OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 01 Maret 2018

PDIP dan Hanura Bantah Minta Mahar ke Cagub Sultra yang Ditangkap KPK

PDIP dan Hanura Bantah Minta Mahar ke Cagub Sultra yang Ditangkap KPK

10Berita KPK menetapkan Wali Kota Kendari, Adriatma Dwi Putra dan ayahnya yang juga merupakan cagub Sulawesi Tenggara Asrun sebagai tersangka suap. Dari hasil peneyelidikan KPK menyatakan suap yang dilakukan para tersangka digunakan untuk biaya Asrun dalam pilkada termasuk di dalamnya biaya kampanye hingga mahar politik.

Menanggapi hal itu, Ketua DPP PDIP, Hendrawan Supratikno, seperti yang dilansir oleh Kumparan, menyatakan bahwa partainya tidak meminta mahar sepeser pun kepada Asrun.

“Dipastikan tidak benar. Tidak ada mahar untuk Pilkada,” ujar Hendrawan, Kamis (1/3).

Hendrawan menyatakan bahwa partainyalah yang rajin menggalang konsolidasi pemenangan Asrun-Hugua di Sultra. Dengan harapan, soliditas partai-partai pengusung bisa terus terjaga sampai hari H pemilihan.

“Kami justru membantu melakukan konsolidasi agar soliditas partai pengusung terjaga. Untuk itu kami sering menugaskan salah satu Ketua DPP, yang rajin melakukan koordinasi, yaitu Ibu Wiryanti Sukamdani,” ungkap dia.


Adriatma Dwi Putra seusai diperiksa KPK

Hanura sebagai salah satu partai pengusung juga membantah keras bahwa pihaknya meminta atau mendapatkan mahar dari Asrun.

“Mana ada itu? Enggak ada. Orang yang begitu kalau kamu dengar, susahlah. Namanya orang yang begitu, dia cari-cari alasan. Kalau ada juga kan seharusnya dia ngomong dari kemarin, bukan sekarang,” ujar Sekjen Hanura, Herry Lontung Siregar, seperti yang dikutip dari kumparan, Kamis (1/3).

Sebelumnya, dalam konferensi pers mengenai OTT Wali Kota Kendari, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan mengungkapkan dari hasil penyelidikan adalah bahwa tersangka mengakui jika biaya untuk kampanye pilkada sangatlah mahal, dan mereka memerlukan biaya lebih untuk kampanye.

“Kalau hasil dari beberapa penyelidikan memang mereka mengatakan biaya itu banyak, mereka perlu biaya untuk kampanye, mahar, saksi, sesuatu yang kita lihat, kita dengar tapi untuk membuktikannya itu suatu hal yang sulit,” jelas Basaria.

Sumber :Ngelmu.co 

Mustofa: Hoax! Tidak Ada Pemimpin MCA

Mustofa: Hoax! Tidak Ada Pemimpin MCA


10Berita, Pengurus Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, yang juga salah satu netizen senior Indonesia, Mustofa Nahrawardaya, membantah dengan keras adanya Pimpinan MCA (Muslim Cyber Army) yang dirilis Kepolisian. Polisi diminta tidak percaya begitu saja, terhadap pengakuan para pelaku.

"Para pelaku harus bisa membuktikan dirinya aktivis MCA, dengan menunjukkan beberapa hal. Jika yang bersangkutan benar-benar MCA, nanti bisa saja diuji. Tapi tidak akan saya bocorkan di sini. Sekalipun setiap Netizen Muslim dapat mengaku sebagai MCA, namun bukan berarti setiap pengakuan bisa diterima sesama pegiat MCA lainnya," ujar Mustofa yang juga pemilik akun Twitter @NetizenTofa, kepada Republika.co.id, (1/3/2018).

Dijelaskannya, keberadaan MCA hadir bukan tiba-tiba. Dan meski tidak memiliki payung organisasi, rata-rata para pegiat MCA saling faham dalam bekerja membela kepentingan MCA di dunia maya.

