pasal penghinaan Presiden melawan kodrat. “Pejabat publik haruslah orang yang selain ber-integritas, kapasitas dan loyalitas kepada bangsa dan negara, juga wajib tahan terhadap kritik, bahkan hinaan. Jadi menghidupkan kembali pasal penghinaan kepada RI-1 dan RI-2 melawan kodrat! (Bila ogah dihina jangan jadi pejabat publik!),” tegas Adhie di akun Twitter @AdhieMassardi.

Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Mahfud MD mengingatkan bahwa jika pasal penghinaan presiden dihidupkan lagi, dikhawatirkan akan dimanfaatkan untuk menangkapi pihak yang beroposisi dengan penguasa.

Mahfud mengungkapkan, pasal penghinaan terhadap Presiden diputuskan atau dihapus Mahkamah Konstitusi saat lembaga tersebut dipimpin Jimly Asshiddqie yang diajukan advokat Eggi Sudjana.

MK menilai Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137 KUHP bisa menimbulkan ketidakpastian hukum karena tafsirnya yang amat rentan manipulasi.

“Tapi saya setuju putusan itu. Karena kalau dihidupkan lagi nanti dikhawatirkan dimanfaatkan untuk menangkapi yang oposisi,” ujar Mahfud seperti dikutip sindonews (06/02).

Partai penguasa, PDIP, mendukung pasal penghinaan presiden tetap ada di KUHP. “Dengan demokrasi yang kebablasan yang simbol negara pun kadang dilecehkan, maka itu perlu pengaturan,” ujar Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto seperti dikutip kompas (04/02).

Dalam rapat di DPR, tim perumus RUU KUHP dengan pemerintah sepakat pasal penghinaan presiden masuk KUHP. Sedangkan pasal penghinaan melalui media sosial ditunda pembahasannya.

Sumber : http://dakwahmedia.co

  

Emak Zaman Now, Jangan Biarkan Berjuang Sendiri

Emak Zaman Now, Jangan Biarkan Berjuang Sendiri


Oleh: Ummu Zidni*

10Berita, Emak-Emak zaman now semakin hari semakin berat bebannya. Di satu sisi, para ibu harus tetap memastikan tugas strategis dan politisnya mendidik generasi cemerlang berjalan dengan baik. Sementara tantangan  yang dihadapi sedemikian banyak dan berat. Sulitnya mendapatkan penghidupan layak akibat nafkah tak cukup dari para suami membuat  para ibu harus bergelut mencari tambahan pendapatan.

Waktu berharga yang harusnya dioptimalkan untuk mendampingi tumbuh kembang anak, terpaksa dikorbankan. Belum lagi kelelahan yang dirasakan berlipat-lipat, membuat para ibu sulit tersenyum dan sedih saat seharusnya mereka banyak memeluk anaknya dan mendidik anak-anak  mereka.

Saat anak-anak tumbuh tak sebagaimana harapan, stress semakin bertambah.  Anak nakal, tak menurut, banyak maunya, suka membantah, bahkan sebagian terjerumus dalam pergaulan bebas. Semua telunjuk seakan terarah kepadanya. Dia adalah ibu yang gagal. Dan semua kenakalan anaknya seolah menjadi tanggungjawabnya, sendirian! Keluarga juga menjadi berantakan. Pertengkaran menjadi alat komunikasi harian. Kebersamaan yang kurang. Peranpun beralih dan berjalan timpang. Ayah jadi ibu, ibu jadi ayah. Bahkan ibu, berperan ganda dan tak sedikit yang berakhir dengan perceraian.

Tak heran jika di negeri ini angka perceraian terus merangkak naik tiap tahunnya. Bahkan disinyalir perceraian terjadi 40 kasus tiap jamnya. Indonesia tercatat menempati ranking pertama di dunia. Provinsi Jawa Timur menjadi penyumbang angka perceraian terbesar di Indonesia, yakni dengan prosentase 47 % atau hampir separuh dari kasus perceraian di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Menteri Sosial Republik Indonesia, Khofifah Indar Parawansa disela acara Konferensi pers Harlah Muslimat NU ke-70 di Kota Malang, Minggu (20/3/2016). 

Menurut Khofifah angka perceraian di Jawa Timur sekitar 90 ribu pasangan pada tahun 2015.  Secara umum, dalam beberapa tahun terakhir angka perceraian di Indonesia memang melonjak drastis. "Penyebab perceraian salah satunya adalah masalah ekonomi dan prosesnya sebagian besar melalui gugatan atau perceraian yang diajukan pihak istri," ungkapnya pada awak media (MalangTimes, 20/03/2016).

