OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 19 Maret 2018

Robertson: Facebook Cepat Hapus Swastika, Tapi ‘Diam’ Saat Muslim Rohingya Dihina

Robertson: Facebook Cepat Hapus Swastika, Tapi ‘Diam’ Saat Muslim Rohingya Dihina

10Berita, MYANMAR—PBB dilaporkan telah menuding Facebook turut menyebarkan ujaran kebencian terhadap Islam. Sehingga berujung pada genosida atau pembantaian sistematis terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya di Myanmar.

Kepala Misi Pencari Fakta PBB di Myanmar, Marzuki Darusman mengatakan bahwa Facebook memainkan peran menentukan dalam krisis Myanmar, yang menyebabkan ratusan ribu Muslim Rohingya lari meninggalkan kampung halaman mereka.

“Secara substansi Facebook berkontribusi terhadap meningkatnya ketajaman dan pertikaian di publik. Ujaran kebencian jelas adalah bagian di dalamnya,” jelas Marzuki, mantan Jaksa Agung Indonesia pada periode 1999-2001, seperti dilansir Reuters.

Sebuah laporan yang telah disusun New York Times pada Oktober 2017, sebenarnya telah menunjukkan bagaimana kelompok ekstremis Budha Myanmar memanfaatkan Facebook untuk menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian yang menyasar Rohingya.

Salah satu yang paling banyak menggunakan Facebook untuk melemparkan ujaran kebencian terhadap etnis Rohingya adalah Ashin Wirathu, tokoh ultranasionalis yang juga biksu Budha.

Wirathu sebenarnya sudah dilarang rezim Myanmar untuk berceramah di tempat-tempat umum. Tetapi ia justru menemukan tempat yang lebih efektif untuk menyebarkan kebencian, yaitu di Facebook.

Setiap hari dia mengunggah konten di Facebook yang isinya menyebut bahwa kelompok Muslim Rohingya sebagai “Orang luar yang agresif.” Banyak dari konten Wirathu berisi informasi palsu alias hoaks, tetapi Facebook tak melalukan apa-apa untuk menghentikannya.

Facebook bergerak cepat untuk menghapus konten swastika (lambang Nazi), tetapi mereka tak berbuat apa-apa ketika Wirathu menyebarkan pidato yang mengatakan bahwa Muslim adalah anjing,” kata Phil Robertson, deputi direktur Human Rights Watch Asia, dalam artikel di New York Times bertajuk “A War of Words Puts Facebook at the Center of Myanmar’s Rohingya Crisis”.

Adapun Facebook belum memberikan komentar terkait hasil laporan PBB tersebut. []

SUMBER: SUARA, REUTERS

.

Berani Sidak Gedung Bertingkat, INI Pesan Tersirat Anies Baswedan untuk 'Orang Besar'

Berani Sidak Gedung Bertingkat, INI Pesan Tersirat Anies Baswedan untuk 'Orang Besar'


10Berita,   Anies is The People's Governor. Gubernur paling keren. Tidak tunduk pada orang kaya. Biasanya, gubernur lain kongkalikong dengan cukong. Anies nggak begitu. Dia berani tegas kepada kelompok kuat.

Tanggal 6 Februari 2018, Anies rilis Kep-Gub No. 279/2018. Tim pengawasan suplai sumur resapan dan pengolahan limbah dibentuk. Sasarannya adalah gedung-gedung bertingkat milik haute kapitalist.

Dulu, Satpol PP incar K-5. Sekarang, mereka pantau gedung-gedung yang menyalahi aturan soal sumur resapan air tanah.

Sebelumnya, orang miskin selalu ditarget. Orang-orang kaya bebas terabas regulasi. Seenak udel-udel mereka.

Alhasil, Jakarta muncul di halaman satu New York Times. Judul beritanya, "Jakarta is sinking so fast, it could end up underwater".

Akibat over eksploitasi air resapan, tanah-tanah Jakarta ambruk. Crumble down. Turun dan terus turun di bawah sea level. Anies pimpin langsung sidak ke gedung-gedung pencakar langit.

Pesan Anies jelas. Dia bakal tegas kepada orang-orang besar dan kuat. Rakyat pasti bela Anies bila mereka merilis perlawanan.

