Putusan PN Penundaan Pemilu, Tersebab KPU Abai Menghadirkan Saksi Fakta dan Ahli saat Sidang Gugatan, Ada Apa Ini?
10Berita, Ahli hukum dari Universitas Islam Negeri Imam Bonjol, Rony Saputra, mengkritik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menghadapi gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Rony menengarai KPU menyepelekan gugatan sehingga berdampak pada putusan majelis hakim yang menghentikan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024.
Menurut Rony, sikap KPU terlihat dari eksepsi atau keberatan yang disampaikannya selaku tergugat dalam sidang gugatan perdata perbuatan melawan hukum (PMH). Menurut dia, KPU sama sekali tidak menghadirkan saksi fakta dan ahli dalam persidangan tersebut.
”Padahal keterangan saksi sangat penting untuk mendukung bukti sekaligus perbandingan bukti yang diajukan pihak lawan kepada majelis hakim,” kata Rony kepada Tempo pada Senin, 6 Maret lalu.
Merujuk pada eksepsi yang disampaikan KPU dalam dokumen putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, KPU hanya menyampaikan prosedur dan pertimbangan untuk tidak meloloskan Partai Prima dalam tahapan verifikasi administrasi. KPU menyatakan sengketa pemilu hanya dapat dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Adapun dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
KPU juga menjelaskan bahwa Partai Prima telah mengajukan gugatan ke Bawaslu dan dua gugatan di PTUN Jakarta. Salah satu di antara putusan PTUN Jakarta merujuk pada nomor perkara 425/G/2022/PTUN Jakarta. Dalam putusannya, PTUN menyatakan tidak berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan gugatan Partai Prima. Alasannya, kasus ini sudah diputuskan Bawaslu dan dinyatakan ditolak. Karena alasan itu pula, KPU menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang memutuskan perkara gugatan perdata Partai Prima.
Persoalannya, menurut Rony, KPU tidak mampu menunjukkan bukti alasan mencoret Prima dari daftar partai yang lolos verifikasi administrasi.
Padahal Partai Prima selaku penggugat sudah menyampaikan perbaikan selepas Bawaslu memutus perkara dan menerbitkan putusan Bawaslu Nomor 002/PS.REG/Bawaslu/X/2022. Bawaslu memerintahkan KPU memberi kesempatan kepada Partai Prima memperbaiki data administrasi.
Namun Partai Prima menilai Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) yang digunakan untuk memperbaiki dokumen administrasi sering bermasalah. Fitur pada situs Sipol tidak mampu mengidentifikasi kesalahan dokumen yang diunggah partai ke situs tersebut. Bahkan server Sipol didapati error sehingga Partai Prima tidak dapat memperbaiki data administrasi sesuai dengan perintah Bawaslu. Ironisnya malah terjadi penurunan data progres pengisian keanggotaan jumlah pengurus Partai Prima dalam Sipol, yang semula tercantum dokumen lengkap 100 persen, kemudian berkurang menjadi 97,06 persen tanpa alasan.
Menurut Rony, masalah ini semestinya dapat dijawab oleh KPU dengan menampilkan bukti-bukti permasalahan dalam Sipol. KPU juga wajib mendatangkan ahli untuk menjelaskan bagaimana situs dalam Sipol dapat mengalami masalah dan error.
Penyebab seperti itu, menurut dia, seharusnya bisa dijelaskan oleh ahli sehingga Partai Prima tidak kehilangan haknya untuk memperbaiki data administrasi.
Ketidakseriusan KPU memicu kecurigaan Rony bahwa lembaga itu secara tidak langsung setuju pada isu putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Terutama, dia melanjutkan, hukuman kepada KPU yang memerintahkan tahapan pemilu harus dimulai dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari.
“Muncul kecurigaan ada agenda besar di belakang KPU dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Apalagi selama ini ada wacana yang digaungkan kelompok tertentu untuk memperpanjang masa jabatan presiden,” ucap Rony.
Sumber: Koran TEMPO