OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Kamis, 22 Maret 2018

Qolbun Mayyit (Hati yang Mati), Apa Itu?

Qolbun Mayyit (Hati yang Mati), Apa Itu?

10Berita, HATI yang mati tak ubahnya seperti jasad yang tidak bernyawa. Kendati dicubit, dipukul bahkan diiris sekalipun, ia tidak akan merasakan apa-apa.

Bagi orang yang hatinya sudah mati, saat melakukan perbuatan baik atau buruk, dirasakannya sebagai hal yang biasa-biasa saja; tidak memiliki nilai sama sekali. Bahkan ia akan merasa bangga dengan masa lalunya yang selalu dipenuhi perbuatan buruk; mencuri, berzina, menipu dan sebagainya.

Kalaupun ia berbuat kebaikan sekecil apa pun, itu hanya akan membangkitkan rasa bangga diri, rindu pujian serta penuh ujub dan takabur.

Ciri utama pemilik Qolbun Mayyit adalah menolak kebenaran dari Allah Azza wa Jalla dan selalu gemar berlaku dzalim terhadap sesama.

“Dan siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat dari Tuhannya lalu ia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya kami telah meletakkan tutupan diatas hati mereka (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka. Dan kendatipun kami menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya.” (QS. Al Kahfi [18]:57)

Dalam surat lain Allah Swt., berfirman: “Allah telah menutup hati dan pendengaran mereka, dan pada penglihatan mereka ada penutup; dan bagi mereka azab yang berat.” (QS. Al Baqarah [2]:7)

Dengan demikian, hati yang mati adalah yang mati tidak mengenal Tuhannya. Hati seperti  ini menurut Dr. Ahmad Faridh dalam bukunya Tazkiyah an Nufus, senantiasa berada dan berjalan bersama hawa nafsunya, walaupun itu dibenci dan dimurkai Allah Azza wa Jall. Ia sama sekali tidak peduli apakah Allah ridha kepadanyaatau tidak.

Pendek kata, ia telah berhamba kepada selain Allah. Bila mencintai sesuatu, ia membencinya karena hawa nafsunya dan bila membenci sesuatu, ia membencinya kerena hawa nafsunya. Begitu pula apabila ia menolak atau mencegah sesuatu. []

Sumber: Manajemen Qolbu Untuk Melejitkan Potensi/Abdullah Gymnastiar 2004/ Bandung: MQS Publik hingga,  Islampos.

Qolbun Shahih (Hati yang Sehat), Apa Itu?

Qolbun Shahih (Hati yang Sehat), Apa Itu?

10Berita, SESEORANG yang memiliki hati yang sehat, tak ubahnya dengan memiliki tubuh yang sehat. Ia akan berfungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan yang jitu, berdasarkan hati nurani yang bersih.

Diantara ciri orang yang hatinya sehat adalah hidupnya diselimuti muhabbah (kecintaan) dan tawakal kepada Allah. Tidak usah heran manakala mencintai sesuatu, maka cintanya semata-mata kerena Allah. Dengan begitu, ia tidak akan berlebihan mencintai makhluk.

Demikian pula bila ia membenci sesuatu maka ia akan membencinya karena Allah semata, sehingga kebenciaannya itu tidak akan membuatnya tergelincir ke dalam perbuatan dosa dan aniaya. Sebaliknya, ini bisa menjadi ladang pahala.

Semakin bersih hati, hidupnya selalu akan  diselimuti rasa syukur. Dikaruniai apa pun, kendati sedikit, ia tidak akan habis-habisnya meyakinibahwa semua yang diterima adalah titipan Allah semata, sehingga amat jauh dari sifat ujub dan takabur.

Persis seperti ucapan yang telontar dari lisan Nabi Sulaiman a.s. tatkala dirinya dianugerahi Allah berbagai kelebihan, “…..ini adalah karunia dari Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau ingkar (nikmat)…..” (QS. An Naml [27]: 40).

Suatu saat Allah menimpakan ujian dan bala. Bagi orang yang hatinya bersih, semua itu tidak kalah terasa nikmatnya. Ujian dan persoalan yang menimpa, justru akan membuatnya kian merasakan indahnya hidup ini.

Orang yang mengenal Allah dengan baik-berkat hati yang bersih-akan memiliki keyakinan; ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah unutk membuat seseorang semakin matang dan dewasa.

Persoalan yang datang justru akan membuatnya semakin bertambah ilmu, dan lewat “persoalan” itu pula, amalnya akan bertambah. Ia tidak akan merasa resah, kecewa dan berkeluh kesah. Ia menyadari bahwa persoalan merupakan bagian yan harus di nikmati dalam hidup ini. Sikap seperti ini akan meningkatkan derajat sbagai hamba di hadapan Allah. Insya Allah.

Oleh karena itu, seseorang  yang hatinya sehat, ditimpa apapun dalam hidup ini, ia akan tetap teguh bagai air direlung lautan yang dalam; tidak akan terguncang walaupun ombak badai saling menerjang. Ibarat karang yag tegak tegar, dihantam ombak sadahsyat apa pun tidak akan roboh. Tidak ada putus asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan. Yang ada hanya kejernihan dan keindahan hati. Ia mata yakin dengan janji Allah, “Allah tiada membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…..” (QS. Al Baqarah [2]: 286). []

Sumber: Manajemen Qolbu Untuk Melejitkan Potensi/Abdullah Gymnastiar 2004/ Bandung: MQS Publik hingga,  Islampos.