Penulis: Zeng Wei Jian

Sumber : PORTAL ISLAM

Wartawan Senior UNGKAP: Revolusi Mental Jokowi SUKSES! INI Buktinya

Wartawan Senior UNGKAP: Revolusi Mental Jokowi SUKSES! INI Buktinya


10Berita, Betulkah anggapan atau penilaian sejumlah pihak bahwa Revolusi Mental yang dicanangkan pemerintah Jokowi, gagal? Saya mengatakan tidak gagal. Sebaliknya, sangat sukses. Mau buktinya? Begitu jelas dan tegas.

Salah satu dari keberhasilan Revolusi Mental itu adalah banyaknya orang yang percaya diri sangat tinggi, bermentalitas baja, dalam mengajukan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres). Dari semua parpol bermunculan cawapres. Hampir semua pemimpin partai mengisyaratkan kesiapan mereka untuk mendampingi Jokowi sebagai cawapres di dalam pilpres 2019.

Tidak mudah dan tidak murah untuk mengubah rasa malu menjadi mental baja dalam menyodor-nyodorkan diri menjadi cawapres. Sebab, untuk menjadi cawapres Jokowi diperlukan penghilangan konsep rendah diri dari folder akal sehat seseorang. Ini merupakan perjuangan yang sangat berat. Pejuangan yang memerlukan latihan berat pula agar bisa terhapuskan rasa hina yang muncul dari penyodoran diri itu.

Alhamdulillah, proses penghilangan rasa hina itu telah berhasil dilewati oleh para tokoh muda nasional. Mereka berusaha memukau khalayak agar meyakini bahwa tindakan mereka menghilangkan rasa hina itu bukanlah sesuatu yang terhina. Mereka mencoba meyakinkan publik (meskipun publik tak yakin) bahwa mereka adalah para pelaku Revolusi Mental. Bahwa mereka telah mengubah perasaan segan, perasaan malu, perasaan hina, menjadi mental baja sebagaimana diinginkan oleh penggagas Revolusi Mental.

Misalnya, ada Muhaimin Iskandar (Cak Imin, ketum PKB) yang secara terbuka mengatakan bahwa dia memiliki banyak kelebihan untuk menjadi wakil presiden. Ada Muhammad Romahurmuziy (Gus Romi, ketum PPP) yang tampaknya merasa diperhatikan oleh Jokowi untuk posisi yang sama. Kemudian, ada pula Agus Harimurti Yudhoyono (AHY, putra mantan Presiden SBY) yang memberikan sinyal tentang keinginannya yang sangat besar untuk menjadi cawapres.

Bukankah ini bukti sukses Revolusi Mental?

Contoh-contoh sukses ini harus dikloning sebanyak mungkin. Kita memerlukan orang-orang yang bermental baja seperti Cak Imin, Gus Romi atau AHY. Mereka akan memberikan teladan kepada generasi penerus tentang bagaimana cara memlestarikan salah satu budaya politik khas Indonesia, yaitu “budaya men**lat”.

Banyak yang berpendapat bahwa mereka itu, dan mungkin para tokoh lain yang akal muncul kemudian, melakukan tindakan yang memalukan. Bagi orang yang menganut “definisi lama” tentang kehinaan, mungkin itu disebut memalukan. Atau, bagi generasi muda milenial, tindakan itu sangat memalukan. Tetapi, para penyodor diri merasa Revolusi Mental itu mencakup pembiasaan diri dengan konsep kehinaan. Supaya manusia Indonesia bisa belajar kepada mereka bagaimana menjadikan akal sehat kebal (immune) terhadap arti malu.

Bagi orang lain, mereka bisa saja dipandang sebagai pegemis. Namun, bagi mereka, yang mereka lakukan adalah inovasi Revolusi Mental yang diinginkan Jokowi itu. Mereka adalah success story dari Revolusi Mental itu.

Jadi, tidaklah benar kata sejawaran Didi Kwartanada, ketika meluncurkan bukunya #KamiJokowi, hari Jumat 16 Maret 2018 bahwa Revolusi Mental pemerintah Jokowi “nanggung”. Didi segan mengatakan gagal. Tetapi, pendukung Jokowi ini melihat gagasan Revolusi Mental tidak lagi menjadi perhatian Jokowi.

Dalam hal ini, kami tak sepakat dengan Pak Didi. Kami bependapat, Revolusi Mental telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa lewat mental baja para penyodor diri cawapres.

