OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Rabu, 28 Februari 2018

Impor Pangan dan Jebakan Presidential Threshold

Impor Pangan dan Jebakan Presidential Threshold

10Berita, Koran Independent Observer beberapa waktu lalu menurunkan tulisan di halaman depan berjudul Corn and salt imports; Playing Politics with Indonesia’s Food Security.Laporan satu halaman penuh itu diberi ilustrasi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito yang tengah duduk bersila. Di gambar itu, Enggar punya delapan tangan. Dua tangan bagian paling bawah masuk ke saku kanan-kiri jas. Enam tangan lain dibuat tersusun rapi dari bawah ke atas. Masing-masing tangan ada berbagai komoditas pangan; beras, gula, daging, kedelai, garam, dan jagung.

Lewat judul yang terjemahan bebasnya berbunyi Jagung dan Garam Impor; Main-main Politik dengan Ketahanan Pangan Indonesia plus ilustrasi yang begitu gamblang, koran ini seperti sedang menelanjangi perilaku Enggar. Bahwa, impor produk pangan bukan sekadar perkara dagang yang menghasilkan keuntungan superjumbo, tapi juga sarat dengan aroma politik yang menyengat.

Inilah yang sejak beberapa tahun silam disuarakan dengan lantang oleh ekonom senior Rizal Ramli tentang buruknya sistem kuota impor. Melambungnya harga berbagai bahan pangan akhir-akhir ini terjadi karena pemerintah tidak memiliki strategi dan kebijakan yang jelas di sektor pangan. Hal itu diperparah dengan adanya sistem kuota impor yang tidak transaparan. Akibatnya terjadilah kongkalikong pejabat dan pengusaha penerima lisensi kuota impor yang merugikan sangat rakyat dan negara.

RR, begitu Rizal Ramli biasa disapa, juga mendesak sistem kuota dihapuskan dan diganti dengan sistem tarif. Dengan begitu dipastikan impor kita akan lebih kompetitif. Harga bahan pangan akan lebih murah dan terjangkau oleh rakyat kecil.
 
Tidak sulit untuk memahami fenomena impor komoditas pangan yang kian sering terjadi belakangan ini. Impor produk pangan adalah jalan pintas paling mudah untuk mengeruk laba sangat besar. Dengan fulus yang berlimpah, apa saja bisa dilakukan. Termasuk dan terutama menyogok pejabat dan atau membiayai syahwat politik yang menggelegak. Itu sebabnya perselingkuhan penguasa dan pengusaha di ranah ini seperti tidak pernah berakhir.

Tapi impor pangan bertubi-tubi yang dilakukan akhir 2017 dan awal 2018 sudah benar-benar keterlaluan. Kalau nafsu serakah tak bisa dibendung, mbok yao impor dilakukan nanti-nanti, minimal tiga bulan ke depan.  Bukan saat panen raya seperti yang terjadi pada padi, garam, jagung, dan lainnya. Petani dan produsen lokal sudah pasti yang paling menderita.

Jatuhkan elektabilitas Presiden

Sangat patut dicurigai para pelakunya bukan sekadar mengincar untung yang memang sebesar gajah bunting berpenyakit beri-beri dan bengkak disengat ribuan lebah. Mereka juga secara sistematis dan terencana sedang menjatuhkan kredibilitas sekaligus elektabilitas Presiden Jokowi. Bukankah banjir impor produk pangan membuat petani dan produsen marah? Tidakkah ini akan membuat mereka emoh memilih Jokowi pada laga Pilpres 2019?

Pertanyannya, apakah Jokowi tidak bisa membaca permainan sekasar ini? Tidakkah Presiden menyadari betapa buruk akibat perilaku menteri dan para kroninya di ranah impor pangan ini?

Mustahil kalau Jokowi tidak engeh. Dia memang berasal dari Solo yang dipersepsikan lugu. Tapi, pengalaman menjadi Gubernur DKI dan tiga tahun sebagai Presiden pasti telah memberi banyak sekali pelajaran baginya. Kesimpulannya, Jokowi pasti sudah paham benar jurus-jurus maut tapi licik tersebut.

Namun pertanyaan berikutnya, mengapa dia tidak kunjung mencopot Enggar? Bukankah perilaku si menteri jelas-jelas bertentangan dengan jargon Trisakti dan Nawa Cita yang jadi jualan Jokowi saat Pilpres 2014 silam? Bukankah karena dagangannya itu dia bisa meraup suara lebih banyak ketimbang para pesaingnya? Dan, ini yang paling penting, bukankah sebagai Presiden dia harus merealisasikan janji-janjinya selama nyapres?

Tentu ada penjelasan hingga kini Enggar masih duduk anteng, adem-ayem tanpa ada sedikit pun tanda- tanda bakal kena gusur. Alasan paling logis untuk itu adalah, Jokowi tersandera! Jika dia mencopot Enggar, bukan mustahil Partai Nasdem tempat mantan politisi Golkar ini bernaung bakal marah besar. Langkah selanjutnya, Nasdem akan balik kanan, tidak lagi mengusung Jokowi sebagai Capres pada 2019.

Skenario inilah yang sepertinya menghalangi Jokowi memecat Enggar. Risikonya terlalu besar jika sampai Nasdem cabut dari koalisi. Perolehan suara yang terkumpul tidak cukup untuk mengantarkannya ke ajang Pilpres.

Dalam UU Pemilu yang baru, aturan presidential threshold (PT) parpol/gabungan parpol bisa mengusung capres harus memiliki 20% kursi di DPR atau 25% suara sah nasional dalam pemilu sebelumnya. Nasdem (6,72%), Golkar (14,75%), Partai Persatuan Pembangunan (6,53%), dan Hanura (5,26%) sudah menyatakan dukungan. Total jumlah suara mereka 33,26%. 

Secara teori ini, jumlah ini sudah aman. Tapi Jokowi paham benar, bahwa di jagad politik semuanya serba dinamis. Apa yang sudah diputuskan pagi hari, bukan mustahil berubah sore harinya. Begitu juga dengan dukungan Parpol pendukung. Sedikit saja ada guncangan atau iming-iming ‘gizi’ yang lebih gurih, bukan mustahil satu per satu akan balik kanan.