Menurut data yang dihimpun oleh sidoarjoterkini.com, pada bulan Januari sampai bulan Juni 2016, jumlah perkara tercatat ada sebanyak 1.922 meliputi 613 perkara cerai talak dan 1.309 perkara ceri gugat.Yang membuat miris, mayoritas perceraian diinginkan para istri atau para ibu karena alasan ekonomi.  Gerakan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan ala Kemen PP dan Gerakan Keluarga Sakinah yang digagas Dirjen Bimas Islam Kemenag, rupanya tak mampu memberi solusi bagi kian rapuhnya ketahanan keluarga  di negeri kita. Bahkan, program PEP yang mendorong perempuan turut memikul beban yang bukan tanggungjawabnya justru kontraproduktif dengan tujuan mengokohkan ketahanan keluarga.

Butuh Supporting System

Untuk mengoptimalkan fungsi politis dan strategisnya sebagai pencetak generasi cemerlang, para ibu setidaknya membutuhkan tiga hal. Pertama, jaminan finansial yang aman untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarga secara layak. Kedua, jaminan pendidikan untuk bekal mendidik anak menjadi generasi berkualitas pemimpin. Ketiga, jaminan keamanan agar proses pendidikan anak berjalan tanpa ada hambatan dan gangguan.

Faktanya sistem sekuler demokrasi yang hari ini diterapkan tak mampu memenuhi apa yang para ibu butuhkan. Asas sekularisme yang batil terbukti telah melahirkan sistem hidup yang destruktif bagi kemanusiaan. Mulai dari sistem ekonomi kapitalis yang eksploitatif terutama kepada perempuan, memiskinkan dan membuat kesenjangan sosial sedemikian lebar.

Sistem pendidikan yang materialistik karena hanya berorientasi pada kepentingan pasar, yakni mencetak buruh murah dan tenaga ahli yang minus moralitas. Sistem sosial yang serba permissif dan liberal yang kontra produktif bagi perkembangan moral generasi. Juga sistem hukum atau sanksi warisan penjajah yang mandul dan tak memberi efek jera bagi para pelaku kejahatan.

Semua aturan yang lahir dari asas rusak tadi sudah sangat jelas menyengsarakan para ibu pendidik generasi. Bahkan memaksa mereka memikul banyak tanggungjawab yang sebetulnya bukan tanggungjawabnya. Bukankah tanggungjawab nafkah adalah tanggungjawab suaminya?

Tapi apalah daya, para suamipun tak bisa disalahkan sepenuhnya. Karena tak sedikit dari mereka yang sulit mendapatkan pekerjaan. Dan kalaupun mereka bekerja membanting tulang, penghasilannya tak cukup untuk mengejar biaya kebutuhan hidup yang terus melayang akibat kebijakan ekonomi penguasa yang jelas-jelas pro pemilik modal dan liberalisasi pasar.

Begitupun dengan pendidikan. Dari SD hingga perguruan tinggi, tak pernah ada pelajaran soal tugas keibuan. Bahkan pelajaran agamapun nyaris disingkirkan. Lantas, bagaimana bisa para ibu yang menjadi outputpendidikan sekuler ini ditarget mampu mencetak generasi terbaik, dan bahkan diminta bertanggungjawab atas lahirnya generasi rusak dan tak jelas seperti saat ini?

Sungguh sangat berat. Karena di saat yang sama, lingkungan dan kebijakan negara justru malah menghancurkan. Alih-alih mengeliminasi akar kemaksiatan, kriminalitas, pornografi-pornoaksi termasuk yang terpapar di media massa, negara bahkan abai dan sibuk dengan proyek-proyek fisik yang menghasilkan uang sekaligus melanggengkan keterjajahan.

Campakkan demokrasi, Terapkan Islam!

Jika sistem sekuler demokrasi terbukti gagal mensejahterakan perempuan, sekarang saatnya menguji kemampuan sistem Islam sebagai sistem pengganti sekuler demokrasi.  Sistem Islam yang diimplementasikan secara riil oleh institusi negara yaitu Khilafah Islamiyah, sistem ideal yang berasal dari Allah SWT. Sistem ini terbukti sepanjang 13 abad telah menempatkan para ibu dalam posisi yang tinggi karena berhasil menciptakan anak-anak peradaban cemerlang yang sejarahnya tertulis dengan tinta emas, bahkan menjadi penerang bangsa Eropa di abad kegelapan.

“Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah itu pun telah menyediakan berbagai peluang bagi siapapun yang memerlukannya dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam keluasan wilayah yang belum pernah tercatat lagi fenomena seperti itu setelah masa mereka. Kegigihan dan kerja keras mereka menjadikan pendidikan menyebar luas sehingga berbagai ilmu, sastra, falsafah dan seni mengalami kejayaan luar biasa… (Will Durant –The Story of Civilization).