"Jadi, para pegiat MCA ini unik. Mereka tidak pernah ketemu muka, tidak punya organisasi perekat, bahkan tidak memiliki markas. Tidak ada juga alamat email atau nomor rekening. Maka jika ada orang menggerakkan pegiat MCA menggunakan email, nomor rekening, atau menggunakan wadah terstruktur misalnya lembaga atau semacam kantor, maka saya pastikan itu bukan MCA," tegasnya.

Mustofa yang juga Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) ini menegaskan, satu-satunya alasan mereka bergerak bersama-sama sehingga bisa menggalang opini adalah semata-mata karena alasan keyakinan sesama MCA, yang semuanya aktifis dunia maya Muslim.

"Memang hanya itu. Mereka pegiat MCA diikat oleh Islam sebagai pemersatu. Yang mengikat mereka bukan bayaran atau pekerjaan, dan bukan dipersatukan oleh partai politik maupun Ormas Islam," kata Mustofa.

Ditambahkan, saking hati-hatinya MCA dalam menjaga nama baik, sesama MCA dipastikan sudah saling faham bahwa mereka tidak akan membuat perkumpulan pertemanan dalam Grup Media Sosial. Para MCA, lanjut Mustofa, tidak membuat Grup WA, grup FB, atau grup Media Sosial lainnya seperti Telegram dan BBM grup.

"Jadi saya kaget ketika mendengar ada anggota MCA ditangkap Polisi karena punya grup WA dan Grup FB, lalu sengaja merancang aksi menghina Kepala Negara melalui postingan di Media Sosial," demikian Mustofa menanggapi berita penangkapan "Anggota MCA" di berbagai kota.

(Mustofa saat menjadi nara sumber di acara ILC tvOne)

Menanggapi langkah polisi yang merilis para pelaku, Mustofa meminta Polisi agar  mengusut tuntas mereka.  Jika mereka mengaku sebagai anggota MCA, maka Polisi harus usut detail, dimana mereka mendaftar sebagai anggota MCA. Pengakuan sebagai anggota MCA oleh netizen, tidak lantas akan dipercaya netizen lain. Rata-rata netizen sudah tahu pola yang dimiliki MCA selama ini.

"Polisi jangan cepat menyerah dengan kicauan pelaku yang sudah tertangkap. Interogasi yang cermat. Nanti akan ketahuan bohongnya. Karena pegiat MCA yang asli, tidak memiliki niat-niat ujaran kebencian. Tidak melakukan hate speech dan tak mengenal keanggotaan. Kok sampai ada orang mengaku-aku punya keanggotaan MCA, itu pasti ngawur. Kehidupan pegiat MCA, ditentukan oleh sesama MCA. Yang melakukan provokasi ujaran kebencian, pasti akan di-report as spam atau diblokir oleh MCA lainnya. Itu hukum mereka," pungkasnya. (Republika)

Hati-hati framing terstruktur dan sistematis untuk mempersepsikan netizen muslim yang kritis kepada rezim, identik dengan hoax dan hate speech. Siapa orang-orang yang mengaku-ngaku MCA itu? Siapa Aktor Utama yang menciptakan mereka?https://t.co/UjPZ8aN6kv

— Johan Khan (@CepJohan) 1 Maret 2018


Sumber : PORTAL ISLAM 

Elite PSI Temui Jokowi, Warganet: KEREEEN...Bahas Pemenangan Presiden di Jam Kerja. Presiden Panik?

Elite PSI Temui Jokowi, Warganet: KEREEEN...Bahas Pemenangan Presiden di Jam Kerja. Presiden Panik?


10Berita,    Hari ini, Kamis, 1 Maret 2018, tiga elite Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menghadap Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.

Ketiga elite itu adalah Ketua Umum PSI Grace Natalie, Ketua DPP PSI Tsamara Amany Alatas dan SekJen PSI Raja Juli Antoni.

Dalam pertemuan itu mereka mendapat sejumlah masukan terkait pemilu 2019.

"Jadi hari ini kita lebih ke silaturahmi, sekaligus Pak Jokowi memberikan tips-tips agar PSI bisa mencapai target menang pemilu 2019," kata Grace usai pertemuan di Istana Negara, Jakarta.