Parpol yang ‘dijamin’ tetap setia barangkali cuma Golkar dan Hanura. Tapi jumlah suara keduanya cuma 20,01% alias kurang dari 25%. Kalau Nasdem benar-benar cabut yang ngambek karena Enggar dicopot, harapan Jokowi kembali berlaga di ajang 2019 pasti kandas.

Pada Rakernas ke-3 di Bali, 23 Februari 2018 silam, PDIP memang secara resmi menyatakan kembali mengusung Jokowi sebagai Capres pada 2019. Meski begitu, siapa pun paham, bahwa sudah lama hubungan Ketum PDIP Megawati-Jokowi kurang mesra. Pemicunya, sejumlah permintaan Mega hingga detik ini belum dipenuhi Presiden. Antara lain, Mega menginginkan Budi Gunawan jadi Kapolri dan Menteri Rini Soemarno didepak. Ini adalah duri dalam daging yang sangat menganggu. 

Apalagi sedikitnya dalam dua kali kesempatan di hadapan publik, Mega menyatakan Jokowi adalah petugas partai yang harus setia dengan AD/ART dan garis kebijakan partai. Sebagai manusia, apalagi Presiden terpilih dari negara yang berdaulat, adalah normal dan manusiawi jika Jokowi tersinggung karenanya. Belum lagi sembuh, eh Puan Maharani ikut-ikutan mengulang (mengingatkan?) kembali statusnya sebagai petugas partai.

Semua kemungkinan prahara itu sebetulnya bisa ditepis sejak awal. Yaitu, kalau saja Jokowi waktu itu mantap menghendaki PT 0%, atau katakanlah maksimal 5% saja. Jika ini yang dulu jadi pilihannya, Jokowi tidak akan masuk jebakan PT oleh partai mana pun. Dia bisa lebih merdeka dan leluasa melenggang ke arena 2019. Namun entah karena pertimbangan apa atau bisikan siapa, faktanya dia justru mendukung syarat PT 20% kursi atau 25% suara. Apa boleh buat, nasi sudah jadi bubur beracun!

Tulisan ini memang cuma kutak-katik angka dan kemungkinan yang bisa saja terjadi menjelang Pilpres. Bisa benar, bisa juga keliru. Tapi, hingga kini tidak kunjung ada sinyal Jokowi bakal mencopot Enggar yang sangat merugikan citra dan elektabilitasnya, bisa jadi bola liar. Minimal, benak publik akan terus menerka-nerka gerangan apa sesungguhnya yang terjadi.

Demokrasi kita memang telah berubah wujud jadi demokrasi kriminal. Dan, itu perlu duit amat sangat besar. Sampai di sini jadi nyambung…? (***)

Jakarta, 27 Februari 2018

Edy Mulyadi
Direktur Program Center for Economic and Democracy Studies (CEDeS)

Sumber :SI Online 

Gubernur Anies Ungkap Masalah Terbesar di DKI Jakarta

Gubernur Anies Ungkap Masalah Terbesar di DKI Jakarta

10Berita – Gubernur DKI Anies Baswedan memaparkan fakta mengejutkan. Mantan Mendikbud ini menjelaskan, persoalan yang oleh banyak kalangan disebut bersifat populis ternyata tidak sepenuhnya benar.

Sebab saat dilakukan survei terhadap seluruh warga Jakarta, ternyata masalah pertama yang muncul adalah lapangan pekerjaan, diikuti masalah pendidikan, kesehatan, dan sampah. Justru, terang Anies, masalah macet dan banjir tidak muncul.

“Saya dapat tugas mengurus sebuah kota yang kalau ditanya warganya apa masalahnya?, hampir semua berpendapat macet, banjir, betul enggak?,” kata Anies di Jakarta, Selasa (27/2/2018).‎

Namun, faktanya saat dilakukan survei terhadap seluruh warga Jakarta, masalah pertama yang muncul adalah lapangan pekerjaan, diikuti masalah pendidikan, kesehatan, dan sampah.

“Yang punya masalah macet itu kan yang sudah bekerja. Kalau yang belum bekerja, anda masih miskin, macet is not an issue,” kata dia.

Tanpa disadari, lanjut Anies, terjadi ketimpangan sosial di Jakarta. Dia memaparkan data yang dia ketahui bahwa 3 juta warga DKI Jakarta berpenghasilan Rp 1 juta ke bawah. Satu per tiga anak di Jakarta tidak lulus SMA.

Sayangnya, dia menyatakan, masalah-masalah itu terkubur. Sebab mereka yang mengakami masalah tidak muncul suaranya ke permukaan.

Karena itu, dia menyimpulkan masalah terbesar yang harus dibereskan bukan masalah yang dihadapi warga kelas menengah. Melainkan ketimpangan yang merugikan rakyat kecil.

“Tantangan terbesar di Jakarta bukan sekadar tema-tema yang dipahami kelas menengah. Tapi justru tantangan terbesar di kota ini adalah membereskan ketimpangan sosial ekonomi yang luar biasa besar,” ujar Anies.

Itu sebabnya, Anies membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil. Dia mencontohkan kebijakan membuka kembali Jalan Thamrin untuk pengendara motor. Alasan dia membuat kebijakan itu adalah untuk pemberdayaan ekonomi.

“Dari ojek online diketahui 480.000 pengantar di Jalan Sudirman dan yang diantar itu buat yang pesan makan siang, pesan snack Bapak, Ibu,” ujar Anies.

Dengan melarang sepeda motor melintasi Jalan Thamrin, artinya tidak bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Menurut Anies, hal itu bukan keadilan. Kebijakan yang dia buat ke depan adalah yang bisa menghadirkan perasaan bahwa di Jakarta, semua mendapat kesempatan yang sama.