Kemampuan sistem Khilafah memback-up fungsi politis dan strategis para ibu ini berangkat dari asasnya yang sahih, yakni berupa keyakinan akan keberadaan Allah SWT sebagai Pencipta sekaligus Maha Pengatur. Allah SWT menciptakan manusia sebagai hamba sekaligus pemakmur bumi, dan memberi tugas mulia mempersiapkannya kepada kaum perempuan dalam perannya sebagai ibu. Lalu untuk mendukungnya, Allah SWT menciptakan suprastruktur berupa aturan-aturan hidup yang jika diterapkan secara kaffah, dipastikan akan mampu menjadi panduan arah bagi manusia agar bisa meraih tujuan itu, termasuk memberi solusi atas setiap problema yang dihadapi manusia.

Sistem politik Islam menepatkan penguasa atau negara sebagai raa’in (pengurus) dan junnah (penjaga) bagi umat, bukan sebagai pedagang atau wasit sebagaimana dalam sistem demokrasi. Sistem ekonominya menjamin distribusi kekayaan secara adil dan manusiawi. Dimulai dengan kebijakan anti riba, moneter berbasis emas-perak yang anti krisis dan aturan kepemilikan yang memberi jaminan negara memiliki modal mensejahterakan rakyatnya.

Juga aturan sosial yang kental suasana ruhiyah dan menata pergaulan laki-laki dan perempuan agar jauh dari hubungan jinsiyah (seksualitas) kecuali dalam institusi pernikahan. Semua itu kemudian dibingkai dengan sistem hukum dan persanksian yang memberi efek jera dan bernilai ukhrawi sebagai penebus dosa di sisi Allah SWT.

Itulah aturan-aturan Islam yang akan diterapkan secara praktis oleh institusi khilafah. Yang penerapannya secara sempurna, dipastikan akan menjamin ketahanan keluarga, sekaligus memudahkan para ibu mempersiapkan kembalinya generasi cemerlang yang dijanjikan. Generasi khairu ummah, pemimpin peradaban di masa depan. Wallaahu a‘lam. [syahid/]

*Pemerhati Perempuan dan Anak, Sidoarjo

Sumber :voa-islam.com

Menyoal Pengangkatan Jenderal Polisi Aktif Jadi Plt. Kepala Daerah

Menyoal Pengangkatan Jenderal Polisi Aktif Jadi Plt. Kepala Daerah

Oleh: Zainudin Paru, SH., MH.

10Berita – Kita semua dikagetkan dengan berita dari Kadispenum Polri Martinus Sitompul, bahwa dua jenderal Polisi (Aktif) mendapat kepercayaan sebagai Plt Kepala Daerah menjelang Pilkada 2018.

Pernyataan Martinus itu kemudian dibenarkan oleh Mendagri Cahyo Kumolo, yang menegaskan bahwa untuk jadi Plt Kepala Daerah dalam kaitan dengan perhelatan Pilkada tidak harus dari Kemendagri. Tapi boleh juga dari Institusi lain, seperti dari Menkopolhukam, Menhan, Polri, dan lain lain.

Kita tentu tidak bisa mengintervensi kewenangan Kemendagri Cahyo Kumolo menempatkan pejabat dari institusi manapun untuk menjadi Plt Kepala Daerah di beberapa daerah.

Namun, mengikutsertakan Jenderal Polisi (Aktif) jadi Plt Kepala Daerah patut kita pertanyakan maksud dibalik kebijakan ini. Apalagi penempatan Jenderal Polisi (Aktif) itu, sebut saja dua Jenderal Polisi M. Iriawan sebagai Plt Gubernur Jabar dan Jenderal Polisi Martuani sebagai Plt. Gubernur Sumut.

Keduanya adalah Jenderal Polisi (Aktif) di Mabes Polri. Irjen Pol. Iriawan saat ini menjabat sebagai  Asisten Operasi Kapolri. Dan mantan Kapolda Jawa Barat (6 Desember 2013 – 5 Juni 2015). Sedangkan Irjen Pol. Martuani Sormin, M.Si saat ini menjabat sebagai Kadivpropam menggantikan pejabat sebelumnya Irjen Pol. Idham Aziz.

Publik tentu patut mempertanyakan kebijakan Menteri Cahyo Kumolo. Apakah kedua Jenderal Polisi ini menjalan tugas bhayangkara sebagai pemgayom masyarakat? atau tidak lebih dari tugas pemenangan Pilkada untuk partai tertentu dan kandidat tertentu? Atau lebih jauh lagi upaya mengamankan pemenangan untuk dua calon Gubernur di dua daerah sebagai penyanggah kemenangan Pileg dan Pilpres 2019.

Publik masih ingat bagaimana peran seorang Jenderal Polisi (Aktif) dalam Pilpres 2014. Ikut sebagai Timses Capres Jokowi yang tertangkap media sedang bersama seorang anggota DPR pendukung Capres Jokowi (ketika itu) dan seorang (oknum) Komisioner KPU. Hingga saat ini masalah tersebut tidak pernah ditindaklanjuti secara hukum (pidana pemilu) dan jenderal itu kini menjadi orang nomor satu di salah satu lembaga penting Republik Indonesia.