"Beliau banyak kasih ide-ide dan seru-seru, keren-keren idenya," lanjut Grace.

Dalam pertemuan tersebut, PSI juga memberikan pernyataan dukungan kepada Jokowi, termasuk mendukung siapa pun calon wapres pilihan Jokowi.

"Kita tadi sudah menyatakan ke Pak Jokowi, siapapun kita ikut, yang digandeng sebagai wapres, kita akan full support, sebagaimana full support ke Pak Jokowi," ujar Grace.

Meski enggan menceritakan secara rinci strategi Jokowi agar PSI dapat memenangkan Pemilu 2019, Tsamara mengungkap sedikit hasil pertemuan PSI dengan Jokowi.

"Kami tadi juga presentasi keberhasilan kami di medsos dan Pak Jokowi senang dengan hal itu. Karena Pak Jokowi sadar milenial presentasinya pada 2019 sangat besar," kata Tsamara.

Beberapa hari lalu PSI sempat membuat publik geram karena menempatkan sosok fenomenal Sunny Tanuwidjaja yang sempat tersandung kasus reklamasi sebagai salah satu Dewan Pembina.

(Baca: DHUAAR! Dewan Pembina PSI Dikabarkan Diisi Sunny Tanuwidjaja, Warganet: SELESAI SUDAH!)

--------

Menanggapi pertemuan elite PSI, warganet berkicau kritis.

"Keren! Membahas strategi kemenangan pilpres di istana pada jam kerja. Bua ha ha ha," tulis Ardi pada akun @awemany.

— Pelan-pelan, Ardi! (@awemany) March 1, 2018


Warganet lain pun menganggap istana bukan milik partai tertentu.

— #KamiBersamaHRS (@ayahnyafaris) March 1, 2018

— #KamiBersamaHRS (@ayahnyafaris) March 1, 2018


Sementara, warganet lain menilai pertemuan tersebut sebagai bentuk kepanikan.

Sumber :Portal Islam 

Ulama "Digebuk", Aktivis Medsos "Digebuk", Mustafa: Kita Ini Bangsa Apa?

Ulama "Digebuk", Aktivis Medsos "Digebuk", Mustafa: Kita Ini Bangsa Apa?



10Berita, JAKARTA - Pegiat media sosial yang juga seorang pengurus PP Muhammadiyah di bidang Majelis Pusta dan Informasi (MPI), Mustafa Nahrawardaya mempertanyakan eksistensi sebuah bangsa. Terlebih sebuah bangsa itu beragama mayoritas namun malah mendapatkan perlakuan yang nampaknya tidak adil.

“Ormas Islam ‘digebukin"’. Aktifis Medsos Muslim ‘digebukin’. Ulama juga ada yang ‘digebukin’ ampe cacat permanen. Pendekar Islam ada yang digebukin ampe mati. Percaya gak percaya,  perjalanan sakral umroh pun, juga ikut pula ‘digebuki’. KITA INI SESUNGGUHNYA BANGSA APA?” tanyanya, di akun media sosial, Twitter pribadi miliknya, belum lama ini.


Sebelumnya, jika ingin diuntai—disambung persoalan yang ada, kini sedang hangat peristiwa adanya penangkapan ke para pegiat medsos. Pegiat medsos itupun dituding mempunyai kelompok.

Mustafa sebagai pegiat medsos misalnya melihat hal tersebut bisa jadi melihat kejanggalan atas peristiwa belakangan ini, seperti mempertanyakan pemimpin dari kelompok tersebut.

“Pimpinan MCA diumumkan dah ketangkep. Setelah nangis, lalu menyesal dan ujung-ujungnya minta maaf.

Apakah teman-teman aktivis MCA mengenal pimpinan tersebut?”

Dia melihat, apa yang sedang terjadi belakangan ini nampaknya tidak akan mengendurkan perjuangan pegiat medsos, sekalipun para pelaku yang kabarnya kerap sebar hoax menggunakan nama MCA.