“Kebijakan yang kita buat bukan mengecilkan yang besar, yang besar terus semakin besar. Tetapi harus menarik yang masih kecil sehingga terbawa ke atas,” ujar Anies.‎‎(Tsc/Ram)

Sumber : Eramuslim

PKS: Jokowi Bisa Dikalahkan

PKS: Jokowi Bisa Dikalahkan


10Berita,  Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menegaskan bahwa petahana Presiden Jokowi dapat dikalahkan di Pilpres 2019.

Hal ini disampaikan Mardani Ali Sera di acara ILC tvOne tadi malam, Selasa, 27 Februari 2018.

"(Kami) ingin menegaskan bahwa Pak Jokowi dapat dikalahkan. Data hampir di semua survei elektabilitas Jokowi tidak lebih dari 50%," kata Mardani.

Anggota Fraksi PKS DPR RI ini juga menyampaikan PKS ingin mengajukan Capres-Cawapres sendiri.

"Kalau kita dapat pemimpin yang lebih baik dari Pak Jokowi kenapa tidak kita ajukan? Kalau Pak Jokowi nilainya 6, kita ajukan pemimpin yang nilainya 7 atau 8. Ini bagian dari pertanggungjawaban publik," ujar Mardani.

"Presiden adalah orang nomor satu yang membuat jatuh bangun negeri ini, karena itu negeri ini perlu ada presiden baru," tegas Mardani.

Berikut selengkapnya video ILC - Mardani.

[video]

— tvOneNews (@tvOneNews) 27 Februari 2018


Sumber : PORTAL ISLAM

Mengapa Gerindra Begitu Yakin Prabowo Menangi Pilpres?

Mengapa Gerindra Begitu Yakin Prabowo Menangi Pilpres?

10Berita, Sebanyak delapan partai politik (parpol) sudah menyatakan dukungan untuk Joko Widodo menjadi calon presiden (capres) pada 2019 mendatang. Partai-partai oposisi pun menyatakan siap bertarung menghadapi Jokowi dan partai pengusungnya tersebut.

Berbagai langkah akan dilakukan partai oposisi, seperti Gerindra dan PKS. Wakil Sekjen DPP Gerindra Andre Rosiade mengatakan, dalam pencalonan presiden, Gerindra memang membutuhkan partai lain untuk berkoalisi.

Sejauh ini PKS masih disebut sebagai partai yang akan berkoalisi pada Pilpres 2019 mendatang. “Kita tahu PKS komitmen dengan kita, tapi tidak menutup kemungkinan Gerindra akan membuka komunikasi dengan partai lain yang belum mencalonkan Jokowi,” kata Andre, Ahad (25/2).

Gerindra, lanjut Andre, akan terus membuka komunikasi dengan PAN dan Demokrat. Kedua partai itu belum menyatakan sosok yang akan didukung. Selain itu, partai-partai baru pun akan dijajaki Gerindra untuk melakukan koalisi dan mendukung Prabowo Subianto sebagai capres.

Selain itu, Andre mengatakan sangat yakin Prabowo akan memenangkan piplres 2019 mendatang. Ada beberapa hal yang membuat Gerindra yakin. Pertama, elektabilitas Jokowi tak pernah tembus di angka aman.

“Ini berbeda dengan SBY ketika setahun menjelang pilpres pada 2008 lalu sudah di atas angka 60 persen,” kata Andre.

Ini menunjukkan masyarakat sekarang, menurut Andre, juga semakin cerdas dalam menilai kinerja pemerintah. Sebab, banyak kinerja Jokowi yang tidak sesuai dengan janji-janjinya saat kampanye dulu.

Elektabilitas Jokowi masih di bawah angka aman 60 persen. Bahkan, dalam survei yang dirilis Media Survei Nasional (Median), elektabilitas Jokowi berada di bawah 40 persen. Sementara survei lain menempatkannya di kisaran 40-50 persen.

Secara tren, elektabilitas calon presiden pejawat ini mengalami penurunan konsisten karena berbagai hal. Sementara, elektabilitas capres-capres lain naik meski tidak tinggi dan tetap Jokowi bersama Prabowo selalu berada paling teratas.

Pada sisi lain, elektabilitas Prabowo masih dalam posisi aman untuk menjadi capres. Bahkan, dalam beberapa survei elektabilitas Prabowo naik.

Prabowo berada pada angka elektabilitas 20-30 persen. Pencalonan Prabowo sebagai capres juga akan berpengaruh terhadap keterpilihan Gerindra.

Survei Poltracking Indonesia menunjukkan, elektabilitas Prabowo pada November di kisaran 27 persen, menjadi 29,9 persen atau naik 2,9 persen pada Februari 2018. Prabowo Subianto diprediksi masih akan jadi calon terkuat pesaing Jokowi.

Dalam paparan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, hanya Prabowo yang menjadi pesaing utama Jokowi dengan tingkat popularitas mencapai 92,5 persen. Itu merupakan elektabilitas tertinggi kedua setelah Jokowi.

Sebagai pemimpin, Prabowo dinilai Gerindra memiliki visi yang kuat untuk memajukan bangsa Indonesia yang saat ini masih terpuruk dalam masalah kemiskinan, pengangguran, hingga kesenjangan sosial ekonomi.

Di tempat lain, Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera mengatakan, PKS tengah menjajaki koalisi dengan partai lain. Menurut dia, hubungan yang paling harmonis saat ini adalah dengan Partai Gerindra sehingga tidak tertutup kemungkinan PKS akan berkoalisi dengan partai besutan Prabowo Subianto tersebut. Keputusan itu bergantung pada Majelis Syura PKS sebagai forum tertinggi partai.

Namun, Mardani mengatakan, keputusan PKS untuk sementara masih mencalonkan kader internalnya untuk menjadi capres dan cawapres. Sebab, bagi PKS, lanjut Mardani, ketokohan harus didukung oleh tim yang kuat dan yang berasal dari kader PKS sendiri.

Ia menyebut ada tiga kriteria yang harus dimiliki oleh capres maupun cawapres yang diusung. Di antaranya mempunyai integritas dengan tidak melanggar janji, memiliki kemampuan untuk menyejahterakan rakyat, dan memiliki perhatian dalam memperbaiki kualitas bangsa.