Padahal Polri oleh Undang-Undang diperintahkan untuk netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis, sebagaimana dimaksud Pasal 28 Ayat (2) UU No.2 Tahun 2002 Tentang Polri. Kalaupun terjun dalam praktis juga diperkenankan dengan sarat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Ayat (3), yaitu harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Mengapa kita persoalkan penempatan dua Jenderal Polisi (Aktif) itu sebagai Plt Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara?

Pertama, Kita menginginkan Institusi Polri tetap sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat yang adil dan tidak memihak (imparsial).

Kedua, jangan sampai institusi Polri tidak lagi dipercaya oleh masyarakat pencari keadilan di negeri ini. Karena dianggap sebagai bagian dari kekuatan politik partai tertentu atau setidak-setidaknya sedang menjalankan tugas mengamankan dua daerah untuk menang pilkada 2018 sebagai modal Pileg dan Pilpres 2019;

Ketiga, ini yang menurut saya jauh lebih penting untuk diperhatikan. Dimana Polisi di daerah adalah Gakumdu yang bersama-sama Panwaslu bertugas sebagai wasit dan pengadil pelanggaran (pidana) pemilu sebelum kasus pelanggaran pemilu direkomendasikan untuk diteruskan ke pengadilan atau tidak.

Apalagi salah satu calon di Jawa Barat adalah juga seorang Jenderal Polisi (Aktif) dan berasal dari partainya Mendagri. Yang menurut Kapolri, Tito Karnavian, Perwira-perwira Polri yang bertarung dalam pilkada dan ternyata gagal mereka bisa kembali pada kesatuannya. Secara tidak langsung Kapolri ingin mengatakan bahwa Jenderal Polisi yang saat ini bertarung dalam Pilkada 2018 adalah tugas institusi yang di titipkan melalui salah satu partai politik.

Demikian juga Cagub/Cawagub di Sumatera Utara, Djarot Syaiful Hidayat. Adalah mantan Cawagub DKI, yang publik masih ingat betapa kerasnya pertarungan di Pilkada DKI. Dan lawan tandingnya adalah purnawirawan TNI AD. Sungguh, jika tidak serius dipertimbangkan akan berimplikasi pada kontraksi politik yang serius bagi Polri dalam Pilkada tahun 2018 ini.

Terlalu besar taruhannya bagi polri untuk menjadi tameng kekuasaan yang terlalu singkat untuk ukuran lima tahun ataupun sepuluh tahun. Karena Polri hadir untuk menjaga republik ini tegak berdiri dan menjaga pendulum keadilan bagi semua warga negara, bukan pada pribadi atau partai politik tertentu saja.

Demi tertibnya hukum dan upaya menjaga marwah institusi Polri sebagai bhayangkara yang bertugas menegakkan hukum dan mengayomi seluruh warga negara. Pun agar tidak tergadaikan oleh kepentingan politik partai tertentu dan penguasa negeri yang tentunya berdampak luas bagi: rasa aman, adil, dan diperlakukan secara sama bagi semua warga negara, kandidat calon kepala daerah dan partai politik. Oleh karena itu, sepatutnya kebijakan atau niat mendagri Cahyao Kumolo di urungkan.

Jika kebijakan dibiarkan tetap berjalan, maka hal ini dapat kita pastikan sebagai alarm bagi penegakan hukum dan maldemokrasi yang serius di Indonesia. Dan patut kita ucapkan selamat datang orde baru jilid dua. Wallahu ‘Alam. (SaBah/dakwatuna)

Redaktur: Saiful Bahri

Sumber : dakwatuna.com

Ternyata Habibie Pernah Bilang : Esemka Cuma Mobil “Dolanan”

Ternyata Habibie Pernah Bilang : Esemka Cuma Mobil “Dolanan”


10Berita, Bacharuddin Jusuf Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia, mengatakan, mobil Esemka tidak dibuat secara profesional.

“Mobil Esemka itu cuma dolanan, pembuatannya tidak profesional. Masa anak-anak yang baru tamat sekolah menengah pertama (SMP) sudah mau jadi montir, ya, pasti belum ada pengalaman,” kata BJ Habibie seusai acara talkshow Merah Putih di kediamannya, Patra Kuningan 13, Jakarta, Rabu (7/3/2012).

Menurut Habibie, untuk bisa menciptakan sebuah industri otomotif diperlukan pengalaman serta riset yang cukup, tidak serba instan. “Untuk bisa masuk ke dalam industri otomotif dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar, membutuhkan waktu yang panjang,” tutur dia.

Lebih lanjut Habibie mengungkapkan kecurigaannya akan adanya kepentingan politik di balik pemberitaan mobil Esemka. “Menurut saya, ada ’interest’ politik di balik semua ini. Oleh karena itu, saya sarankan media berhenti mengangkat topik ini, anggap sepi saja,” ujar dia.