Kenali 'Imran Ibn Hushain', Dilan 1990 Nothing Else

Kenali 'Imran Ibn Hushain', Dilan 1990 Nothing Else


10Berita, Dilan adalah sosok yang saat ini menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat, khususnya dikalangan Remaja. Dilan, digambarkan sebagai remaja anggota geng motor dengan julukan Panglima Tempur namun romantis, pintar, taat agama dan sayang orang tua telah berhasil memikat hati para remaja di negeri ini, khususnya lagi perempuan.

Manisnya kisah cinta remaja SMA menjadi suguhan utama dalam film Dilan 1990 yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Pidi Baiq. Dilan (Iqbaal Ramadhan) berupaya untuk mendekati Milea (Vanesha Prescilla), siswa pindahan dari Jakarta. Film yang berlatar di Kota Bandung pada awal 1990 ini memberi gambaran awal mula kisah asmara Dilan dan Milea.

Tingkah tak terduga Dilan yang melancarkan rayuan-rayuan menggelitik membuat Milea mabuk kepayang. Milea yang mulai penasaran akhirnya jatuh cinta dengan pria yang awalnya ia anggap aneh (Dalam CNNIndonesia, 26/01/18). Kisah klasik yang hadir ditengah-tengah remaja masa kini, remaja yang hidup dalam kebebasan berekspresi dan kebebasan lainnya.

Film Dilan 1990 yang tayang sejak 25 Januari ini, telah berhasil menembus angka 4,3juta penonton, sebuah angka yang fantastis dalam capaian film tanah air. Tingginya jumlah penonton film ini, sesungguhnya bisa menjadi indikasi berhasilnya propaganda barat merusak remaja, khususnya remaja muslim. Bagaimana tidak, Islam telah jelas dan tegas melarang aktivitas pacaran dan sejenisnya. Namun pada masa kini dengan film, bacaan, dunia digital dan sebagainya remaja digiring untuk mendekat, memasuki dan menerapkan gaya hidup barat yakni pacaran hingga Free sex.

Remaja muslim saat ini terus diserang dengan propaganda-propaganda yang telah dirancang oleh para orientalis barat penganut Liberalisme. Mereka dibuat terlena dan hidup penuh khayalan, selayaknya sebuah film yang ditonton atau cerita yang dibaca. “Masa remaja tak akan indah, bila tak pacaran, free sex dan narkoba” slogan-slogan inilah yang senantiasa barat hembuskan ke tengah-tengah remaja masa kini.

Sungguh, sangat miris bila melihat bagaimana kehidupan remaja saat ini dan diamnya pemerintah akan semua kerusakan yang terjadi pada remaja. Padahal, remaja inilah yang menjadi generasi-generasi penerus peradaban bangsa ini. Bagaimana mungkin kelak sebuah Negara besar di pimpin oleh  pemuda yang rusak ?

‘Imran Ibn Hushain, Sosok Ideal Pemuda Muslim

Ia berlabuh di Khaibar untuk berbai’at kepada Rasulullah saw. Sejak tangan kanannya menjabat tangan kanan Rasulullah, tangan kanannya itu menjadi tangan yang sangat dihormati. Ia pun bersumpah tidak akan menggunakan tangan itu, kecuali untuk setiap amal yang baik dan mulia. Fenomena ini mengabarkan akan perasaan lembut yang dimiliki oleh sang pemilik tangan tersebut.

Ialah Imran ibn Hushain ra. Ia adalah gambaran yang nyata tentang kejujuran, zuhud, wara’, dan totalitas dalam cinta dan taat kepada Allah. Ia sungguh selalu bersama taufik dan hidayah yang melimpah. Meski begitu, ‘Imran ibn Hushain tidak pernah berhenti menangis dan terus menangis. Ia menangis bukan karena dosa-dosanya, sebab ia dan para sahabat lain setelah masuk Islam, boleh dikatakan mereka tidak mempunyai dosa.

Sesungguhnya, yang membuat mereka menangis karena takut dan gentar kepada Allah adalah karena pengetahuan mereka terhadap keagungan dan kebesaran-Nya disamping kesadaran dan kelemahan dalam bersyukur dan beribadah kepada-Nya. Mereka merasa belum berbuat apa-apa sekalipun telah tunduk, ruku’ dan sujud menyembah-Nya.

Sungguh indah sifat dan sikap yang dimiliki ‘Imran ibn Hushain dan Sahabat Rasul lainnya. Kecintaan, ketaatan serta loyalitas mereka kepada Allah dan Rasulullah tak perlu diragukan lagi kekuatannya, harta dan jiwa mereka seluruhnya diperjual-belikan dijalan Allah saja. Dan sudah selayaknya, para generasi muslim sang pembangun peradaban menjadikan para sahabat yang mulia ini sebagai contoh dan role model dalam kehidupan mereka masa kini.

