OPINI

ARTIKEL

KHASANAH

MOZAIK

NASIONAL

INTERNATIONAL

.

.

Senin, 05 Maret 2018

Urgensi Mempelajari Fiqh Nisa

Urgensi Mempelajari Fiqh Nisa


10Berita, Wanita adalah salah satu makhluk ciptaan Allah Ta’ala diantara jutaan makhluk lainnya. Wanita juga madrasah pertama bagi putra putrinya. Mereka memiliki peran yang sangat penting dalam menghantarkan baik dan tidaknya sebuah bangsa.  Wanita sekaligus adalah hamba Allah Ta’ala yang dituntut untuk beribadah kepada-Nya dengan cara yang benar.

Begitu sempurna dan indahnya ajaran agama Islam yang telah mengembalikan kedudukan wanita sesuai kodrat dan fitrahnya. Islam telah memberikan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang dibutuhkannya. Kewajiban dalam hal aqidah tidak ada beda antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mendapat kewajiban keimanan dan penghargaan yang sama.

Namun disisi lain Allah Ta’ala memberikan tugas-tugas khusus kepada kaum wanita yang tidak dibebankan kepada laki-laki. Allah Ta’ala memberikan tugas kepada mereka untuk hamil, melahirkan, menyusui dan seterusnya. Oleh sebab itu Allah Ta’ala membentuk fisik mereka sesuai dengan tugas-tugasnya. Karena adanya tugas-tugas khusus itulah Allah Ta’ala memberlakukan hukum-hukum yang khusus pula, sehingga diantara sisi ibadah dan mu’amalah ada perbedaan hukum antara laki-laki dan perempuan. Dari sana muncullah fiqh yang menjelaskan tentang hukum-hukum yang terkait dengan kakhususan wanita atau biasa disebut Fiqh Nisa’.

Fiqh nisa’ ini bukan hanya penting difahami oleh kalangan wanita, namun juga menjadi hal yang penting difahami oleh kalangan laki-laki, sebab pada prinsipnya laki-lakilah yang menjadi pemimpin wanita termasuk bertanggung jawab terhadap pemahaman akan urusan ibadah dan semua hukum yang terkait dengannya.

Adapun urgensi mempelajari fiqh nisa’ adalah antara lain:

Pertama, mendorong wanita agar menjadi baik secara pribadi dan sosial (shalihah fi nafsiha mushlihah lighoiriha)

Menjadi orang sholeh adalah cita-cita setiap muslim. Kesalehan seseorang tidak hanya ditentukan oleh satu sisi tapi berbagai sisi. Fiqh nisa’ memberikan kontribusi besar terhadap pembentukan wanita shalehah, bahkan bukan hanya shalehah secara pribadi tapi juga shalehah untuk lingkungan sosialnya. Sebagai contoh, jika seorang muslimah mempelajari tentang kewajiban menutup aurat dan menjaga pandangan kemudian diterapkan dalam kehidupannya, maka amalan ini akan menjadi point keshalehahan pada dirinya, menyadarkannya akan pentingnya menda’wahkan kemajiban tersebut kepada orang lain dan sekaligus menjadi contoh pada masyarakat sekitarnya.

Kedua, meningkatkan kualitas ummat.

Al mar’atu nishful mujtma, walakinnaha aktsaru ta’tsiron fi ishlahil mujtama; Wanita itu separoh dari masyarakat namun pengaruhnya lebih besar terhadap perbaikan masyarakat. Begitulah ungkapan seorang ulama tentang wanita. Bahkan saat ini di negara kita jumlah wanita lebih banyak dari jumlah laki-laki.

Maka, jika sebuah bangsa ingin meningkatkan kualitas umat, mereka harus memperhatikan orang yang menjadi madrasah pertama bagi bangsa tersebut; mereka adalah para ibu, dan wanita secara umum. Hal ini karena dari rahim merekalah akan lahir generasi berikutnya, dari hati merekalah generasi ini mendapat kasih sayang, dari tangan merekalah sebuah umat mendapatkan awal pendidikan dan dari ilmu merekalah sebuah umat akan dihantarkan.