Penulis: Asyari Usman, wartawan senior

Sumber :Portal Islam

Bahkan Untuk Ngasih Makan Narapidana Saja Negara Kesulitan

Bahkan Untuk Ngasih Makan Narapidana Saja Negara Kesulitan


Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly--Medcom.id/M Rodhi Aulia

10Berita, Pemerintah mengakui kesulitan memenuhi biaya makan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan (LP) yang jumlahnya terus membengkak. Anggaran biaya makan narapidana sebesar Rp1,3 triliun saat ini dinilai masih kurang.

Demikian diungkapkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H Laoly, seusai memberikan pembekalan terhadap 910 CPNS lingkup Kemenkum dan HAM wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah di Banjarmasin.

“Negara punya utang hingga ratusan miliar rupiah terutama untuk biaya makan narapidana kasus narkoba,” tutur Yasonna, Selasa, 12 Maret 2018.

Diakui pula, kondisi LP di Indonesia saat ini sudah melebihi batas kapasitas dan beberapa di antaranya sudah memprihatinkan. Masalah ini juga berdampak pada membengkaknya anggaran biaya makan yang harus dianggarkan negara.

Menurut Yasonna, untuk mengurangi biaya makan narapidana kasus narkoba, negara bisa melakukan rehabilitasi kepada para pecandu narkoba. Namun, dia menggarisbawahi para bandar narkoba tetap dieksekusi sesuai dengan vonis yang telah dijatuhkan pegadilan.
Yasonna pun berharap adanya revisi UU Narkotika agar bisa memberikan efek jera baik bagi pengguna maupun bandar narkoba.

Pada kesempatan itu, Yasonna meminta aparat untuk bekerja profesional, bersih pungli, bersih narkoba, dan memajukan kementerian dengan kinerja.

“Kalian akan menjadi mata dan telinga saya untuk melaporkan siapa saja, pimpinan, senior dan kolega yang bertindak melanggar peraturan. Bekerjalah dengan cinta dan jangan hanya bekerja untuk hidup, tapi hidup untuk bekerja dan teruslah belajar dan jangan cepat puas karena ilmu merupakan pintu kesuksesan dan tinggalkan kebaikan untuk dikenang,” ujarnya.

Pada acara pembekalan itu, sebanyak 910 calon pegawai negeri sipil (CPNS) lingkup Kemenkum dan HAM se Kalsel-Kalteng mendapat pembekalan oleh Menkum dan HAM dan Sekretaris Jenderal Kemenkum dan HAM Bambang Rantam Sariwanto.

Bambang dalam arahannya berpesan CPNS bukan hanya mencukupi kebutuhan jumlah SDM, melainkan dituntut untuk meringankan beban kerja sekaligus menjaga kinerja kementerian dan profesional dalam pelayanan publik.

Sementara itu, Wakil Gubernur Kalsel, Rudy Resnawan, berpesan agar CPNS mengaplikasikan pembekalan yang disampaikan Menkum dan HAM dalam kerja keseharian. 

Sumber : Metro News, Dakwah Media

Stop Tebar Pesona Jelang Pilkada

Stop Tebar Pesona Jelang Pilkada

10Berita, Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada) tahun 2018 akan digelar serentak di 171 daerah di Indonesia. (Gelombang pertama tahun 2015, gelombang dua 2017) ini diikuti 17 propinsi, 115 kabupaten dan 39 kota.

” Juni 2018 pilkadanya, tapi tanggalnya belum” ucap Komisionaris KPU RI Ferry Kurnia Rizkiayansah.

(kumparan.com, jum’at 22/2/2017).

Sejumlah nama-nama Pasangan Calon (paslon) yang bakal maju di Pilkada, sudah mulai bermunculan dan tebar pesona kepada masyarakat. Dengan tujuan untuk mencari dukungan diperhelatan Pilkada awal 2018 mendatang. Berbagai macam cara dan upaya dilakukan oleh para paslon

untuk memikat hati masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh calon Gubernur Jawa Barat. Dia mengadakan kunjungan ke Sekretariat Pengurus Pusat Angkatan Muda Siliwangi (AMS) dijalan Braga, kota Bandung. (oke zone.com,18/2/2018). Begitu juga yang dilakukan oleh calon wakilnya. Dia belusukan di pasar Jatibarang, kecamatan Jatibarang, kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Kemudian calon Gubernur Sumatra selatan menyempatkan diri untuk olah raga dijalan Yos Sudarso kota Lubuk Linggau. Ia nampak membaur dengan masyarakat yang kebetulan sedang berolah raga diareal Car Fee day. (Oke zone.com,18/02/2018). Dan masih banyak lagi yang dilakukan oleh pasangan calon yang lain.