Serta bersegera berjuang mengembalikan kehidupan Islam yang sempurna, Islam yang tidak hanya ada di dalam masjid saja, namun Islam yang juga ada dalam kehidupan bersosial ditengah-tengah masyarakat sampai Islam yang dijadikan landasan pengaturan segala aspek kehidupan yakni Islam yang diterapkan dalam sebuah Institusi Negara. [Wallahu’alam bisshawab. [syahid/voa-islam.com]

Oleh: Tri Wahyuningsih, S.Pi (Anggota Komunitas Muslimah Menulis)

Sumber : Voa-islam.com

Ketua Bidang Infokom MUI: Penyebab Hoaks Adalah Ketidakadilan

Ketua Bidang Infokom MUI: Penyebab Hoaks Adalah Ketidakadilan

10Berita , Jakarta – Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi (Infokom) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Masduki Baidlowi mengatakan hoaks atau berita bohong disebabkan oleh ketidakadilan.

Saat berbicara dalam acara diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana dan Profesi Perpolisian Indonesia (ISPPI) bertajuk “Antara Kebebasan Berpendapat, Hoax dan Ujaran Kebencian” di Jakarta, Masduki mengatakan cara efektif dalam meredam hoaks adalah dari hulu ke hilir. Dari hulu melalui fatwa dan regulasi, sedangkan di hilir dengan penegakan hukum dan literasi.

“Kondisi saat ini lagi dalam keadaan adanya penumpang gelap di demokrasi kini, yakni media sosial di sisi lain demokrasi kita memang demokrasi liberal yang bergelimang dengan hoaks,” kata Masduki, Rabu, (21/03/2018).

Dia menyebut perusahaan media sosial (medsos) mengambil keuntungan paling besar dalam bidang informasi, dan justeru tidak ikut bertanggung jawab ketika memecah belah masyarakat. Harusnya perusahaan medsos harus bertanggung jawab membangun literasi.

“Seharusnya pemerintah membuat kebijakan peraturan untuk perusahaan sosial media. Mayoritas media sosial kita milik asing, ini mereka bermain di negara kita seharusnya diatur,” katanya.

Masduki menambahkan bahwa MUI mengharapkan perlakuan yang tepat dalam memberantas hoaks. Hukum harus diberlakukan kepaada pelaku dan juga pemilik perusahaan digital.

“Kita semua sepakat bahwa hoaks dilarang baik dalam agama maupun konstitusi kita. Akan tetapi penyebab adanya hoaks adalah ketidakadilan dalam segala hal,” tuturnya.

Terkait hoaks, Masduki juga menyoroti politik identitas yang saat ini berkembang, yaitu politik untuk saling tampil dan menjatuhkan lawan dengan informasi. Sehingga menyebabkan antar pihak saling berseteru untuk mencari-cari kesalahan.

“MUI secara tegas telah mengeluarkan fatwa haram hoaks. Hoaks bukan hanya dari masyarakat tetapi juga dari ketidakadilan penguasa,” pungkasnya.

Sumber : Kiblat.

Rabu, 21 Maret 2018

Dosa Terbesar Amien Rais menurut Anaknya: Diam ketika Melihat Kezaliman

Dosa Terbesar Amien Rais menurut Anaknya: Diam ketika Melihat Kezaliman



10Berita, JAKARTA - Hanum Rais, anak dari Bapak Reformasi, Amien Rais angkat suara atas dugaan ancaman yang dilakukan oleh Menkomaritim, Luhut Binsar Panjaitan atas ayahnya. Hanum pun berdoa dan berharap atas ayahandanya semoga dalam lindungan dari Allah subhana wa ta’ala.

“Semoga Amien Rais selalu dalam lindunganNya,” harapnya, di akun Twitter pribadi miliknya, Rabu (21/03/2018).

Namun demikian, ia nampak mengantisipasi atas adanya kasus tersebut yang dilontarkan Luhut. “Kalaupun ada sesuatu terjadi padanya, kita semua jadi tahu dalangnya.”


Sebelumnya Luhut merespon kritikan Amien dengan dugaan kata ancaman semisal akan membongkar dosa-dosa Bapak Reformasi tersebut. Hanum pun menjelaskan, bahwa dosa Amien adalah ketika dia diam kala ada sesuatu yang zalim.

“Dosa terbesar AR adalah jika sebagai Muslim ia diam ketika kezaliman  terjadi. Sebagai putrinya, saya hanya bisabilang: wama karu wama karallah, wallahu khairul maakirin. Met Subuhan.” (Robi/)

Sumber :voa-islam.com

Perguruan Tinggi Asing Masuk Indonesia, yang Untung Siapa?

Perguruan Tinggi Asing Masuk Indonesia, yang Untung Siapa?


Oleh: Nurul Wahida, S.Pd, 

(Alumnus Universitas Negeri Medan, mahasiswi program magister Institut Teknologi Bandung)

10Berita, Beberapa waktu yang lalu, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir dalam konferensi pers di Jakarta Senin (29/1/2018) menyatakan bahwa untuk menghadapi globalisasi pendidikan dan revolusi industri 4.0, sejumlah perguruan tinggi asing akan beroperasi di Indonesia pada tahun ini.

Dia mencatat ada lima sampai 10 universitas asing yang sedang bersiap membuka perwakilan di Indonesia. Sejumlah perguruan tinggi kelas dunia menyatakan ketertarikannya untuk beroperasi di Indonesia seperti University of CambridgeMelbourne UniversityQuenslandNational Taiwan University.