Jika para wanita tidak dibekali dengan ilmu-ilmu yang terkait dengan perannya, maka bisa dibayangkan kerusakan sebuah umat, sangat mungkin, janin yang ada di perutnya tidak bisa mendengarkan do’a dari ibunya, tidak mendengar suara indah tilawah al-Qur’an ibunya, tidak mendengar suara hamdalah, iqamah dan adzan saat dia lahir ke dunia, atau bahkan anak-anak perempuan mereka tidak pernah mendapatkan pelajaran dan arahan yang semestinya dari ibu mereka bagaimana menutup aurat, bagaimana bersuci, dan tidak mendapatkan arahan bagaimana mereka mendidik dan menbimbing anak-anak mereka.

Ketiga, menyadarkan umat akan pendidikan dan pembinaan wanita.

Fiqh wanita adalah salah satu bukti akan tingginya perhatian Islam terhadap pembinaan dan pendidikan wanita. Hal ini karena tema-tema yang dibahasnya adalah hukum-hukum yang terkait khusus dengan wanita. Tingginya perhatian syariat islam terhadap hukum-hukum wanita seharusnya menyadarkan kepada ummat akan perlunya meningkatkan sisi lainnya yaitu pendidikan dan pembinaan terhadap mereka. Marilah kita perhatikan hadits berikut:

« ﻋَﻠِّﻤُﻮْﺍ ﺭِﺟَﺎﻟَﻜُﻢْ ﺳُﻮْﺭَﺓَ ﺍﻟْﻤَﺎﺋِﺪَﺓِ ﻭَﻋَﻠِّﻤُﻮْﺍ ﻧِﺴَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺳُﻮْﺭَﺓَ ﺍﻟﻨُّﻮْﺭِ ‏»

“Ajarkan kepada para laki-laki kalian (khususnya anak-anak dan remaja) surah Al Maidah dan ajarkan kepada wanita-wanita kalian (khususnya anak-anak dan remaja) surah An Nuur.” (HR. Baihaqi, No. 2330)

Hadits ini menunjukkan ketika ada perintah untuk mengajarkan kaum laki-laki, diiringi langsung dengan perintah yang sama kepada kaum wanita, walaupun materinya berbeda. jadi seharusnya difahami jika hukum-hukum seputar wanita diperhatikan dalam syariat Islam, maka seharusnya hal ini menjadi pintu pembuka kesadaran ummat untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan lainnya khususnya pemenuhan hak-hak mereka dalam hal pendidikan dan pembinaan.

Sumber : Islampos

Antara Bersyukur dengan Musibah

Antara Bersyukur dengan Musibah

10Berita, MUSIBAH pasti pernah datang ke semua orang. Mungkin kita tidak tahu sekarang, atau apa yang tampak di depan. Namun, masa lalu orang siapa yang paham. Bisa jadi dahulu sekali musibah datang.

Dan sekarang dia telah melampuinya dengan perjuangan. Musibah pasti datang, tinggal bagaimana kita memberi tanggapan. Apakah kita dapat mengambil pelajaran, atau justru angkat tangan tanpa perjuangan.

Musibahlah yang menjadikan nikmat semakin terasa. Kehilanganlah yang membuat kita tahu bahwa ternyata hal itu berharga. Itulah hukum alam semesta. Selalu ada segala yang berlawanan makna. Tanpa ada hujan, pelangi takkan menampakkan warnanya ke bumi. Tanpa ada duka, hal yang bahagia menjadi terasa biasa-biasa saja. Tanpa ada musibah, mungkin kita akan lupa mensyukuri segala nikmat dan anugerah.

Terkadang kita harus bersyukur terhadap musibah. Karena turunnya, merupakan bagian dari rencana Allah SWT Yang Maha Indah. Karena datangnya, banyak membawa hikmah. Baik hikmah yang datangnya dengan tamparan, maupun dengan kelembutan. Baik hikmah yang datangnya di jemput sendiri, maupun dengan perantara lingkungan sekitar kita. Sebab dengan hikmah, Allah SWT turunkan kebaikan yang melipah.

Semoga kita semua senantiasa diberi rasa syukur. Bahkan ketika tertimpa musibah sekalipun. Semoga kita semua selalu diberi hati dan pikiran yang lapang untuk mengambil hikmah dalam setiap kejadian. Semoga dengan hikmah yang kita terima, membuat kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Ibarat mentari yang telah lama menyediakan warna-warninya. Tapi uap sebakda hujan yang tampilkan pelanginya. Kadang musibahlah, yang menikmatkan nikmat. – Ustadz Salim A. Fillah

Ketika sedang begitu terjatuh dan diingatkan kembali.