Dengan tiga kriteria tersebut, berdasarkan keputusan Majelis SyurA, Mardani mengatakan telah ada sembilan nama yang disiapkan untuk diusung sebagai capres atau cawapres.

Di antaranya Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Ketua Majelis Syura PKS Hidayat Nur Wahid, mantan presiden PKS Anis Matta, Gubernur Sumatra Barat Irwan Prayitno, dan Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman.

Selain itu, ada juga nama Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al Jufri, mantan presiden PKS Tifatul Sembiring, Ketua DPP PKS Al Muzammil Yusuf, termasuk Mardani Ali Sera yang merupakan ketua DPP PKS.

PDIP-Demokrat

Wakil Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengatakan tidak menutup kemungkinan PDIP akan menjajaki koalisi dengan Partai Demokrat. “Politik sangat dinamis. Demokrat juga partai yang ikut secara resmi dalam pilpres yang akan datang dan punya otoritas untuk mengusulkan capres karena memiliki presentase di DPR sebagai syarat capres dan cawapres.”

Ia menganggap komunikasi politik dan silahturahim dengan pimpinan parpol bukanlah sesuatu yang tabu dilaksanakan oleh PDIP. Oleh karena itu, menurut dia, penjajakan politik perlu dilakukan.

Selain itu, ia juga mengatakan, PDIP tidak menutup kemungkinan berkoalisi dengan partai di luar koalisi saat ini. Dengan demikian, kemungkinan terjadinya satu pasangan calon masih sangat bisa terjadi.

“Kalau kemudian Pak Prabowo, Pak Sohibul Iman merasa bahwa sudahlah kita bersama-sama saja dalam satu blok agar pilpres aman tidak ada konflik, lalu terjadi power sharing di dalam mengelola negara ini, why not?” ujarnya.

Sumber : http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/18/02/26/p4qgqd440-mengapa-gerindra-begitu-yakin-prabowo-menangi-pilpres

Gerindra Dukung Larangan Gambar Bung Karno untuk Kampanye

Gerindra Dukung Larangan Gambar Bung Karno untuk Kampanye

10Berita – Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang partai politik (parpol) peserta Pemilu 2019 mendatang menggunakan gambar atau foto tokoh yang bukan pengurus parpol. Tokoh yang dimaksud seperti Presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, hingga Gus Dur.

Terkait pelarangan tersebut, dilansir oleh Viva, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, menyambut positif aturan dari KPU tersebut yang melarang penggunaan foto para tokoh seperti Soekarno, Soeharto, BJ Habibie dan yang lainnya oleh partai politik untuk kepentingan kampanye.

Menurut Fadli, larangan tersebut bisa mencegah nama-nama para tokoh besar tersebut tidak disalahgunakan untuk meraup suara.

“Saya kira bagus-bagus saja ya. Karena mungkin maksudnya adalah supaya ini kan nama-nama besar ada Pak Soeharto, Bung Karno, pendiri Muhammadiyah, misal. Jangan sampai disalahgunakan oleh partai maupun oleh caleg-caleg nanti,” kata Fadli di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 27 Februari 2018.

Fadli Zon mengakui bahwa penggunaan foto-foto tokoh bukan masalah yang besar dalam kampanye pemilu. Hanya saja dia mendukung aturan KPU itu, agar para tokoh tersebut tidak digunakan hanya sebagai pendulang suara.

Namun, Fadli menilai tidak semua hal harus diatur dalam pemilu. Salah satunya seperti pengaturan isi materi ceramah yang boleh disampaikan di tempat ibadah.

“Dalam era demokrasi, masa semuanya harus diatur? Masa mau ceramah di masjid saja diatur. Masa Bawaslu maungatur? Padahal itu bukan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) Bawaslu ngatur-ngatur isi ceramah masjid,” kata Fadli.

Di lain pihak, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa, Daniel Johan menilai, pelarangan itu jangan sampai justru berdampak tidak baik bagi para tokoh.

“Jangan sampai pelarangan membuat kesan tokoh-tokoh bangsa ini jadi seperti tokoh terlarang,” kata Daniel lewat pesan tertulis, Selasa, 27 Februari 2018.

Menurut Daniel, pemakaian para tokoh itu juga mungkin tidak terlalu berdampak terhadap hasil suara saat pemilu nanti. Sementara pelarangan juga menurutnya akan menimbulkan pertanyaan. Menurut Daniel, bisa jadi akan muncul ganjalan psikologis.

“Kok bapak bangsa kita tidak boleh dibanggakan dan dilarang yah,” ujar Daniel.

Daniel mengatakan, aturan larangan ini harus tersosialisasikan secara luas. Dia mengakui kecintaan para kader PKB kepada tokohnya, khususnya Gus Dur, juga sulit dibendung.

“Cuma khawatir ada kader yang tetap pasang karena rasa cinta dan hormat itu,” kata Daniel.

Sebelumnya, diliput dari Viva,  Ketua KPU Arief Budiman menyatakan, para tokoh yang dilarang itu bukanlah pengurus partai politik. Larangan ini juga berlaku untuk alat peraga kampanye. Namun, bila untuk acara kepentingan internal parpol yang bukan kampanye, tak menjadi persoalan.

Aturan ini menyesuaikan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

Sumber : Ngelmu.co 

Terbangun di Malam Hari, Bacalah Dzikir Ini

Terbangun di Malam Hari, Bacalah Dzikir Ini


Tempat tidur Foto:Abu Umar/Islampos

10Berita, RASA kantuk seringkali menghampiri kita di penghujung malam. Tubuh sudah lagi tak berdaya untuk melakukan aktivitas yang cukup menguras keringat. Mata sudah tak tahan untuk selalu terbuka, melihat keadaan dunia. Di sinilah saatnya kita tidak memaksakan diri. Baringkan tubuh dan beristirahatlah di tengah gelapnya malam.