Beliau optimis beroperasinya universitas asing unggulan di Indonesia akan memberikan kesempatan bagi mahasiswa dalam negeri untuk mendapatkan fasilitas pendidikan tinggi berkualitas tanpa harus bepergian ke luar negeri. Selain itu, perguruan tinggi asing bisa mendatangkan mahasiswa dari luar negeri untuk belajar di Indonesia. "Jika ini terealisasi, tentu saja akan membawa dampak pada perekonomian masyarakat," papar dia.

Beberapa tokoh yang mendukung yaitu Rektor UI Muhammad Anis, beliau berargumen agar kita jadikan keberadaan mereka adalah sebagai trigger (pemicu) untuk kita memperbaiki diri dan melakukan evaluasi mana yang perlu kita tingkatkan dan sebagainya.

Menanggapi hal ini tak sedikit pihak yang memberi komentar kontra pula. Seperti yang dikutip oleh harian Antara, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmiko di Jakarta, pada Senin (29/1/2018) menyatakan pemberian izin perguruan tinggi asing beroperasi di Indonesia akan mengancam keberadaan lembaga pendidikan tinggi yang sudah ada.

Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Said Hamid Hasan melihat keinginan pemerintah ini akan sangat memberi keuntungan bagi PT asing. Kampus-kampus asing itu akan menerima banyak mahasiswa dan mendapat keuntungan besar.

Jika mempertimbangkan suatu keputusan, kita perlu meninjau seberapa besar dampaknya bagi bangsa ini. Jika memang program ini dibuat dalam rangka menghadapi globalisasi pendidikan, bukankah globalisasi sendiri telah kita saksikan memberi dampak negatif yang besar terhadap bangsa ini? Disini Penulis ingin meninjau dari beberapa sisi.

Pertama, dari sudut pandang ideologi dan budaya.  Kita perlu meninjau kembali bagaimana pengaruh masuknya budaya barat dan gaya hidup sekuler-liberal yang menjadi salah satu penyebab rusaknya moral pemuda-pemudi ini. Jika keputusan ini terealisasi maka pintu gerbang bagi paham liberalisme dan kroni-kroninya (Individualisme, materialism, dsb) pun semakin terbuka lebar.

Kita semua tahu bagaimana gaya hidup mahasiswa internasional di negeri-negeri Barat yang sudah sangat jauh dari nilai-nilai agama bahkan tak sedikit yang menganut paham atheis. Dunia kampus tak pernah sepi dari forum-forum diskusi ilmiah dan sebagainya, hal ini merupakan medium yang sangat tepat untuk terjadinya proses transfer ideologi dan paham-paham barat ke benak pemuda-pemudi kita.

Disisi lain, jika program ini dianggap dapat menjadi pemicu bagi Perguruan Tinggi dalam negeri untuk terus berkompetisi dan mengejar kualitas, lalu bagaimana dengan nasib Perguruan Tinggi Negeri domestik? Sebab program kerja sama ini hanya dilakukan dengan perguruan tinggi swasta (PTS), bukankah akhirnya dapat berdampak kepada semakin sedikitnya peminat Perguruan Tinggi Negeri?

Sisi yang lebih berbahaya adalah dengan masuknya PT asing ini, maka para imigran atau para pendatang dari berbagai negara tersebut dapat dengan mudah melakukan eksplorasi terhadap lokasi sumber-sumber daya alam (SDA) kita yang akhirnya bangsa kita lagi yang rugi, mereka jelas untung besar.

Maka harusnya sebelum program ini terlaksa, ada baiknya pemerintah benar-benar mengkaji lagi dan bersikap jujur pada kenyataan untuk membela kepentingan bangsa jangan hanya tergiur dengan keuntungan-keuntungan besar yang hanya fatamorgana. Jangan biarkan cengkraman kapitalisme liberal barat terus memangsa bangsa ini. Telah banyak dilakukan kerja sama dengan asing, namun sejatinya apa? Bukankah tak ubahnya sebuah penjajahan gaya baru yang berkedok “kerjasama”?

Pada hakikatnya kita harus percaya diri dengan kemampuan dan potensi bangsa ini sehingga menjadi bangsa yang mandiri dan tidak gampang bergantung dengan asing apalagi barat.

Selama kita masih terus bergantung maka selama itu pula kita tetap tak pernah bisa mandiri dan menajdi bangsa yang kuat. Bagaimana agar mampu mandiri? Disitu lah PR besar pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi dalam negeri dengan serius. [syahid/]

Sumber :voa-islam.com

Lakukan Investigasi Pembunuhan 10 Pria Rohingya oleh Militer, 2 Wartawan Myanmar Diadili

Lakukan Investigasi Pembunuhan 10 Pria Rohingya oleh Militer, 2 Wartawan Myanmar Diadili


Penangkapan Wa Lone & Kyaw Soe Oo memicu kekhawatiran terancamnya kebebasan pers di Myanmar (Reuters)

10Berita, YANGON  Dua wartawan Myanmar muncul di pengadilan, 100 hari setelah mereka ditangkap dengan tuduhan memiliki dokumen rahasia pemerintah.

Pengadilan di Yangon menggelar sidang pendahuluan untuk memutuskan apakah kedua wartawan, yang bekerja untuk kantor berita Reuters itu, akan menghadapi tuduhan di bawah Undang-Undang Rahasia Resmi—sebuah hukum era Kolonial Inggris yang memberikan hukuman maksimal 14 tahun penjara.