Seorang muslim sejati tidak pernah terlepas dari tiga keadaan yang merupakan tanda kebahagiaan baginya, yaitu bila dia mendapat nikmat maka dia bersyukur, bila mendapat kesusahan maka dia bersabar, dan bila berbuat dosa maka dia beristighfar.

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.”

(Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu).

“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali denga izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(Qs At Taghaabun: 11)

Bahwa mempercayai suatu hal yang membuat bersedih di hari kemarin adalah merupakan hal terbaik yang Allah pilihkan untuk kita itu sulit. Siapa bilang mudah? Kalau tidak sulit, maka balasannya bukan surga. Tapi kamu pasti bisa.

Kata ibu, ngga boleh bilang “aku bisa nggak ya, ya Allah?”, tapi harus yakin bilang “aku pasti bisa kan ya Allah?”

Terimakasih ya Allah, untuk segalanya. []

SUMBER: INSPIRASI Islami,  Islampos.

Pesta Demokrasi dan Upaya Menghadang Islam Politik

Pesta Demokrasi dan Upaya Menghadang Islam Politik



Oleh: Melyza Fitiri PS*

10Berita, Indonesia tengah bersiap menggelar pesta demokrasi. Bagi rakyat, momen ini diharapkan akan memberikan perubahan akan nasib mereka. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai panitia penyelenggara telah merilis (dari berbagai sumber), bahwa pesta lima tahunan ini akan diikuti oleh 569 peserta pasangan calon (paslon) dari 171 daerah setingkat provinsi, kota, dan kabupaten di Indonesia.

Memasuki tahun politik, beragam cara dilakukan oleh paslon untuk meraih dukungan dari rakyat. Blusukan masih menjadi cara ampuh bagi paslon untuk meraih dukungan. Mereka hadir bak pahlawan yang akan mengeluarkan rakyat dari himpitan masalah yang membelit.

Rupa berbeda  dunia perpolitikan nampak dalam pesta demokrasi dua tahun belakangan.  Pasalnya kerukunan umat beragama di Indonesia tengah diuji dengan isu antikebhinekaan & intoleran yang berawal dari penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu paslon hingga menyebabkan kekalahan.

Keadilan yang terus disuarakan oleh mayoritas umat Islam untuk kasus penistaan agama, mendapat nyinyiran dari para kapitalis dan penguasa yang pro terhadap kapitalisme-sekuler. Walhasil, untuk menjaga nafsu berkuasa, mereka tak segan mengeluarkan aturan yang mengikat bahkan melakukan persekusi di muka umum dengan topeng yang bernama menjaga kesatuan NKRI.

Tak hanya sampai di situ, kritikan terhadap penguasa dikriminalisasi dengan balutan ujaran kebencian oleh mereka yang fobia terhadap kebangkitan Islam. Sehingga wajar jika pada akhirnya, mereka mengambil jalan untuk mengawasi isi khutbah Jum'at di masjid-masjid.  Meskipun demikian, rangkaian kejadian yang telah dilalui oleh mayoritas umat Islam berhasil membuat baper (bawa perasaan) untuk kembali bersatu. Oleh karenanya, mereka terus menggelorakan perubahan menuju Islam Kaffah.

Politik Praktis Lahirkan Raja-Raja Kecil

Tak dapat dipungkiri bahwa dengan dibukanya kran demokrasi di Indonesia, membuat rakyat berbondong-bondong menjadi penguasa. Mulai dari yang berpendidikan tinggi hingga biasa, dari agamawan hingga preman. Semua berkesempatan menjadi pengusa, asalkan memiliki modal untuk eksis di hadapan rakyat. 