“Hantam aja terus, nama MCA dengan menggunakan kasus ditangkapnya 4 orang barusan. Anak MCA YANG ASLI, kagak berubah dalam berjihad di media sosial.” (Robi/)

Sumber :voa-islam.com

PKS Tolak Ajakan Istana; Tak Ingin Jokowi Lawan Kotak Kosong

PKS Tolak Ajakan Istana; Tak Ingin Jokowi Lawan Kotak Kosong

10Berita, Presiden PKS Sohibul Iman menolak ajakan koalisi untuk mendukung Joko Widodo di Pilpres 2019. Sohibul menolak dengan alasan tak ingin Jokowi hanya melawan kotak kosong.

“Saya tegaskan di sini bahwa PKS diajak bergabung dengan Istana jelas ada. Dan itu bukan sebuah kejahatan dalam politik. Itu biasa-biasa saja. Istana ingin mengajak kita,” kata Sohibul di kediaman Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jaksel, Kamis (1/3/2018).

“Cuma melihat kalau PKS bergabung, Gerindra, PAN bergabung, kemungkinannya nanti Pak Jokowi lawan kotak kosong,” imbuh dia.

Sohibul menegaskan calon tunggal tak sehat untuk iklim demokrasi di Indonesia. Karena itu, sambung dia, PKS tak mau ikut bergabung dalam koalisi tersebut.

“Kita melihat itu tidak sehat untuk demokrasi kita. Maka ya saat ini belum, menolak bahasa ini ya. Saya katakan bahwa rasionalitas politiknya kurang logis kalau PKS ikut,” ujarnya.

Sumber https://m.detik.com/news/berita/3893176/tolak-ajakan-istana-pks-tak-ingin-jokowi-lawan-kotak-kosong

Sa’i Nyeleneh di Tanah Suci: Politisasi Umrah atau Kebodohan yang Disengaja?

Sa’i Nyeleneh di Tanah Suci: Politisasi Umrah atau Kebodohan yang Disengaja?

10Berita – Suatu sore, sejumlah tokoh Nahdlatul Ulama menggelar diskusi. Mereka membahas kemungkinan untuk berkunjung ke Tibet dan menemui Dalai Lama, pemimpin spiritual tertingggi umat Budha. Desas-desus yang beredar, kunjungan itu tak hanya bersifat kunjungan kebudayaan, namun juga disisipi agenda dukungan kemerdekaan Tibet dari wilayah China.

Wilayah Tibet memang merupakan wilayah yang bergejolak sejak lama. Musim gugur 1950, pasukan tentara merah Cina menguasai Tibet—negeri di atas angin yang dipimpin Dalai Lama. Dari penyerbuan inilah pertikaian Cina-Tibet bermula. Setahun kemudian, pimpinan Tibet, Dalai Lama ke-14, Tenzin Gyatso, didongkel dari jabatannya. Sementara Cina mengangkat pemimpin baru di Tibet. Sejak itu, Tibet terpecah belah. Namun, mayoritas warga Tibet menginginkan lepas dari kolonialisme China.

Tak lama setelah pembicaraan tokoh NU itu rampung, intelijen pemerintah Cina menelepon Kedutaan Besar Indonesia di Beijing. Mereka bertanya rencana kedatangan tokoh NU ke wilayah Tibet dan menanyakan secara langsung adakah dukungan kemerdekaan secara langsung yang hendak disampaikan kepada Dalai Lama? Pihak Kedubes Indonesia sempat kebingungan, sebab informasi itu tak pernah mereka dengar, sementara tokoh-tokoh NU itu lebih kelimpungan lagi, bagaimana informasi itu bisa langsung cepat menyeberangi Laut China Selatan.

Kedekatan Gus Dur dengan Dalai Lama memang bukan hal yang baru. Pergaulannya dengan sejumlah pemuka agama dunia dikenal luas. Bahkan, hingga kini, selepas Gus Dur tutup usia, para penerusnya masih meneruskan hubungan baik dengan Dalai Lama. Kita pun bisa memahami semangat anti penjajahan yang diupayakan para tokoh-tokoh NU itu sesuai dengan semangat kemerdekaan yang dijiwai rakyat Indonesia. Tapi ada hal menarik yang perlu kita bahas di sini.