Sidang pada Rabu (21/3/2018) menandai ke-11 kalinya Wa Lone (31) dan Kyaw Soe Oo (28), muncul di pengadilan.

Pimpinan redaksi Reuters, Stephen J Adler, mengatakan bahwa Wa Lone dan Soe Oo “hanya melakukan pekerjaan mereka sebagai wartawan”.

“Wa Lone dan Kyaw Soe Oo adalah individu teladan dan wartawan luar biasa yang berdedikasi untuk keluarga dan pekerjaan mereka. Mereka mestinya berada di ruang berita, bukan di penjara,” kata Adler seperti dilansir Aljazeera, Rabu (21/3).

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditangkap terkait investigasi yang dilakukan Reuters atas pembunuhan 10 pria Rohingya oleh militer Myanmar dan warga etnis Rakhine di negara bagian Rakhine, kata kantor berita itu.

Insiden itu terjadi selama penumpasan militer yang memaksa hampir 700.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh, kata Reuters.

Setelah penangkapan kedua wartawan itu, militer Myanmar kemudian mengakui bahwa tentaranya ikut serta dalam pembunuhan tersebut.

Wa Lone dan Kyaw Soe Oo ditahan setelah diundang makan oleh petugas polisi di pinggiran kota terbesar Myanmar, Yangon.

Kedua wartawan itu mengatakan kepada keluarga mereka bahwa mereka ditangkap setelah menyerahkan beberapa kertas yang digulung oleh dua petugas yang belum pernah mereka jumpai sebelumnya, ujar Reuters.

Penangkapan mereka telah memicu kekhawatiran global mengenai kebebasan pers di Myanmar.

Para diplomat dari negara-negara seperti Amerika Serikat, Kanada dan Uni Eropa, menghadiri sidang pengadilan pada Rabu.

Kedutaan Besar Denmark, yang telah mengirim perwakilan ke setiap sidang, mengatakan bahwa kedua jurnalis itu telah menghabiskan waktu “100 hari di balik terali besi untuk memastikan hak publik atas informasi”. Kedubes Denmark juga mendesak Myanmar untuk membatalkan tuduhan dan segera membebaskan mereka. (S)

Sumber: Aljazeera, Salam Online.

Mengerikan... INDEF Sebut Jumlah Utang Indonesia sudah Tembus Rp 7.000 Triliun

Mengerikan... INDEF Sebut Jumlah Utang Indonesia sudah Tembus Rp 7.000 Triliun

10Berita, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Riza Annisa Pujarama memberikan angka mengejutkan terkait utang Indonesia. Menurutnya, saat ini jumlajnya sudah mencapai Rp 7.000 triliun.





Riza tak asal bicara. Angka tersebut gabungan dari utang pemerintah dan swasta. Utang pemerintah tersebut ditujukan untuk membiayai defisit anggaran, sementara utang swasta berasal dari korporasi swasta dan badan usaha milik negara (BUMN).

“Kementerian Keuangan dalam APBN 2018 menyatakan total utang pemerintah mencapai Rp 4.772 triliun. Namun, jika menelisik data out-standing Surat Berharga Negara (SBN) posisi September 2017 sudah mencapai Rp 3.128 triliun, terdiri SBN denominasi rupiah sebanyak Rp 2.279 triliun, dan dalam denominasi valas Rp 849 triliun. Sementara, utang swasta tahun 2017 telah mencapai sekitar Rp 2.389 triliun,” jelas Riza  di Kantor INDEF, Jakarta Selatan, Rabu (21/3/2018) seperti dikutip Liputan 6.

Riza menjelaskan, posisi utang pemerintah terus meningkat secara agresif sejak 2015. Ini terjadi seiring kebutuhan belanja infrastruktur yang menjadi prioritas kerja Pemerintahan Jokowi.

“Utang pemerintah melonjak dari Rp 3.165 triliun (2015) menjadi Rp 3.466, triliun (2017). Peningkatan utang terus berlanjut hingga APBN 2018-Februari menembus angka Rp 4.034, 8 triliun dan pada APBN 2018 mencapai Rp 4.772 triliun,” ujar Riza.




Menurutnya, terdapat dua indikator utang yang biasanya dipakai pemerintah, yaitu rasio keseimbangan premier terhadap PDB dan rasio utang terhadap PDB. Rasio keseimbangan premier terhadap PDB pada APBN 2017 mengalami minus 1,31 persen.

“Hal ini menunjukkan cash flow pemerintah justru semakin tekor ketika menambah utang. Akibatnya, untuk membayar bunga dan cicilan utang terus ditopang oleh utang baru,” katanya.

Adapun, rasio utang terhadap PDB tahun 2017 sebesar 2,89 persen memang masih dalam batas wajar. Artinya, indikator rasio utang pemerintah tetap dalam waspada.

“Menurut penjelasan Pasal 12 ayat 3 UU No 17 2003 tentang keuangan negara menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal sebesar 3 persen dan utang maksimal 60 persen dari PDB,” tandas Riza.