Hanya saja, di saat orang lain pulas dalam tidurnya terkadang kita malah terbangun. Di sinilah ketidaknyamanan menghantui diri kita. Ingin rasanya melelapkan mata, namun pikiran yang bersarang dalam diri membuat rasa kantuk itu sirna. Harus bagaimana mengatasi hal semacam ini?

Anda tak perlu khawatir. Sebab, dalam Islam permasalahan apapun bisa bernilai ibadah jika kita melakukannya dengan bentuk ibadah pula karena Allah SWT. Ketika kita terbangun dari tidur pada malam hari, maka berdzikirlah pada Allah. Selain mengundang rasa kantuk, juga membuat hati kita menjadi lebih tenang.

Dari Ubadah bin Shamit RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang bangun dari tidurnya pada malam hari, lalu dia mengucapkan,

‘Tiada Ilah yang berhak diibadati selain Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kerajaan dan segala puji. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah, tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, tiada daya dan upaya selain dengan kekuatan Allah Yang Maha luhur lagi Maha Agung.’

Lalu dia memohon, ‘Ya Allah ampunilah dosaku.’

Atau dia melanjutkan doa, niscaya akan dikabulkan. Jika dia berwudhu lalu shalat, niscaya shalatnya akan diterima,” (HR. Bukhari).

Dari Abu Umamah RA dia berkata, “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang berbaring di atas kasurnya dalam keadaan suci dan dia berdzikir kepada Allah hingga dia merasa kantuk, tidaklah berbalik sesaat dari waktu malam ketika dia memohon kebaikan dunia dan akhirat, melainkan Allah akan mengabulkannya,” (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud). []

Referensi: Ruqyah Jin, Sihir dan Terapinya/Karya: Syaikh Wahid Abdussalam Bali/Penerbit: Ummul Qura

Sumber :Islampos 

Politik: Antara Kekuasaan dan Pelayanan

Politik: Antara Kekuasaan dan Pelayanan



Oleh: Rachmad R R.

(Alumnus Pasca Sarjana jurusan Ekonomi Islam UINSA)

10Berita, Kata politik diambil dari bahasa Yunani politicos yang berarti relating to citizen. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata politik sebagai segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara, termasuk terhadap negara lain.

Menurut Oscar Ameringer politik adalah seni halus mendapatkan suara dari orang miskin dan dana kampanye dari orang kaya, dengan janji melindungi satu dari yang lain. Menurut Taqiyuddin, politik adalah pelayanan pemerintah terhadap kebutuhan masyarakat. Sejalan dengan itu, Imam Syafi’i mendefinisikan politik sebagai hal-hal yang bersesuaian dengan hukum Allah.

Dalam politik, untuk berkuasa seseorang harus dipilih berdasarkan sistem tertentu dalam suatu negara. Misalnya sistem demokrasi yang saat ini dianut oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Masyarakat ikut dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Dalam hal ini, setiap individu dalam masyarakat memiliki nilai suara yang setara. Namun sistem seperti ini menuai kritik tajam. Menurut Sokrates “Sebuah negeri akan celaka bila si bodoh sama haknya untuk bicara dengan si piawai”.

Demokrasi sendiri adalah pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Sistem ini mengalami penyesuaian dan terus berevolusi. Kendati demikian akar prinsipnya sama. Seperti cara pandang terhadap masyarakat dalam pemilu senantiasa mengalami perubahan. Saat ini semua warga negara yang sudah dianggap dewasa apabila di atas 17 tahun memiliki hak dalam pemilu. Sedangkan pada zaman Yunani Kuno atau kerajaan Romawi, pengertian masyarakat demokrasi itu hanya untuk laki-laki dewasa yang bukan golongan budak. Artinya, zaman dahulu budak dan perempuan bukan termasuk masyarakat demokrasi. Mereka tidak boleh ikut dalam pemilu.

Dari segi pengambilan keputusan, keterlibatan masyarakat tentu tidak praktis jika jumlahnya sangat banyak. Apalagi menembus angka jutaan. Oleh karena itu harus ada wakil rakyat. Masyarakat dilibatkan. Dari sini muncul istilah pemilu, kampanye, partai politik, dan lainnya. Pemilu sendiri menjadi salah satu ciri pemerintahan yang demokratis. Upaya penyempurnaan konsep demokrasi menurut John Calvin dan John Locke adalah dengan pemisahan kekuasaan (wakil rakyat dipisahkan perannya).

Adapun bentuk demokrasi yang paling populer dan kini diterapkan di Indonesia adalah konsep Trias Politika Montesquieu. Konsep ini menuntut klasifikasi peran dari wakil rakyat. Diantaranya legislatif sebagai pembuat aturan (DPR, MPR, DPD / Parlement), eksekutif sebagai pelaksana pemerintahan (Presiden, Menteri, Gubernur, sampai Walikota ), yudikatif yang mengevaluasi pelaksanaan pemerintahan (MA, MK).

Di dalam negara yang menganut demokrasi sangat kental dengan istilah liberalisme. Paham ini dirangkum pertama kali oleh John Locke. Gagasan politik liberalisme berfokus pada penghargaan atas kebebasan dan hak individu. Dalam hal ini, kebebasan serta hak individu terus berkembang seiring dengan pergeseran nilai-nilai sosial. Beberapa contoh kebebasan dan hak individu adalah hak untuk berekspresi, menyampaikan pendapat, memiliki barang pribadi, memilih pasangan hidup, untuk beribadah, beragama, tidak beragama, memiliki keturunan, melakukan aborsi, hidup, hingga hak untuk mati.

Tak hanya liberalismesekulerisme pun tumbuh subur di negara yang menerapkan demokrasi. Yaitu prinsip politik yang menegaskan bahwa sistem kenegaraan harus dipisahkan dengan agama. Jadi, negara yang sekuler mengesampingkan aspek agama dalam penerapan ketatanegaraan. Dari mulai pembuatan undang-undang, penegakan hukum, dan pelaksanaan kebijakan pemerintah, dan lainnya harus netral dari ajaran agama apa pun. Agama hanyalah urusan masing-masing individu.