Dukungan kemerdekaan kepada Tibet yang dilakukan oleh tokoh-tokoh NU menunjukkan dua hal. Yang pertama ketidakpahamanterhadap sejarah dan geopolitik. Kedua, hal itu menunjukkan bahwa institusi agama di Indonesia sangat mudah dijadikan komoditas politik.

Secara geografis, wilayah Tibet memang menyatu dengan dataran China. Jadi sejak semula, Tibet memang bagian dari teritorial pemerintah China. Akan berbeda halnya, jika yang diminta lepas dari wilayah China ialah wilayah Hainan yang berada di wilayah selatan dan terpisah dari dataran China. Atau Pulau Hongkong yang memang pernah direbut oleh Inggris saat Perang Candu (1842), dan masyarakatnya sempat menolak saat pengelolaannya dikembalikan oleh Inggris kepada China pada tahun 1997.

Peta China, Wilayah Tibet dan Xinjiang sama-sama masuk dalam wilayah terirorial China.

Secara historis, sebenarnya akan lebih masuk akal jika tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama pada saat itu meminta wilayah Xinjiang yang merdeka dari wilayah China. Para tokoh NU itu memiliki kesamaan aqidah dengan mayoritas bangsa Uyghur di Xinjiang yang juga tak kalah menderitanya dari warga Tibet. Setidaknya, masyarakat Tibet masih diperbolehkan untuk menjalankan ajaran agama dan keyakinannya secara terbuka. Berbeda dengan Muslim Uyghur yang ditindas secara moral dan material. Hal itu lebih layak diperjuangkan oleh Gus Dur dan tokoh-tokoh di Nahdlatul Ulama ketimbang masalah Tibet yang sudah mendapat perhatian lebih luas.

Persoalan yang lebih serius dari masalah ketidakpahaman akan realitas, ialah mudahnya institusi agama dijadikan komoditas politik. Institusi agama yang dimaksud di antaranya ialah tokoh agama, organisasi agama, pondok pesantren dan rumah ibadah. Belum lama ini, kita melihat video yang begitu populer di masyarakat. Tayangan itu menunjukkan adanya sekelompok jamaah umrah menyanyikan lagu “Ya Lal Wathon” saat sedang melakukan ritual sa’i. Lagu “Ya Lal Wathon” ini digadang-gadang merupakan syair cinta tanah air yang dibuat oleh KH Wahab Hasbullah. Lagu ini pernah diminta sebagai mars resmi Banser.

Sumber : Kiblat.

Kantor KSP digunakan Pertemuan Relawan Jokowi, Fadli Zon : Bahkan Bisa Terindikasi Korupsi

Kantor KSP digunakan Pertemuan Relawan Jokowi, Fadli Zon : Bahkan Bisa Terindikasi Korupsi


10Berita, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengkritik keras keterlibatan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang menjadikan kantornya sebagai tempat rapat persiapan relawan Joko Widodo di Pilpres 2019.

Kritik ini menyusul pertemuan antara Ketua Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yorrys Raweyai dengan Deputi IV KSP yang membidangi Komunikasi dan Diseminasi Informasi Eko Sulistyo di kantor KSP beberapa waktu lalu.

Menurut Fadli, penggunaan kantor KSP sebagai tempat rapat relawan Jokowi sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

“Itu bisa dikategorikan abiuse of power,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/3).

Selain penyalahgunaan kekuasaan, Fadli menilai pemakaian kantor KSP sebagai tempat rapat relawan bisa dikategorikan potensi korupsi. Sebab, uang negara digunakan untuk kepentingan politik praktis. Hal ini karena operasional KSP dibiayai oleh APBN.

“Dan juga bahkan bisa terindikasi korupsi menggunakan uang negara untuk kegiatan parpol yang tidak seharusnya,” tegasnya.

Fadli menegaskan, tugas KSP adalah menyiapkan segala hal yang terkait dengan kinerja Presiden sebagai kepala negara bukan calon presiden di Pilpres 2019.