Sumber :Wajada 

Frasa ‘Paham Lain’ pada UU Ormas Dinilai Kemunduran Melebihi Orde Baru

Frasa ‘Paham Lain’ pada UU Ormas Dinilai Kemunduran Melebihi Orde Baru

"Dalam praktik pemerintahan Orde Baru frasa 'ideologi paham lain' adalah senjata ampuh yang dapat digunakan memberangus ormas-ormas tertentu yang berbeda suaranya dengan pemerintah."

yahya g nasrullah/hidayatullah.com

Sidang Gugatan UU Ormas di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/03/2018).

10Berita – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang terakhir gugatan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang sebelumnya berupa Perppu dari UU Nomor 17 Tahun 2013 pada Selasa di Gedung MK, Jakarta, Selasa (20/03/2018).

Agenda persidangan tersebut yakni mendengarkan keterangan ahli dari pemohon yang juga Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Dr Indra Perwira SH MH.

Dalam keterangannya, Indra menyampaikan, NKRI telah sepakat menjadikan Pancasila sebagai ideologi sekaligus pandangan hidup bangsa Indonesia demi menjaga kelangsungan hidup sesuai jati dirinya. Sehingga wajar mengidentifikasi paham lain yang bertentangan sebagai ancaman yang harus dilawan.

Adapun ajaran yang bertentangan dengan Pancasila sebagaimana dimaksud, dijelaskan oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 secara spesifik adalah atheisme, komunisme, marxisme, dan leninisme.

“Semuanya jelas bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.

Sampai di situ, Indra menegaskan, ia sepakat sampai seutuhnya. Namun, dalam UU Nomor 17 Tahun 2013 yang telah diganti menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017 ada hal kecil yang diubah tetapi memiliki konsekuensi besar yang dapat merapuhkan sendi-sendi negara hukum. Yakni adanya frasa ‘paham lain’.

Baca: MK Gelar Sidang Perdana Uji Materi UU Ormas Baru


Aturan ini, sebut Indra, hampir sama dengan rumusan Pasal 16 UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang keormasan yang berlaku pada Orde Baru.

“Tapi tentu kita mafhum dalam praktik pemerintahan Orde Baru frasa ‘ideologi paham lain’ adalah senjata ampuh yang dapat digunakan memberangus ormas-ormas tertentu yang berbeda suaranya dengan pemerintah,” jelasnya.

“Sungguh pun penjelasan itu bukan norma, melainkan hanya penafsiran otentik. Namun hukum seharusnya menentukan batas dan rambu-rambu bagi kekuasaan. Dan tidak memberi peluang sekecil apapun bagi kekuasaan tersebut untuk melampaui batas,” tambahnya

Hal kecil itu, terang Indra, sangat berbahaya karena batas-batas hak konstitusional seperti kebebasan berpikir, berbicara, menyatakan pendapat, dan ekspresi lain jadi tidak jelas dan tergantung penilaian pemerintah.

“Situasi seperti ini adalah ciri dari otoritarian dan bukan demokrasi. Jelas ini suatu kemunduran, setback ke masa Orde Baru. Bahkan jauh lebih mundur, sebab di masa Orde Baru sekalipun dalam UU Nomor 8 Tahun 1985 tidak ada ancaman pidana,” pungkasnya.

Diketahui, sejumlah ormas dan perorangan yaitu Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII), Yayasan Forum Silaturahim Antar Pengajian Indonesia, Perkumpulan Pemuda Muslimin Indonesia, Perkumpulan Hidayatullah, dan Munarman SH mengajukan gugatan terhadap UU yang baru-baru ini disahkan tersebut. Para pemohon didampingi kuasa hukum dari Tim Advokasi GNPF.*

Sumber :Hidayatullah.com
:

Wow, Media Ini Tulis Artikel Berjudul Dusta Yasonna & Jokowi Tentang UU MD3

Wow, Media Ini Tulis Artikel Berjudul Dusta Yasonna & Jokowi Tentang UU MD3


10Berita, Situs berita tirto.id hari ini (21/3) menurunkan sebuah artikel yang berjudul "Dusta Yasonna & Jokowi Tentang UU MD3". Berikut tulisan lengkapnya:

Presiden Joko Widodo berkata "kaget" atas pasal-pasal kontroversial dalam UU MD3. Risalah rapat di DPR menunjukkan sebaliknya: Jokowi tahu.

tirto.id - “Setuju, Ketua.”

Dua kata itu keluar dari mulut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat hadir dalam pengambilan keputusan RUU tentang perubahan kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2104 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), di Senayan, 7 Februari 2018.

Saat itu Yasonna menyetujui poin perubahan pasal 260 ayat 1 tentang penambahan unsur pimpinan DPD menjadi 1 orang ketua dan 3 wakil ketua. Padahal, sebelumnya, Yasonna menolak. Namun, Yasonna berubah pikiran setelah lobi-lobi yang digelar sebelum rapat pengambilan keputusan itu.

Yasonna tak hanya menyetujui penambahan pimpinan DPD. Ia juga menyetujui penambahan jumlah pimpinan DPR. Penambahan jumlah pimpinan DPR ini terkait upaya PDI Perjuangan sebagai partai pemenang pemilu untuk mendapatkan kursi pimpinan. Sebagai kader PDIP, Yasonna turut memperjuangkan itu.

“Tadi setelah kami berbicara, dan membaca dinamika politik atau perdebatan-perdebatan yang disampaikan di fraksi-fraksi, kami dapat menyetujui tambahan 1 orang ketua dan 7 orang wakil ketua, dan minta disepakati sebelumnya di DPR RI penambahan 1 wakil ketua,” ujar Yasonna.