Habibie menyarankan, membangkitkan industri otomotif di Tanah Air sebaiknya dimulai dengan membidik industri sepeda motor. “Indonesia ini adalah masyarakat terbesar yang memanfaatkan sepeda motor di bumi. Kenapa kita tidak mengembangkan itu saja, sediakan anggarannya, lakukan riset yang menyeluruh, saya rasa itu lebih rasional,” papar Habibie.

Meski begitu, Habibie tetap memberi semangat kepada generasi muda, terutama siswa sekolah menengah kejuruan yang telah berhasil membuat mobil Esemka. “Tidak ada sesuatu yang datang dengan percuma, semua harus dilakukan melalui perjuangan yang dibarengi dengan pengorbanan, kita tetap harus optimistis terhadap masa depan bangsa,” kata dia.

Sumber : Dakwah media

Selasa, 06 Februari 2018

Rizal Ramli Skak Mat Sri Mulyani Soal “Harus Lulus Mata Kuliah Makro Ekonomi Dulu Baru Boleh Kartu Kuning”

Rizal Ramli Skak Mat Sri Mulyani Soal “Harus Lulus Mata Kuliah Makro Ekonomi Dulu Baru Boleh Kartu Kuning”

Rizal Ramli (kiri), Sri Mulyani (kanan)

10Berita , Pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyindir Ketua BEM UI Zaadit Taqwa mendapat tanggapan pedas dari Rizal Ramli. 

Sri Mulyani mengatakan, harus lulus mata kuliah Makro Ekonomi dulu baru boleh demo. Pernyataan itu ia sampaikan sewaktu menjadi dosen pengantar ekonomi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI, Senin (5/2/2018).

"Lulus makro ekonomi dulu, baru boleh demo," kata Sri Mulyani, di Auditorium FEB UI Kampus Depok, seperti dikutip Okezone.

Menurutnya, jangan sampai ada mahasiswa mengatakan pertumbuhan ekonomi baru 5% tapi gaji Presiden Jokowi lebih dari 5%, kemudian harus diberi kartu kuning. Mahasiswa, lanjutnya, harus bisa membandingkan pertumbuhan ekonomi 5% dengan negara lain.

"Harus lihat kenapa dia 6%, kita kenapa 5%. Filipina, RRT, India, sekarang lebih tinggi. Kenapa gak sama kaya Brasil dan Turki. Nah sebelum kartu kuning, lihat dulu bahwa sebenarnya kita itu beruntung ada di negara Asean," ujar Sri Mulyani.

Rizal Ramli melontarkan tanggapan keras atas pernyataan itu hingga disebut oleh warganet sebagai “skak mat.”

“Ternyata nora banget 😀😀 demokrasi boleh saja beda pendapat 🙏 Ikut kuliah percuma, wong situ bisanya cuma minjem dgn bunga tinggi, yield bonds RI 2-3% lebih tinggi dari Thailand, Philipina & Vietnam. Itu rugikan Indonesia milyaran dollar tahu ? Situ belajar lagi basic finance😀” kata Rizal Ramli melalui akun Twitter pribadinya @ramlirizal, Senin (5/2/2018).

Ternyata nora banget 😀😀 demokrasi boleh saja beda pendapat 🙏 Ikut kuliah percuma, wong situ bisanya cuma minjem dgn bunga tinggi, yield bonds RI 2-3% lebih tinggi dari Thailand, Philipina & Vietnam. Itu rugikan Indonesia milyaran dollar tahu ? Situ belajar lagi basic finance😀 https://t.co/fL1Y51wgyr

— Dr. Rizal Ramli (@RamliRizal) 5 Februari 2018


Sumber : PORTAL ISLAM

Benarkah Politik Identitas Menakutkan?

Benarkah Politik Identitas Menakutkan?

10Berita, SIAPA SANGKA, pilkada DKI tahun silam malah menyisakan kisah kelam. Kekalahan satu pasangan calon berbuntut pada tekanan yang kian menjadi terhadap komunitas muslim. Keberhasilan dakwah yang terbukti pada meningkatnya taraf pemahaman masyarakat, seperti masalah kepemimpinan, tak urung menjadi momok tersendiri bagi segelintir pemuja kekuasaan.

Seolah tak ingin keberhasilan terus berlanjut, persekusi digencarkan terhadap gerakan dan individu muslim yang getol menyuarakan kebenaran. Dalihnya, merongrong NKRI dan kebhinekaan. Bahkan, berpegang teguh terhadap ajaran agama seperti menolak menyediakan ucapan natal oleh sebuah toko kue pun  kini berujung pada aksi bully.

Dicap rasis, atau bahkan disebut sebagai politik identitas ekstrem yang berujung pada segresi dan enklavisasi sosial seperti yang disampaikan sosiolog Universitas Negeri Jakarta. Aktivis aliansi Nasional Bhineka Tunggal Ika juga menilai sikap tersebut menentang realitas keberagaman dengan tidak toleransi terhadap perbedaan.