“Dia harusnya menyiapkan segala sesuatu yang terkait dengan tugas-tugas presiden sebagai kepala negara atau kepala pemerintahan bukan sebagai calon presiden lagi,” ucapnya.

Sumber : merdeka.com

FSLDK akan Gelar ‘Aksi Save Ghouta’ di depan Kedubes Suriah

FSLDK akan Gelar ‘Aksi Save Ghouta’ di depan Kedubes Suriah

Bagaimana mungkin seorang Muslim membiarkan anak-anak dan orangtua menjadi korban dan diam melihat tragedi kemanusiaan yang terjadi di Ghouta Timur.

CNN

Seorang pria menyerahkan seorang anak kepada ayahnya setelah diselamatkan dari reruntuhan sebuah bangunan di Ghouta Timur pada hari Selasa

10Berita – Ketua Pusat Komunikasi Nasional (Puskomnas) Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK), Fahruddin Alwi, menyatakan, tragedi kemanusiaan yang terjadi di Ghouta Timur, Suriah, harus menjadi kesadaran dan perhatian bersama seluruh umat Islam.

“Kita sadari betul bahwa kejadian kemanusiaan ini harusnya menjadi kesadaran kita bersama. FSLDK tidak fokus membahas politik yang terjadi di Suriah. Terlepas dari itu, yang kita perjuangkan adalah hak-hak saudara kita yang terdzalimi akibat peperangan yang terus terjadi,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Kamis (01/03/2018).

Baca: Ketua PBNU Kecam Keras Serangan atas Ghouta Timur


Fahruddin menegaskan, bagaimana mungkin seorang Muslim membiarkan anak-anak dan orangtua menjadi korban dan diam melihat tragedi kemanusiaan yang terjadi di Ghouta Timur.

Ketua LDKN Salam Universitas Indonesia ini mengajak masyarakat Indonesia untuk sama-sama menyadari, bahwa dengan sepakatnya umat Islam akan value perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka seharusnya bergerak saat melihat belum terciptanya perdamaian di Suriah.

Terlebih, korban yang berjatuhan tidak sedikit merupakan anak-anak.

FSLDK rencananya melakukan ‘Aksi Save Ghouta’ di depan Kedutaan Besar Suriah di Jakarta, Jumat besok (02/03/2018). Akan diikuti oleh sekitar 600 massa terdiri dari gabungan LDK-LDK se-Jadebek, Banten, dan Priangan Barat dan juga serentak di 37 Puskomda (Pusat Komunikasi Daerah) dan 775 LDK se-Indonesia.* Zulkarnain


Sumber : Hidayatullah.com

Pelarangan Cadar Terlalu Berlebihan

Pelarangan Cadar Terlalu Berlebihan

Mengenakan cadar merupakan wujud dari keyakinan agama seseorang.

10Berita ,  JAKARTA -- Pelarangan cadar bagi mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, dinilai terlalu berlebihan. Rektor, seharusnya berpegang pada UUD 1945 pasal 28 yang membebaskan setiap warga negara menjalankan agamanya masing-masing.

"Saya kira berlebihan ya kalau rektor sampai melarang mahasiswinya mengenakan cadar," kata Mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI) Mulyadi kepada Republika.co.id, Kamis (1/3).

Menurut dia, mengenakan cadar merupakan wujud dari keyakinan agama seseorang. Dan jika dilarang, maka telah melanggar konstitusi Indonesia. Mulyadi mengatakan, seharusnya rektor atau siapapun tidak berhak melarang seseorang mengenakan cadar.

Rektor UIN Sunan Kalijaga dalam hal ini berlebihan karena membuat aturan hingga teknis dan detal apalagi berhubungan dengan keyakinan seseorang. Bagi Mulyadi, penggunaan cadar tidaklah melanggar aturan tertentu apalagi kontitusi Indonesia. "Saya tidak tahu landasan filosofis dan konstitusi rektor membuat aturan pelarangan cadar," ujar dia.