Begitu UU ini selesai dibahas oleh Yasonna dan DPR, Presiden Joko Widodo mewanti-wanti bahwa ia tidak akan menandatangani revisi UU MD3 meski sudah ada di mejanya.

Pernyataan Jokowi bukan omong kosong. Sebulan setelah UU MD3 disahkan DPR, Jokowi tak kunjung menekennya.

“Soal UU MD3 ... saya sampaikan saya tidak menandatangani UU tersebut,” ujar Presiden Jokowi di Serang, 14 Maret lalu.

Meski menolak, Jokowi tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang menganulir regulasi tersebut.

Langkah itu berbeda dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2014 yang merespons dengan Perppu saat ia ogah meneken UU Pemilihan Kepada Daerah. SBY mengeluarkan dua Perppu dengan alasan masyarakat tak setuju UU Pilkada .

Saat itu SBY mengeluarkan Perppu 1/2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Perppu ini sekaligus mencabut Undang-undang 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota. Perppu lain adalah menghapus kewenangan DPR memilih kepala daerah.

Jokowi dan Yasonna Laoly Bersandiwara

Penolakan itu, kata Presiden Jokowi, didasarkan “keresahan” masyarakat terhadap sejumlah pasal kontroversial dalam revisi UU MD3. Di antaranya hak pemanggilan paksa DPR (pasal 73), wewenang Majelis Kehormatan Dewan (pasal 122), dan hak imunitas DPR (pasal 245).

Jokowi mengaku kaget karena selama ini Yasonna Laoly tak pernah melapor perkembangan pembahasan UU MD3. Hal ini diakui Yasonna. Namun, Yasonna enggan memberikan alasan mengapa ia mengabaikan atasannya.

“Sudahlah. Kalian tidak perlu tahu itu. Dinamikanya sangat alot pada waktu itu,” kata Yasonna di depan para wartawan.

Belakangan, Jokowi yang semula kaget atas pasal-pasal kontroversial itu membela Yasonna. Ia mengatakan Yasonna sempat meneleponnya, tapi saat itu tak memungkinkannya menjawab telepon.

“Dan pada saat itu memang berusaha untuk telepon, tapi saya tidak tahu. Saya pada posisi tidak mungkin menerima itu," ujar Jokowi di Serang.

Kendati kaget, Jokowi menjelaskan bahwa 75 persen usulan dari DPR soal UU MD3 sudah ditolak oleh menteri Yasonna.

Tapi di situlah soalnya: Jokowi dan Yasonna bersandiwara.

Sejak pembahasan UU MD3, tidak terlihat ada penolakan dari pemerintah, dalam hal ini diwakili Yasonna. Yang terjadi justru kompromi-kompromi dan kata “setuju”.

Yasonna berkali-kali menyinggung mengenai dinamika yang “alot” selama proses pembahasan UU MD3. Namun, kealotan itu tak muncul selama pembahasan. Misalnya soal jatah pimpinan DPR untuk partai pemenang pemilu, penolakan justru datang dari PPP dan NasDem.

Kesepakatan soal penambahan jumlah pimpinan DPR, berupa “jatah” untuk PDIP (Parpol tempat Yasonna bergabung) justru menjadi kesepakatan paling awal dalam rapat oleh Yasonna. Ini terbaca dari risalah rapat kerja pengambilan keputusan UU MD3 pada Rabu malam, 7 Februari 2018.

Dalam risalah yang dibuat oleh Sekretariat Badan Legislasi DPR RI itu, yang dokumennya disimpan redaksi Tirto dan menjadi tulang punggung artikel ini, Yasonna tak banyak bicara. Ia hanya menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketua rapat Dossy Iskandar Prasetyo, politikus dari Fraksi Hanura.

Selama rapat, Yasonna hanya bicara selama enam kali kesempatan. Tidak ada nada penolakan dari dia.

Misalnya, Yasonna setuju atas pasal 245 tentang hak imunitas anggota DPR (memanggil anggota DPR yang terlibat kasus pidana harus melalui persetujuan tertulis presiden dan Mahkamah Kehormatan Dewan).

Begitu pula saat pembahasan pasal 73 tentang hak DPR dapat memanggil setiap orang untuk hadir dalam rapat DPR. Yasonna hanya meralat pemanggilan paksa itu tidak hanya berlaku untuk pejabat negara, badan hukum, dan pejabat pemerintah, melainkan untuk semuanya. Frasa “Pejabat negara dll” diganti dengan “setiap orang”.

“Jadi supaya tidak ada diskriminasi, jadi ‘setiap orang’, Pak Ketua,” usul Yasonna.

Dalam rapat selama sekitar satu jam itu, nyaris tidak ada penolakan terhadap pembahasan pasal-pasal kontroversial, yang menguatkan anggota DPR bak lembaga penegak hukum selain penambahan jatah kursi pimpinan.

Dalam risalah, fraksi NasDem menolak secara menyeluruh, sementara PPP menolak sebagian pasal-pasal kontroversial.

Fakta ini berkebalikan dari omongan Jokowi bahwa 75 persen usulan DPR ditolak oleh Yasonna. Nyatanya, tidak ada satu poin pun yang ditolak pemerintah.