Sadar atau tidak, klaim buruk semacam itu - baik oleh rakyat biasa, pemikir, maupun pemangku kekuasaan - semakin menunjukkan hilangnya identitas diri negeri ini. Mengaku menjunjung nilai agama di satu sisi, dan menjadikannya dasar falsafah, tapi di lapangan fakta tak menunjukkan hal serupa. Ketakutan tak berdasar akan politik identitas menggagas mereka untuk bersegera mengeluarkan kebijakan yang bisa menjamin eksistensi kekuasaan.

Istilah 'moderat' makin digulirkan di tengah masyarakat demi meraih opini yang seragam bahwa Islam 'jalan tengah' sudah cocok dengan kondisi dalam negeri. Tidak liberal, tidak juga saklek alias kaku. Dan dalam aksinya, istilah tersebut seringkali dibenturkan dengan Islam fundamentalis. Islam yang identik dengan kekerasan dan radikal berkonotasi negatif. Konflik di Timur Tengah yang tak kunjung usai, dijadikan patokan betapa berbahayanya realisasi Islam fundamentalis tersebut

Padahal yang sebenarnya terjadi, upaya moderatisasi adalah jebakan batman yang hanya menghantarkan pada pengaburan substansi Islam itu sendiri. Mengikis sedikit demi sedikit pemahaman kaum muslimin terhadap ajaran dan keyakinan nya. Hingga tanpa sadar, aqidah pun turut terancam.

Tidak berhenti sampai disini, kesesatan berpikir yang menjerumuskan makin dihembuskan melalui anjuran anjuran kasat mata. Seperti halnya pemisahan agama dari politik, atau penghapusan sekat pemahaman agama demi menghindari konflik horizontal. Tentu saja hal ini tidak bisa diterima akal. Eksistensi agama bukanlah subjek yang bisa dijadikan kambing hitam kerusuhan dalam negeri. Justru sebaliknya, tanpa agama perpolitikan akan berjalan amoral. Pendidikan dan perekonomian pun bisa dipastikan semakin liberal.

Menghadapi sikap penghulu negeri yang mengkerut ketakutan semacam ini, maka tidak ada jalan lain bagi umat selain memperkuat identitas diri sebagai seorang muslim. Baik pola pikir maupun pola sikapnya. Taraf berpikir yang tinggi secara otomatis akan mendorong umat untuk bersikap kritis sehingga tidak mudah dibodohi. Kecerdasan ini pula yang perlahan akan membentengi umat dan memberikan  kekuatan dalam  menghadapi hegemoni asing yang sepertinya sengaja  dipertahankan.

Di samping itu, tali syara' yang sudah melekat pada individu yang telah mengukuhkan diri sebagai muslim harus semakin dipererat. Tidak boleh longgar meski untuk satu aspek pun. Sehingga setiap komponen yang menopang kemaslahatan bisa berjalan dengan imbang tanpa goresan cacat. [syahid/]

Sumber :voa-islam.com

Pasal Penghinaan Presiden, Mahfud MD Khawatir Oposisi Ditangkapi

Pasal Penghinaan Presiden, Mahfud MD Khawatir Oposisi Ditangkapi


10Berita, Rencana DPR menghadirkan kembali pasal penghinaan presiden dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menuai polemik di masyarakat, karena dianggap tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut pakar hukum tata negara, Mahfud MD, pasal penghinaan terhadap Presiden diputuskan atau dihapus MK saat lembaga tersebut dipimpin Jimly Asshiddqie yang diajukan advokat Eggi Sudjana.

“Tapi saya setuju putusan itu. Karena kalau dihidupkan lagi nanti dikhawatirkan dimanfaatkan untuk menangkapi yang oposisi,” ujar Mahfud seperti dilansir SINDOnews, Selasa (6/2/2018).

Mantan Ketua MK ini menilai putusan MK bersifat final dan mengikat. Karenanya perlu ada alasan baru jika ingin menghidupkan kembali pasal tersebut. Menurut Mahfud, pasal baru dimaksud apabila dalam putusan MK dianggap masih memiliki celah dan kurang sempurna.

Mahfud mencontohkan pasal baru seperti dalam Undang-undang Pilkada yang diputuskan MK, lalu kemudian diuji materikan kembali yang akhirnya menjadi Undang-undang. Baginya alasan baru itu penting agar tidak mencampuradukan hukum dengan politik.

“Tapi bicara teorinya harus ada alasan-alasan baru. Alasan barunya apa?” tanya Mahfud.

Maka itu, Mahfud menyarankan sebelum membahas revisi KUHP menyangkut pasal penghinaan presiden, terlebih dahulu meminta masukan atau pertimbangan publik.

“Karena ini menyangkut putusan MK, kalo putusan MK ditolak ya buat apa ada MK,” pungkasnya.