Bercermin dari pilkada serentak dari 2015 dan 2017 lalu, tidak sedikit janji/ide serta gagasan para Kandidat Paslon Kepala Daerah yang dibungkus sedemikian rupa dalam kampanye politik. Tapi dalam realitas perjalanan kepemimpinannya terkadang tidak sesuai. Sehingga hal ini menjadikan masyarakat semakin cerdas untuk memilih pemimpin. Mereka tidak butuh janji politik, pencitraan dan tebar pesona, yang diinginkan hanya pemimpin yang konsisten terhadap janji kampanye dan praktek kerjanya, yang Lebih mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan rakyat diatas segalanya. Dan pemimpin yang baik, yang mau menerima masukan, kritikan bahkan keluhan-keluhan rakyatnya. Dan juga butuh sosok pemimpin yang mampu membebaskan rakyatnya dari kebodohan, kejahatan, dan kehidupan yang tidak layak. Namun, bisakah semua itu terwujud dalam sistim yang ada pada saat ini (Demokrasi)?

Dalam Demokrasi, politik pencitraan masih menjadi modal utama bagi Paslon di Pilkada. konsep halal harampun tidak dikenal. sehingga wajar, jika dalam setiap moment pemilu praktek suap suara pemilih selalu ada. Segala cara akan ditempuh agar bisa meraih kekuasaan. Lagi-lagi uang memegang peranan penting. Sehingga ada pepatah siapa yang memiliki banyak uang maka dialah yang akan menang. Dan ketika menjabat maka akan mencari balikan modal. Bukan fokus sama amanah jabatan, tapi sibuk mengembalikan dana yang dipakai dalam Pilkada.

Berbeda dengan Politik Islam, dimana seorang Wali/Kepala Daerah dipilih dan diberhentikan langsung oleh seorang khalifah bukan rakyat. Yang sudah pasti pilihannya sesuai kriteria pemimpin yang tidak bertentangan dengan hukum syara. yaitu laki-laki, baligh, muslim, adil, dan termasuk orang yang mempunyai kemampuan. Bukan atas dasar kepentingan penguasa. Dan Wali diangkat tanpa adanya uang (money politik) serta tidak ada campur tangan asing.

Seorang Khalifah juga bisa memberhentikan Wali/Gubernur . Baik ada pelanggaran, penyimpangan, kezaliman, ketidakmampuan atau karena faktor lainnya. Bisa juga mereka diberhentikan tanpa sebab dan kesalahan tertentu. Seperti yang pernah dilakukan Rasul Saw. Pernah memberhentikan muadz bin jabal dari jabatan Wali Yaman tanpa sebab. Khalifah umar.ra. juga pernah memberhentikan ziyad bin Abi Sufyan tanpa sebab tertentu.

Dengan itu masyarakat dan pejabat akan paham bahwa jabatan Kepala Daerah adalah biasa. Dan pemangku jabatan bisa diberhentikan kapan saja. Dan jabatan kepala daerah tidak akan diagungkan, dan orangpun tidak akan berlomba-lomba untuk mengejar jabatan.

Demikianlah dengan pengangkatan kepala daerah langsung oleh Khalifah, akan menghemat uang negara, mencegah terjadinya praktek money politik, korupsi, pencitraan dan tebar pesona. Bahkan kericuhan yang selalu mewarnai setiap pilkada akibat ketidak puasan pihak yang kalah, tidak akan terjadi dalam sistim khilafah. Hal ini karena perintah seorang khalifah wajib ditaati dan dilaksanakan. [pm]

Penulis, Endang Setianingsih

Ibu Peduli Umat tinggal di Lawang Gintung Bogor, Jawa Barat

Sumber :Dakwah media 

Hina Habib Rizieq, Akhirnya Pimpinan Majalah Tempo Minta Maaf, Tapi…

Hina Habib Rizieq, Akhirnya Pimpinan Majalah Tempo Minta Maaf, Tapi…



10Berita, Pimpinan Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli menyampaikan permintaan maaf kepada umat Islam khususnya Front Pembela Islam soal kartun yang diduga menghina dan merendahkan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab.

“Kalau kartun Majalah Tempo menimbulkan ketersinggungan, maka saya minta maaf,” ujarnya kepada umat Islam yang melakukan aksi damai di kantor Majalah Tempo, Jakarta, Jum’at (16/3).

Sebelumnya, Arif menjelaskan bahwa dirinya adalah Pimpinan Majalah Tempo yang bertanggung jawab terhadap edisi Majalah Tempo.