Ada Sambutan Jokowi dalam Risalah Rapat UU MD3

Dalam rapat pada Rabu malam, 7 Februari di Senayan, Yasonna Laoly membacakan sambutan singkat dari Jokowi. Artinya, Jokowi sudah tahu soal pasal-pasal UU MD3.

Dalam sambutan itu cuma dibahas satu hal, yakni ucapan terima kasih Jokowi atas perubahan MD3 terutama penambahan jumlah pimpinan jatah partai pemenang pemilu.

“... dengan cara menambah jumlah wakil ketua Pimpinan MPR, DPR dan DPD, yang memberikan cerminan penguatan kelembagaan dan tugas serta fungsi konstitusional MPR, DPR dan DPD,” kata Yasonna mewakili Jokowi.

Sambutan itu sejalan keinginan PDIP atas perubahan regulasi tersebut.

Junimart Girsang, politikus dari Fraksi PDIP yang terlibat dalam pembahasan UU MD3, mengatakan partainya memang fokus pada penambahan pimpinan DPR.

Soal pasal kontroversial, kata dia, bukan masukan dari PDIP, melainkan usulan dari fraksi lain saat pembahasan.

“Sejak awal niatan kami cuma menambah pimpinan DPR dan MPR yang memang hak kami. Tapi kami tidak bisa menolak keinginan fraksi-fraksi lain. Kami harus berkompromi supaya tujuan kami tercapai,” kata Junimart.

Soal sambutan Presiden dalam rapat kerja itu, juru bicara presiden, Johan Budi, mengatakan sudah dijelaskan oleh Yasonna.

"Pertanyaan kamu sebetulnya sudah ada jawabannya minggu lalu. Pak Yasonna juga sudah menjelaskan terkait hal itu," kata Budi.

Reni Marlinawati, politikus dari fraksi PPP yang hadir dalam rapat, mengklaim "tidak mengetahui" ada sambutan dari Presiden Jokowi yang dibacakan Yasonna. Ia menilai janggal ketika dalam rapat kerja, ada sambutan dari presiden.

“Itu risalah apa? Rapat pleno atau rapat kerja? Kalau rapat kerja, saya tidak yakin. Bisa jadi ada, mungkin pas saya sedang ke toilet atau gimana. Tapi ini tidak wajar,” ujar Reni.

Pasal Lain yang Seharusnya Dikritisi tapi Berjalan Mulus

Hampir semua usulan perubahan yang diajukan DPR ditanyakan oleh ketua rapat Dossy Iskandar Prasetyo kepada Yasonna Laoly. Namun, ada yang terlewat dari dia, bahkan tak muncul dalam pembahasan. Isu itu mengenai penambahan wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Penambahan wewenang MKD hanya disinggung sedikit oleh Supratman Andi Agtas, politikus dari Fraksi Gerindra, saat menyampaikan hasil kerja panitia kerja.

Dalam laporan itu, Supratman hanya menyinggung soal “perumusan ulang terkait tugas dan fungsi Mahkamah Kehormatan Dewan”. Tanpa ada pembahasan, pasal 122 ini pun lolos begitu saja, padahal isinya krusial.

Pasal 122 huruf l menyebutkan, “Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.”

Wewenang baru MKD ini membuka celah kriminalisasi kepada siapa saja yang merendahkan kehormatan anggota DPR dan DPR sebagai lembaga.

Ketua MKD, Sufmi Dasco Ahmad dari Fraksi Gerindra, mengatakan penambahan wewenang itu sudah direspons oleh MKD. Mereka sudah merumuskan aturan turunan dari UU MD3 dan memastikan wewenang baru itu tidak membuat masyarakat khawatir.

“Justru dengan undang-undang ini, anggota DPR tidak bisa seenaknya saja melapor ke polisi, karena yang berhak melapor itu sekarang MKD. Anggota DPR melapor ke MKD lebih dulu. Sekarang kami susun mekanisme, supaya tidak ada abuse of power,” kata Sufmi.

Selain kewenangan MKD, hal yang tidak diuraikan dalam rapat pada 7 Februari adalah menghidupkan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN). Pada 2014, badan ini sudah dihapus.

Menurut pasal 112D, tugas dari BAKN adalah: pertama, melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan kepada DPR; kedua, menyampaikan hasil penelaahan sebagaimana dimaksud dalam huruf a kepada komisi; ketiga, menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas permintaan komisi; dan keempat, memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan, hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.

Tugas BAKN menjadi janggal karena badan ini bisa dipakai untuk mengaudit setiap temuan Badan Pemeriksaan Keuangan—lembaga negara yang menyoroti dan mengawasi akuntabilitas serta transparansi pemerintahan.

Namun, kejanggalan itu dibantah oleh Reni Marlinawati dari Fraksi PPP yang terlibat dalam pembahasan UU MD3. Katanya, BAKN justru dihidupkan lagi dengan "semangat mewujudkan transparansi."

“Kami seluruh anggota DPR ini belum bisa mencermati setiap laporan dari BPK. Kan banyak yang tidak mengerti. Saya sendiri saja tidak mengerti. Jadi yang bertugas itu nanti, yang men-judge bahwa laporan BPK ini kira-kira memadai atau tidak, ya badan itu,” ujar Reni.[]

Sumber : tirto.id, www.tribunislam.com