Lagipula, rektor dilarang membuat aturan yang melanggar konstitusi karena penggunaan cadar hak warga negara dalam melaksanakan ibadahnya sesuatu Pasal 28 UU 1945. Justru rektor yang melanggar konstitusi Indonesia.

Jika dikhawatirkan mereka yang menggunakan cadar berafiliasi dengan organisasi aliran yang melanggar konstitusi, bukan cadarnya yang dilarang. Tetapi organisasi yang perlu diusut melalui pengadilan atau perpu pembubaran ormas.

"Bukan orang atau individunya melalui simbol pakaiannya, tetapi organisasi yang perlu diselidiki," kata dia.

Untuk menelusi masalah ini, pengurus HMI yang baru nantinya akan mengunjungi rektor tersebut melalui cabang HMI yang berada disana. "Kami akan meminta penjelasan landasan filosofis, konstitusional pelarangan cadar bagi mahasiswinya, dan akan membahas ini dengan mahasiswa mereka jalan keluarnya," kata dia.

Sementara itu Dirjen Pendidikan Kamarudin Amin masih belum menelusuri terkait aturan yang dibuat Rektor UIN Sunan Kalijaga. Sejak pekan lalu, Kamarudian berada di AS untuk studi banding terkait pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia.

Sumber :Republika.co.id 

MCA, Mukidi Cyber Army

MCA, Mukidi Cyber Army


10Berita .com – Sejak kemarin Mukidi blingsatan. Pulang dari pasar, dia langsung mengendap-endap memasuki rumahnya sampai isterinya heran.

“Ada apa, Pak Ne? Kenapa kok kayak abis ngeliat genderuwo gitu?” tanya isterinya.

Mukidi langsung menempelkan jari telunjuknya ke depan bibirnya., “Ssst…! Jangan keras-keras!” bisiknya.

“Iyooo… ono opo pak ne?”

“Aman kan? Aman kan?” bisik Mukidi sambil mukanya celingak-celinguk ke sekeliling rumah. Sesekali kepalanya timbul tenggelam di depan jendela seperti tarian Trio Kwek Kwek. Mau tak mau isterinya juga ikut-ikutan berbisik.

“Iyooo, aman, aman pak ne…”

Setelah didesak isterinya, barulah Mukidi mau menjelaskan sebab musabab ketakutannya yang tiba-tiba. Itu pun Mukidi mau menjelaskannya di dalam kamar, yang dianggapnya tempat paling aman dan privasi.

“Anuuu, buk Ne… Aku bubarkan aja deh MCA… Bahaya, lagi dicari-cari aparat! Ditangkepin!”

“MCA?” ulang isterinya dengan wajah ndak mudeng. Kedua alisnya bertemu di atas mata dengan jidat berlipat-lipat.

“Iyaa… Mukidi Cyber Army…”

“Halah! Opo tumon Pak Ne..? Itu buat apa?”

“Ituuu Bu Ne… Itu nama Grup Wa aku. Aku gini-gini kan pemerhati politik juga…,” jawab Mukidi dengan suara meninggi. Lalu setelah sadar dia berbisik kembali, “Pokoknya aku bubarkan sekarang juga!”

“Ya, terserah lah…”

“Tapi aku cuman ganti nama kok Bu Ne… aku gak mau kehilangan berita ter-now…”

“Iyaaa, terserah…” ujar isterinya yang mulai paham soal suaminya ini.

Mukidi terdiam sejenak. Lalu wajahnya menjadi cerah, “Aaah., aku dapet ide, Bu Ne…”

“Opo?”

“Aku ganti aja namanya biar aman, jadi Mukidi Aselik Social Media Volunteers, disingkat Masmev…”

Kini gantian isterinya yang seperti orang tengah berpikir. “Tunggu… Tunggu, Pak Ne… kayaknya aku pernah denger itu nama. Mirip-miriip apa yaa…?”

Mukidi tertawa dengan gaya khasnya. “Yo gapapa kan, yang penting sing amaaaan….!”

Keduanya lalu tertawa bersama. Kali ini lepas tanpa beban. []

Sumber : Eramuslim