Adapun terkait kartun Majalah Tempo, Arif mengatakan persoalan ini akan diselesaikan lewat jalur yang semestinya, yaitu di Dewan Pers.

“Tapi, penyelesaian di Dewan Pers memakan waktu, maka kewajiban kami dari media untuk memuat hak jawab dalam edisi yang secepat-cepatnya, yaitu Senin pekan depan,” janji Arif kepada peserta aksi.

“Kami akan memuat hak jawab ini sebagai respon atas tanggung jawab kami. Terima kasih.” pungkasnya. [pm]

Sumber : Dakwah Media

Larangan Azan di Papua Picu Ketegangan antar Agama

Larangan Azan di Papua Picu Ketegangan antar Agama

10Berita, , Jakarta – Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas memberikan komentar soal imbauan Persekutuan Gereja-gereja Jayapura yang melarang azan ke keluar masjid. Menurutnya, larangan tersebut bisa memancing ketegangan antar umat beragama.

“Yang dilarang di Papua adalah umat Islam dilarang azan. Azan kan ajaran Islam? Yang melarang agama lain lagi. Yang melarang ini memancing terjadinya ketegangan antar umat beragama,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Ahad (18/03/2018).

“Dan celakanya nanti reaksi tidak hanya terjadi di Papua. Tapi terjadi di provinsi-provinsi lain yang mayoritas beragama Islam,” sambungnya.

Ia juga menegaskan bahwa umat Islam tidak akan diam jika masalah ajaran agamanya diganggu. Anwar menekankan, umat Islam bukanlah umat yang pengecut.

“Mungkin kemauan mereka adalah menyingkirkan Islam dari bumi Indonesia. Kalau itu tunggu dulu, umat Islam itu bukan umat yang pengecut. Saya rasa Belanda angkat kaki dari Indonesia karena semangat jihad umat Islam,” tegasnya.

Namun, ia menyatakan bahwa umat Islam tidak menginginkan adanya kegaduhan di negara ini. Kita, lanjutnya, punya tugas yang lebih mulia lagi yaitu memajukan bangsa dan negara ini. Jadi kalau Indonesia ingin maju, salah satu syaratnya bersatu.

“Dan untuk bersatu kita bisa saling menghormati, jangan saling menekan kalau saling menekan saling memojokkan akan terjadi benturan di lapangan. Dan itu tidak positif,” tandasnya.

Terakhir, ia tetap meminta kepada umat Islam dalam menanggapi isu di Papua dengan kepala dingin. Ia menghimbau agar umat Islam tidak melakukan hal hal yang melanggar hukum.

Sumber : Kiblat 

Azan Dipermasalahkan, Sekjen MUI: Lonceng Memangnya Nggak Ganggu?

Azan Dipermasalahkan, Sekjen MUI: Lonceng Memangnya Nggak Ganggu?

10Berita , Jakarta – Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas tidak setuju bila Persekutuan Gereja-gereja Jayapura (PGGJ) melarang azan karena dianggap tidak toleransi kepada umat agama lain. Sebab, ia menilai bunyi lonceng gereja juga mengganggu.

“Memangnya bunyi lonceng mereka nggakmengganggu, mengganggu juga kan? Kemana tokoh-tokoh HAM? Saya bingung kenapa kok bisa begini, sepertinya yang diminta toleransi untuk umat Islam saja,” katanya saat dihubungi Kiblat.net pada Ahad (18/03/2018).

Ia juga menilai bahwa ada standar ganda dalam penerapan toleransi di Indonesia. Pasalnya, di saat bersamaan muncul imbaun kepada umat Islam untuk tidak ke masjid karena ada hari raya Nyepi di Bali. Sebaliknya, kasus ibu penjual nasi di siang Ramadhan di Banten yang ditertipkan aparat justru diributkan.

“Mengapa kok ketika kita minta jangan berdagang siang hari di bulan Ramadhan kok ribut, seperti mau roboh negeri ini,” tuturnya.

Oleh sebab itu, ia meminta supaya jika umat di luar Islam meminta agar umat Islam bertoleransi, maka mereka juga toleransi terhadap umat Islam.

“Jangan sampai ada standar ganda dalam toleransi,” tandas pria yang juga salah satu ketua Muhammadiyah ini.

Sumber : Kiblat.