Hal ini selaras dengan biaya politik yang terus melangit, sebagaimana yang dijelaskan oleh Pramono Anung (Sekretaris Kabinet RI) dalam bukunya yang berjudul Mahalnya Demokrasi, Memudarkan Ideologi. Ia menjelaskan bahwa paling rendah biaya politik caleg itu Rp 300 juta sampai Rp 400 juta, pengurus partai bisa menghabiskan Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar, TNI/Polri menghabiskan Rp 800 juta sampai 1,2 miliar, pengusaha sampai Rp 1,5 miliar sampai Rp 6 miliar, dan di luar itu ada yang menghabiskan Rp 22 miliar.

Bukan rahasia jika para paslon yang akan berlaga didukung oleh para pengusaha untuk menyokong biaya demi pemenangan paslon. Tentu hal ini tidak diperoleh dengan percuma. Oleh karenanya terbentuklah simbisiosis mutualisme dengan hadirnya proyek pembangunan.

Sejak hadirnya Undang-Undang mengenai otonomi daerah memberikan kesempatan bagi Kepala Daerah dengan Swasta bermesraan untuk mengeksplorasi Sumber Daya Alam (SDA) setempat. Wajar jika ditemukan kemungkinan terjadinya praktik korupsi untuk memperkaya diri. Mirisnya rakyat hidup di bawah garis sejahtera, padahal di daerah yang ia pimpin memiliki SDA yang berlimpah.

Keberadaan politik praktis telah melahirkan raja-raja kecil yang terus menggigit rakyat. Di sisi lain hal ini menyadarkan rakyat sehingga membuat meraka mencari solusi lain dalam menyelesaikan permasalahan hidup. Islam Kaffah yang dahulu terasa asing, kini telah memenuhi hati rakyat. Semakin lama, keinginan tersebut semakin menggelora dalam benak mereka.

Hal ini membuat para kapitalis dan pendukung peradaban cacat (Kapitalis-Sekuler) terus mencari cara untuk mengahalau Islam Kaffah. Lahirlah gagasan Deradikalisasi, Islam Moderat, dan Intoleran. Meskipun terus dihadang dengan berbagai gagasan jahat, hal ini tak menyurutkan langkah untuk terus berjuang menerapkan Islam Kaffah. (rf/)

*Alumni Pascasarjana UNSRI

Ilustrasi: Google

Sumber : voa-islam.com

Hentikan Diskriminasi Ulama!

Hentikan Diskriminasi Ulama!


10Berita, Hampir dua bulan terakhir ini masyarakat disuguhi dengan berbagai berita tentang serangan terhadap ulama, ustadz, dan aktivis ormas islam. Mulai dari penganiayaan, teror, sampai dengan kekerasan fisik yang berujung jatuhnya korban jiwa.

Anehnya, berbagai kasus tersebut memiliki kesamaan modus yakni korban penyerangannya adalah tokoh islam dan pelakunya ketika tertangkap dinyatakan memiliki gangguan kejiwaan atau gila.

Wajar bila kemudian  publik mulai berspekulasi bahwa ini bukanlah sekedar kasus kriminal biasa, namun ada rekayasa terselebung dalam silih bergantinya kasus yang muncul dalam rentang waktu yang relatif bersamaan tersebut.

Bukan tidak mungkin jika kondisi ini terus berlanjut maka berarti negara telah gagal  untuk menjamin terpenuhinya rasa aman bagi tiap warga negaranya secara adil dan tidak diskriminatif. Apalagi beberapa kasus tersebut muncul berdekatan dengan akan segera berlangsungnya pesta demokrasi di daerah. Keamanan menjadi sesuatu yang mutlak untuk dijaga.

Di lain sisi, masyarakat mempertanyakan kelambanan upaya aparat penegak hukum dalam mengusut tuntas dalang di balik berbagai kasus penyerangan. Umat juga mulai terusik sensitifitasnya manakala menemui fakta bahwa kesigapan dan kecepatan penegak hukum dalam menangani kasus penyerangan terhadap pemuka agama non muslim ternyata berbanding terbalik dengan kesigapan dan kecepatan penanganan kasus para ulama yang notabene seorang muslim.

Belum lagi, pernyataan pihak kepolisian yang dinilai terlalu tergesa-gesa menyebut pelaku sebagai pengidap gangguan jiwa tanpa menyampaikan bukti diagnosis yang mendukung dari tenaga profesional medis, semakin membuat masyarakat meragukan keseriusan pemerintah untuk menuntaskan kasus-kasus tersebut.