Sumber : intelijen.co.id

Makin Ekstrem dan Tak Menentu, Begini Prediksi Suhu dan Cuaca di Indonesia 30 Tahun ke Depan

Makin Ekstrem dan Tak Menentu, Begini Prediksi Suhu dan Cuaca di Indonesia 30 Tahun ke Depan

10Berita, Perkiraan Suhu Cuaca Ekstrem Indonesia

Kalau mengamati berita di media belakangan ini, kok kayaknya sering banget Indonesia dilanda bencana. Mulai dari banjir, longsor, sampai angin kencang. Yang masih hangat sekarang ini ada Sungai Ciliwung yang meluap pada Senin (05/02) dan membuat Bogor dilanda banjir parah di sejumlah titik. Beredar juga video yang menunjukkan derasnya arus banjir di sana. Hal ini disebabkan tingginya intensitas hujan yang terjadi sejak hari Minggu sebelumnya.

Kejadian di atas cuma satu dari sekian banyak bencana yang terjadi karena perubahan iklimPerubahan iklim yang terjadi sekarang sebenarnya udah dirasakan sejak lama. Kamu mungkin pernah berpikir kenapa rasanya musim hujan dan kemarau tak lagi bisa dibedakan dan diprediksi dengan pasti kapan datangnya. Di sekolah dulu sih katanya musim hujan berlangsung dari Oktober-Maret sedangkan kemarau dari Maret-Oktober. Tapi kenyataannya sekarang nggak pasti juga. Kalau sekarang aja udah nggak menentu gini, apa kabar suhu dan cuaca di Indonesia 30 tahun mendatang ya?

Perubahan iklim secara global juga ikut berpengaruh pada iklim di Indonesia sendiri. Jangan kaget kalau cuaca jadi seringkali tak menentu

Perubahan iklim via malangtoday.net

Advertisement

Hampir mayoritas penduduk dunia udah tahu kalau bumi kita ini lagi dilanda pemanasan global yang berdampak pada ke beberapa hal. Yang paling kerasa sih iklim atau cuaca yang seringkali nggak menentu. Meski kata buku sedang musim kemarau, kadang hujan tetap turun dengan lebatnya. Atau sebaliknya, sedang musim penghujan tapi cuaca di beberapa wilayah malah panas dan terik. Belum lagi peningkatan intensitas gelombang air laut yang berpengaruh pada mata pencaharian nelayan.

Pada 2014 lalu, BMKG memprediksi kalau 30 tahun mendatang Indonesia bakal mengalami kenaikan suhu. Imbasnya waktu musim hujan makin pendek, tapi dengan intensitas yang makin tinggi

Kenaikan suhu via sains.kompas.com

Dilansir Detik, BMKG melalui Kepala Pusat Iklim Agro Klimat II Iklim Maritim-nya, Nurhayati, pernah melansir pernyataan 2014 lalu kalau 30 tahun mendatang rata-rata temperatur di Indonesia akan meningkat 0,5-1,4 derajat celcius karena pengaruh perubahan iklim. Ini berdampak pada respon tiap wilayah di Indonesia terhadap peningkatan atau penurunan curah hujan. Karena sebenarnya setiap daerah itu curah hujannya juga berbeda-beda.

Peningkatan temperatur bisa membuat cuaca ekstrem lebih rentan terjadi. Pulau Jawa diklaim jadi yang paling rawan terkena

Cuaca ekstrem via www.suratkabar.id

Nurhayati menambahkan kalau 30 tahun ke depan, Pulau Jawa jadi daerah yang rawan terjadi cuaca ekstrem. Sedangkan Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua diprediksi akan mengalami kenaikan curah hujan sebesar 10-15 persen. Akibatnya bencana banjir akan makin sering terjadi.

Ke depannya orang bakal lebih susah memprediksi kapan terjadi hujan, kapan terjadi kemarau. Soalnya bisa tiba-tiba datang dan pergi

Susah memprediksi cuaca via frontnews.eu

Advertisement

Menurut Ketua Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Armi Susandi, seperti dilansir Kompas menyatakan pemanasan global juga menyebabkan nggak meratanya pola temperatur dan tekanan udara. Makin tinggi perbedaan tekanan udara ini bisa mendorong terjadinya angin kencang penyebab badai pada lintang tertentu. Perhitungan musim tanam dan melaut jadi nggak presisi lagi. Soalnya jadi nggak jelas juga kapan musim hujan kapan musim kemarau.