Minggu, 18 Maret 2018

Moeldoko Bantah Pertemuannya dengan TGB Terkait Pilpres 2019

Moeldoko Bantah Pertemuannya dengan TGB Terkait Pilpres 2019

Moeldoko ke Mataram untuk bersilaturahim dengan sejumlah tokoh.

10Berita , MATARAM -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan kedatangannya ke kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak ada kaitan dengan Pemilihan Presiden 2019. "Tidak ada kaitan dengan pilpres atau kampanye. Apalagi kampanye dilarang," tegas Moeldoko di Mataram, Jumat (9/3).

Moeldoko menyatakan, kehadirannya di kota Mataram maupun sejumlah wilayah di Pulau Lombok hanya untuk bersilaturahim dengan sejumlah tokoh agama, masyarakat, ulama, pemuda, akademisi dan mahasiswa. Salah satu yang ditemui adalah Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) .

Ia juga menjadi pembicara pada tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK. Mengingat, jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP).

"Sekarang lagi ramai KSP ngurusin masalah relawan dan seterusnya. Sehingga akhirnya memunculkan sensitivitas. Saya ingin tegaskan KSP tidak ada urusan dengan hal itu," ujarnya.

Menurut Moeldoko, KSP memiliki tiga tugas. Salah satu tugasnya, adalah komunikasi politik. "Inilah (pembicara, red) di antara perwujudan komunikasi politik. Jadi tidak kaitan dengan Pilres atau kampanye," jelas mantan Panglima TNI tersebut.

Ia menjelaskan, kedatangannya ke NTB untuk menyampaikan program-program pembangunan yang sudah dilaksanan pemerintah. Termasuk mencari input data dari perwakilan tokoh agama, tuan guru, masyarakat dan lainnya.

"Kita ingin sampaikan perkembangan apa yang dikerjakan pemerintah dan input kurang lebih 30 dari perwakilan tokoh agama. Menyampaikan banyak hal kita catat semuanya, sangat baik masukan kepada pemerintah dan hal baru bagi pemerintah," terangnya.

Karena itu, Moeldoko mengatakan tidak ada kaitan dirinya menjadi calon wakil presiden. "Misi tidak ada kaitan dengan pemilu apalagi pilpres," tandas Moeldoko.

Sumber :Republika.co.id 

Moeldoko Bantah Pertemuannya dengan TGB Terkait Pilpres 2019

Moeldoko ke Mataram untuk bersilaturahim dengan sejumlah tokoh.

10Berita , MATARAM -- Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan kedatangannya ke kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) tidak ada kaitan dengan Pemilihan Presiden 2019. "Tidak ada kaitan dengan pilpres atau kampanye. Apalagi kampanye dilarang," tegas Moeldoko di Mataram, Jumat (9/3).

Moeldoko menyatakan, kehadirannya di kota Mataram maupun sejumlah wilayah di Pulau Lombok hanya untuk bersilaturahim dengan sejumlah tokoh agama, masyarakat, ulama, pemuda, akademisi dan mahasiswa. Salah satu yang ditemui adalah Gubernur NTB TGH Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) .

Ia juga menjadi pembicara pada tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK. Mengingat, jabatannya sebagai Kepala Staf Kepresidenan (KSP).

"Sekarang lagi ramai KSP ngurusin masalah relawan dan seterusnya. Sehingga akhirnya memunculkan sensitivitas. Saya ingin tegaskan KSP tidak ada urusan dengan hal itu," ujarnya.

Menurut Moeldoko, KSP memiliki tiga tugas. Salah satu tugasnya, adalah komunikasi politik. "Inilah (pembicara, red) di antara perwujudan komunikasi politik. Jadi tidak kaitan dengan Pilres atau kampanye," jelas mantan Panglima TNI tersebut.

Ia menjelaskan, kedatangannya ke NTB untuk menyampaikan program-program pembangunan yang sudah dilaksanan pemerintah. Termasuk mencari input data dari perwakilan tokoh agama, tuan guru, masyarakat dan lainnya.

"Kita ingin sampaikan perkembangan apa yang dikerjakan pemerintah dan input kurang lebih 30 dari perwakilan tokoh agama. Menyampaikan banyak hal kita catat semuanya, sangat baik masukan kepada pemerintah dan hal baru bagi pemerintah," terangnya.

Karena itu, Moeldoko mengatakan tidak ada kaitan dirinya menjadi calon wakil presiden. "Misi tidak ada kaitan dengan pemilu apalagi pilpres," tandas Moeldoko.

Sumber :Republika.co.id