Dalam arti, masyarakat boleh saja menganut agama dan beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Tapi, dalam urusan kebijakan politik, hukum, perdagangan, dan lainnya negara tidak boleh dipengaruhi agama apa pun. Lebih tegasnya, dalam praktik negara sekuler, agama tidak boleh menjadi pertimbangan untuk membuat undang-undang, dasar pelaksanaan undang-undang, dan pertimbangan dalam proses pengadilan.

Bagi para kapital, demokrasi adalah senjata ampuh untuk melanggengkan kejayaannya. Tak hanya suatu daerah namun negara dengan ribuan pulau. Melalui kaki tangan penguasa kekayaan negeri tersedot untuk segelintir konglomerat. Bagaimana ini bisa terjadi? Tak lain karena mahalnya demokrasi. Biaya pemilu menjadi mahar pengusaha kepada penguasa. Undang-undang tak berpihak kepada rakyat namun cukup menguntungkan para kapital.

Bagaimana dengan politik dalam pandangan Islam?

Aktivitas politik dalam Islam pada prinsipnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penguasa sebagai pelayan masyarakat memiliki kewajiban memikirkan persoalan rakyat. Hal ini merupakan implementasi dari sabda rasul, "Barang siapa di pagi hari perhatiannya kepada selain Allah, maka Allah akan berlepas dari orang itu. Dan barang siapa di pagi hari tidak memperhatikan kepentingan kaum muslimin maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslimin)".

Terdapat 3 kebutuhan pokok individu yang harus dijamin kelayakannya oleh pemerintah, yaitu sandang, pangan, dan papan. Selain kebutuhan pokok individu, terdapat 3 kebutuhan pokok masyarakat secara umum yang juga harus dijamin oleh pemerintah, yaitu kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Aktivitas lainnya yang harus dilakukan dalam politik Islam adalah amar makruf nahi mungkar. Sesuai dengan firman Allah " Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah "(Ali Imran: 110).

Dalam hal ini, penguasa wajib memberantas segala aktivitas yang melanggar hukum Islam, seperti produksi khamr, perjudian, free seks, LGBT, transaksi ribawi, suap, dan sebagainya. Dalam perkara pelanggaran hukum, wajib hukumnya tunduk pada aturan Islam, bukan justru memutuskan perkara berdasarkan hawa nafsu semata. Sebagaimana firman Nya “Maka putuskanlah (perkara) mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu" (Al-Maidah: 48). Allah juga berfirman "Barangsiapa yang tidak memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir " (Al-Maidah: 44).

Dalam politik Islam, rakyat wajib melakukan koreksi terhadap pihak penguasa apabila terdapat kebijakan yang menyimpang dari syariat Islam. Karena dalam Islam, baik itu rakyat atau pejabat harus patuh pada hukum yang berlaku. Bahkan aktivitas mengoreksi penguasa merupakan aktivitas yang mulia, seperti halnya jihad di jalan Allah. Rasulullah SAW bersabda "Penghulu syuhada adalah Hamzah dan seseorang yang berdiri di hadapan penguasa yang lalim lalu menasehatinya, kemudian ia di bunuh".

Dalam praktik kenegaraan, nabi membangun negara Madinah dan pemerintahannya. Dilanjutkan oleh 4 khalifah penerus beliau Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Dikenal dengan sebutan Khulafaurrasyidin. Islam adalah agama yang sempurna, termasuk sistim politik dan ketatanegaraannya.

Oleh karena itu, tidak perlu bagi umat Islam mengimpor sistem politik Barat yang sangat kental dengan sekularismeliberalisme, dan kapitalisme. Karena pada dasarnya isme-isme tersebut justru membungkam keadilan dan mempermainkan hukum yang berlaku. Cicero mengingatkan dalam falsafahnya “ketika hukum membisu maka senjata berbunyi.”

Justru semenjak Islam ditinggalkan sebagai sistem politik, bencana sosial kemanusiaan meraja lela. Terlahir pemimpin-pemimpin yang semakin menjauhkan umat dari aturan Islam. Sebagaimana sabda nabi: ”Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana, tetapi bila telah turun mimbar mereka melakukan tipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai. (HR. Ath-Thabrani)

Mari bersama mendoakan, semoga Islam kembali tegak di muka bumi. Penguasa memerintah dengan keadilan, melindungi dengan kekuatan, dan mengayomi dengan kemakmuran. [syahid/]

Sumber :voa-islam.com

Wahai Rasulullah, Aku Tidak Sakit dan Aku Tidak Merasakan Sakit …

Wahai Rasulullah, Aku Tidak Sakit dan Aku Tidak Merasakan Sakit …


Foto: Wikimedia Commons

10Berita, Tsauban adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW. Dia juga salah satu budak yang dibebaskan.

Tsauban hampir selalu bersama Nabi di rumah atau dalam perjalanan. Setelah Nabi wafat, Tsauban tinggal selama beberapa tahun di Suriah dan kemudian untuk beberapa waktu di Mesir. Ia juga hadir pada saat kemenangan di Mesir. Tsauban akhirnya meninggal dunia pada usia 51 tahun.

Hal ini ditemukan dalam sebuah riwayat bahwa Tsauban sangat memuja Nabi Muhammad (s.a.w.) sehingga dia tidak dapat menanggung ketidakhadiran Nabi yang lama, bahkan untuk sesaat pun!

Suatu hari, Nabi Muhammad SAW melihat Tsauban dalam suasana hati yang sangat muram. Tsauban tampak lemah juga. Nabi (s.a.w.) bertanya kepadanya, “Wahai Tsauban! Apa yang terjadi padamu?”

Tsauban menjawab, “Wahai Rasulullah. Aku tidak sakit dan aku tidak merasakan sakit, tapi aku khawatir dengan kedekatanmu padaku yang mungkin tak akan aku alami di surga. Sepertinya kau akan berada di tempat yang tinggi dan aku berada di posisi yang rendah. Aku khawatir aku tidak bisa melihatmu di sana.”