Ini juga akan berdampak pada kenaikan permukaan air laut. Bukan nggak mungkin akan banyak pulau-pulau di pesisir tenggelam

Ilustrasi: Saat air laut semakin naik via techno.okezone.com

Kenaikan suhu temperatur ini juga menyebabkan es di kutub makin lama makin berkurang. Hal ini bisa menyebabkan naiknya permukaan laut sehingga berisiko tinggi menurunkan kualitas kehidupan di pesisir pantai. Nggak menutup kemungkinan pulau-pulau di pesisir lama-kelamaan bakal tenggelam. Tapi kenaikan itu nggak terjadi secara beragam. Contohnya di Indonesia. Ini karena negara kita diapit Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

Biar gimanapun kita nggak bisa terhindar dari segala kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan. Tugas kita sebagai manusia yang bertanggung jawab terhadap kondisi bumi ini adalah dengan mencegah berbagai aktivitas yang malah bisa memperburuk. Selain itu alangkah lebih baik kalau kita membekali diri dengan berbagai upaya menghadapi perubahan cuaca dan iklim di masa mendatang

Sumber : Hipwee

TELAK! Anies Balas Hajaran Wacana Interpelasi Dengan Prestasi

TELAK! Anies Balas Hajaran Wacana Interpelasi Dengan Prestasi


10Berita, Di tengah "hajaran" wacana hak interpelasi yang hendak digunakan oleh beberapa fraksi di DPRD DKI Jakarta, Anies-Sandi justru menunjukkan prestasi.

Musibah banjir yang menimpa Jakarta sejak kemarin justru membuktikan bahwa Anies-Sandi kompak bekerja tanpa banyak cingcong. Koordinasi Anies dengan Pemkot Bogor jelas.Instruksi Anies kepada aparat sangat tegas. Upayanya menemani warga di berbagai lokasi sangat humanis. Apresiasi terhadap kinerja Anies datang dari berbagai pihak.

Apakah Anies merasa jumawa?

Tidak. Anies dan Sandi terus bekerja.

Interpelasi yang bagi banyak pemimpin merupakan momok, tak membuat Anies-Sandi ciut.

Interpelasi yang menurut pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun sebagai balas dendam tak menyurutkan langkah Anies memperbaiki Jakarta.

Meski Anies tak terlalu memusingkan interpelasi dan memilih terus bekerja untuk Jakarta, Ubedillah tetap berpesan agar Anies berhati-hati.

“Saya kira ini polanya seperti pola dendam, pada masa Ahok juga pernah ingin interpelasi, tapi ini lebih kepada kritik terhadap langkah-langkah Anies Baswedan agar lebih berhati-hati mengambil kebijakan dan on the track menggunakan APBD dan seterusnya,” ujar Ubedillah, di Jakarta, Senin, 5 Februari 2018.

Anies memang harus berhati-hati sembari terus bekerja melayani Jakarta. Publik tentu akan paham, mana interpelasi yang didasari keinginan untuk mengevakuasi, mana interpelasi yang didasari pada dendam kesumat politik.

Sumber :Portal Islam 

Suku-Suku Tradisional Madagaskar Pun Berislam


Suku-Suku Tradisional Madagaskar Pun Berislam

Kids.britanica.com

Peta Madagaskar.

Mereka tergugah pada pemahaman bahwa Islamlah agama awal mula mereka.

10Berita , JAKARTA --  Ada satu perkembangan penting terkait perkembangan Islam di Madagaskar. Beberapa suku tradisional setempat mulai melihat Islam sebagai agama yang perlu mereka anut. Mereka tergugah pada pemahaman bahwa Islamlah agama awal mula mereka sehingga sangat perlu kembali pada keyakinan tersebut.

Suku demi suku pun dikabarkan telah mengikrarkan diri sebagai Muslim. Terakhir, Suku Intimor melakukan syahadat massal. Sebanyak 17.500 mualaf pun lahir dari suku tersebut.

Intimor adalah suku yang tinggal di tenggara Madagaskar. Suku ini diyakini telah memiliki akar Islam pada masa lalu. Berislamnya kembali Suku Intimor disaksikan para aktivis dakwah Muslim Afrika yang berbasis di Kuwait.

Kepala aktivis Syekh Bin Issa Alawy mengatakan, dulu orang-orang Intimor telah menjadi Muslim, tetapi kehilangan kontak dengan dunia Islam sehingga hilang pula keyakinan mereka. Kondisi itu diperburuk oleh masuknya misionaris Kristen yang memengaruhi kehidupan beragama mereka. Secara bertahap, suku tersebut kembali mengimani keyakinan mereka pada masa silam, yakni keimanan kepada Allah, Tuhan yang Esa.

Syekh Alawy mengatakan, upaya reislamisasi Intimor masih dalam proses meski telah berlangsung sejak empat tahun silam. Ke depan, ia mengharapkan sekitar 50 ribu warga Intimor dapat kembali memeluk Islam. Tak hanya Intimor, suku-suku lain pun diharapkan dapat menemukan kembali jati diri mereka sebagai Muslim.

''Muslim baru ini (mualaf Intimor) membutuhkan banyak bantuan. Karena itu, kami mengimbau para dermawan Muslim di seluruh penjuru dunia dapat membantu," ujarnya dikutip laman Islamic Voice. 

Sumber: Republika.co.id