Pada saat yang sama, satu ayat terungkap.

“Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qur’an (4:69)

[Bihar al-Anwar vol.2 hal.68)]

Kisah serupa juga diriwayatkan oleh Aishah (r.a. *), salah satu istri Nabi (s.a.w.), tapi kali ini, nama Tsauban tidak disebutkan.

Aisyah melaporkan bahwa seorang pria mendatangi Rasulullah saw. Dan berkata, “Wahai Rasulullah! Memang, aku mencintaimu lebih dari aku mencintai diriku sendiri. Dan aku mencintaimu lebih dari aku mencintai keluargaku. Dan aku mencintaimu lebih dari aku mencintai anak-anakku. Ketika aku di rumah dan jika aku mulai memikirkanmu, maka tidak dapat menahan diri sampai aku dapat mendatangimu dan melihatmu. Ketika aku memikirkan kematian dan kematianmu, aku tahu bahwa ketika kau memasuki surga, kau akan diangkat ke tempat para nabi berada. Tapi, jika aku masuk surga, aku takut—apakah aku bisa melihatmu?”

Nabi (s.a.w.) sama sekali tidak menjawabnya sampai Jibril mengungkapkan kepadanya, “Dan barangsiapa yang menaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” []

Sumber: jalansirah.com

Ini Kota di Suriah yang Jadi Saksi Bisu Keadilan Islam

Ini Kota di Suriah yang Jadi Saksi Bisu Keadilan Islam


Foto: Pinterest

Oleh: Abu Athif

HOMS adalah sebuah kota tua di Suriah yang sarat dengan peninggalan sejarah peradaban manusia. Dari mulai peradaban kerajaan assyiria hingga imperium Romawi serta kerajaan Yunani kuno pernah meninggalkan jejak kekuasaannya di bumi Homs.

Selama kurang lebih 2000 tahun, jauh sebelum pendudukan imperium Romawi, Homs telah menjadi kunci pasar agrikultural dan pusat perdagangan di wilayah Suriah bagian utara. Sebelum api revolusi meletus di tahun 2011, Homs telah dikenal pula sebagai kota industri dan perekonomian di dataran Suriah.

Homs telah menjadi saksi bisu atas kepahlawanan pasukan kaum Muslimin yang dipimpin oleh sahabat Nabi, Abu Ubaidah bin Jarrah ra.

Tepatnya di tahun ke 15 Hijriyah, di musim dingin yang diselimuti salju, pasukan kaum muslimin mengepung kota Homs. Penaklukan kota Homs menjadi agenda penting berikutnya setelah kemenangan gemilang kaum muslimin pada perang Yarmuk serta jatuhnya kota Damaskus ketangan kaum muslimin. Itu semua atas arahan dan perintah khalifah Umar bin Khatthab ra.

Akhirnya kota Homs berhasil dikuasai kaum muslimin setelah pengepungan yang berlangsung sampai berakhirnya musim dingin. Semula mereka -pasukan Romawi- enggan untuk menyerah, namun setelah mereka melihat ketegaran dan keteguhan pasukan kaum muslimin serta pekikan takbir yang berkali-kali mengguncang kota Homs, akhirnya mereka menyerah. Sampai ada di antara mereka menyaksikan beberapa rumah dan dinding hancur hanya dengan pekikan takbir dari kaum muslimin. Allah Akbar…[Al Bidayah wan Nihayah; juz 7; hal 50].

Setelah dikuasainya Homs, khalifah Umar bin Khatthab ra mengutus salah seorang sahabat Nabi yang bernama Sa’id bin ‘Amir al Jumahi. Beliau ditunjuk sebagai gubernur di wilayah Homs. Sa’id bin ‘Amir adalah sosok cendekiawan dan rendah diri. Sikap waro’ dan zuhud selalu menghiasi kehidupan beliau. Beliaulah yang perkataannya paling didengar oleh Umar bin Khatthab di hari-hari pertama kekhalifahan beliau. Sa’id bin ‘Amir berbicara dengan tegas kepada khalifah dan dengan penuh hormat beliau menyampaikan :

“Wahai Umar, aku mewasiatkan kepadamu untuk selalu takut kepada Allah dalam hak-hak manusia dan janganlah engkau takut kepada manusia dalam hak-hak Allah. Janganlah ucapanmu menyelesihi perbuatanmu, ketahuilah bahwa sebaik-baik perkataan adalah apa yang dibenarkan dengan perbuatannya.”

“Wahai Umar,perhatikan kepada orang-orang yang mana Allah telah menjadikanmu wali bagi mereka baik dari yang jauh maupun yang dekat dari kaummuslimin. Hendaklah engkau mencintai untuk mereka sebagai mana engkau mencintai untuk dirimu sendiri. Bencilah untuk mereka sepert iengkau membenci sesuatu untuk dirimu dan keluargamu. Dan hendaklah engkau kembalikan kesesatan menuju kepada kebenaran dan janganlah engkau takut celaan orang yang mencela saat engkau menegakkan hak-hak Allah”.

Lalu khalifah Umar bin Khatthab berkata: “Dan siapakah yang bisa melakukan hal itu wahai Sa’id?”

Sa’id menjawab: “Yang bisa melakukan hal itu adalah orang seperti engkau dari orang-orang yang Allah telah menjadikan mereka pemimpin bagi umat Muhammad SAW  dan tidak ada seseorang pun di antara dia dan Allah.” [Shuwar min hayatisshohabah; hal 20]

Pantas saja, karena ketakwaan yang dimiliki oleh beliau, khalifah Umar menunjuk beliau menjadi gubernur Homs. Semula Sa’id menolak amanah besar itu. Beliau berkata :“Wahai Umar janganlah engkau memberikan kepadaku fitnah besar!”

Kemudian Umar marah: “Celaka engkau, engkau serahkan urusan kekhalifahan kepadaku lalu engkau berlepas tangan dariku!”

Setelah itu bergegaslah Sa’id bin ‘Amir menuju Homs untuk segera menjalankan tugas sebagai gubernur di wilayah tersebut. Hingga tidak selang begitu lama, Umar bin Khatthab mengunjungi Homs. Beliau mendapati sebagian dari penduduk Homs yang bisa dipercaya untuk mencatatkan nama-nama orang fakir miskin dari Homs. Dengan sigap mereka pun menulis daftar nama-nama orang fakir miskin.

Betapa terkejutnya khalifah Umar ketika disodorkan kepada beliau nama-nama orang fakir miskin, tertulis di urutan pertama adalah orang yang bernama Sa’id bin ‘Amir. Lalu kholifah Umar bertanya “Siapakah Sa’id ini? Apakah dia gubernur kalian ?” Mereka menjawab “Ya, benar.” “Gubernur kalian faqir ?!” Tanya Umar keheranan. Mereka pun menjawab lagi “Ya, benar. Demi  Allah telah berlalu hari-hari dan kami tidak mendapati rumah beliau dinyalakan api untukmemasak”.

Menangislah Umar bin Khatthab mendengar berita tentang Sa’id bin ‘Amir, hingga air mata membasahi jenggot beliau yang lebat. Akhirnya beliau pun memutuskan untuk memberikan kepada Sa’id sang Gubernur Homs santunan dana sebesar 1000 dinar dengan dibungkus kain. Kemudian kholifah Umar berkata :“Sampaikan salam dariku untuk beliau, dan katakanlah kepadanya bahwa amirul mukminin mengirim bantuan dana ini untuk membantu keperluan dan kebutuhan hajat hidupnya.”

Kemudian datanglah utusan kholifah Umar kepada Gubernur Homs Sa’id bin ‘Amir untuk menyampaikan amanah berupa bantuan dana sebesar 1000 dinar. Tatkala Sa’id bin Amir melihat tumpukan dinar tersebut beliau secara reflek menjauh dan spontan berucap : “Innaalillaahi wainna ailaihi raji’uun…!”

Beliau mengucapkan kalimat istirja’ seakan-akan ada musibah besar yang menimpanya. Hingga suara beliau terdengar oleh sang istri yang saat itu sedang berada di belakang rumah.

Dengan keheranan sang istri bertanya; “Apa yang terjadi wahai Sa’id? Apakah kholifah meninggal dunia?”

Sa’id menjawab “Tidak, bahkan sesuatu yang lebih besar dari pada itu.” Kemudian sang istri bertanya lagi “Apakah kaum muslimin kalah dalam peperangan?” Sa’id menjawab “Tidak, bahkan lebih besar dari pada itu.” Sang istri bertanya lagi “Apa gerangan yang lebih daripada itu semua?” Sa’id menjawab “Telah masuk kepadaku dunia untuk merusak akhiratku dan telah masuk pula fitnah di rumahku.”

Kemudian sang istri berujar “Kalau begitu segeralah engkau hilangkan fitnah itu.” Sementara sang istri tidak mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. Lalu Sa’id berkata kepada istrinya “Maukah engkau membantuku untuk menghilangkan fitnah itu ?” Sang istri menjawab “Ya, tentu saja.”

Kemudian sang Gubernur Sa’id bin ‘Amir membungkus dinar-dinar tersebut dengan kain lalu membagi habis semuanya kepada orang-orang fakir-miskin yang ada di kota Homs. Hingga akhirnya penduduk Homs merasakan keadilan yang merata dan keindahan hidup bersama Islam.

Demikianlah sekilas tentang kota Homs pada masa kekhalifahan Umar bin Khatthab dan  dibawah seorang gubernur sekaliber Sa’id bin ‘Amir al Jumahi ra. Namun sekarang ini, kenangan indah tersebut tak lagi Nampak di kota Homs. Sekarang ini yang ada adalah puing-puing bangunan yang hancur akibat tindakan brutal rezim Bashar Assad terhadap umat muslim. []

Sumber :Islampos 

Dubes Agus: Bernyanyi Saat Sai, Ganggu Hubungan Diplomatik

Dubes Agus: Bernyanyi Saat Sai, Ganggu Hubungan Diplomatik

Dubes Agus: Bernyanyi Saat Sai, Ganggu Hubungan Diplomatik

10Berita ,  JAKARTA -- Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel menyayangkan perilaku jamaah umrah yang bertindak tak pantas saat melakukan ibadah Sa'i. Segelintir jamaah asal Indonesia ini melantunkan ikrar Pancasila dan menyanyikan lagu Ya Lal Wathan di tengah kerumunan umat yang bersa'i.

Dubes Agus Maftuh Abegebriel mengatakan, KBRI melindungi seluruh ekspatriat Indonesia di Saudi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Jika ada Ekspatriat Indonesia di Arab Saudi yang melakukan tindakan di luar kepatutan dan norma-norma yang berlaku, maka akan diprotes pertama kali oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (27/2).

Protes Pemerintah Kerajaan Arab Saudi itu akan dialamatkan secara diplomatik yang Dubes RI, sebagai Pelayan Ekspatriat Indonesia di Arab Saudi. "Aksi di Mas'a (tempat Sa'i) tersebut berpotensi untuk mengganggu hubungan diplomatik Indonesia - Arab Saudi," ungkapnya.

Karena itu, Dubes RI untuk Saudi mengimbau, kepada seluruh ekspatriat Indonesia yang sedang atau akan berkunjung ke Arab Saudi, mematuhi peraturan, kepatutan dan norma-norma yang berlaku di Arab Saudi. Agar tidak mengulang kesalahan yang sama.

Untuk diketahui bersama, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melarang keras segala bentuk upaya yang mempolitisasi Umrah dan Haji. Insiden bersa'i dengan mengikrarkan Pancasila dan bernyanyi Ya Lal Wathan telah mencoreng nama Indonesia.

Video rekaman aktivitas Sa'i yang tidak pantas tersebut tersebar di dunia maya. Di Indonesia bahkan video ini mendapatkan kecaman dari banyak pihak karena dianggap tidak pantas dilakukan.

Sumber :Republika.co.id