Para ulama memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia di tengah-tengah umat. Dihormati karena keluasan pemahamannya tentang agama, dan diminta pendapatnya dalam  memecahkan setiap permasalahan umat. Ulama adalah pembuka pintu-pintu kebaikan dan penutup pintu-pintu keburukan.  Jika keberadaan ulama adalah nikmat, maka sebaliknya wafatnya ulama adalah musibah bagi manusia.

Sabda Rosulullah SAW : " Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu ini sekaligus yang dicabut dari hambaNya. Akan tetapi Allah akan mencabut ilmu ini dengan wafatnya para ulama. Dan jika para ulama tidak tersisa lagi, maka manusia akan memilih pemimpin-pemimpin yang bodoh. Pemimpin itupun di tanya maka ia akan berfatwa tanpa dasar ilmu. Lalu sesatlah mereka dan mereka juga menyesatkan orang lain” [HR. Bukhari]

Begitu istimewanya kedudukan ulama hingga dalam Islam keberadaannya benar-benar dijaga tidak saja oleh umat itu sendiri tapi juga oleh penguasanya. Yang mengurusi kepentingan umat dengan menerapkan syariah-Nya. Tidak akan ada lagi diskriminasi, teror dan  penganiayaan terhadap ulama. Karena umat dan pemimpinnya menyadari haram hukumnya berdiam diri, membiarkan ulamanya terdholimi.

Mereka jaga ulamanya secara fisik sambil terus mengopinikan pentingnya keberadaan ulama ditengah umat sebagai wasilah datangnya kebaikan dan melarang segala jenis penghinaan, ujuran kebencian juga permusuhan kepada ulama. Karena rosulullah bersabda : " Siapa saja yang memusuhi waliku maka Aku memaklumkan perang kepada dirinya" (HR. Al-Bukhori). [syahid/
Kiriman Tety Kurniawati (Ibu rumah tangga dan pemerhati Generasi)

Sumber : voa-islam.com]

Dilan dan Ghouta, Saat Penguasa Sibuk dengan Roman Picisan

Dilan dan Ghouta, Saat Penguasa Sibuk dengan Roman Picisan


Oleh : Andi Haerani, S.Pd*

10Berita, Sedihmu.. Sedihku juga
Lukamu.. Lukaku juga
Perihmu.. Perihku juga
Karena kita bersaudara 
Di manapun engkau berada 

Dunia Islam meradang.
Tapi penguasa hanya mengutuk dalam ucapan.
Ya Allah, Ghoutaku sayang Ghoutaku malang. 

Negeri paling subur kembali jadi korban rezim Bassar Assad laknatullah.

Muslim Ghouta tak hanya terusik tapi hendak terusir.

Di bumi Ghouta, bukan air hujan yang mengundang banjir.
Melainkan darah para syuhada yang terus mengalir.

Bukan gelegar petir dan guntur yang mengundang ketakutan.
Tapi dentuman bom dari pesawat tempur runtuhkan setiap bangunan.
Hingga warga sipil  tewas seketika.

Anak-anak tak berdosa pun jadi tumbal kekejaman mereka. Ya Allah laknatlah Bassar Assad dan para pendukungnya.

520 orang tewas. Mereka adalah saudara kami. Ratusan nyawa  itu telah terbunuh. Selebihnya, ribuan orang memar, lebam, cacat, buntung, kepala pecah,  sesak nafas hingga tersengal-sengal dan luka-luka lain yang tak terhitung. Mereka terus menjerit inginkan pertolongan.

Kondisi perih semakin mengiris hati saat tahu di sana tak ada makanan apalagi minuman.
Hanya gumpalan asap dan debu mengganjal paru-paru penambah derita. 
Antara satu dan yang lain saling melindungi sanak keluarga namun apa daya mereka hanya mampu berlari, mencari tempat bersembunyi. Tak ada kuasa mereka melawan dengan senjata.

Kepada siapa mereka berharap?
Jerit tangisnya selalu menunggu uluran tangan penguasa Muslim menyelamatkan.

Kerahkan para militer wahai penguasa muslim! Itu tanda kepada rezim Bassar Assad engkau menentang.
Itu tanda bahwa kalian berpihak pada kami, membela dan ikut berjuang.

Tapi tidak! Di negeri kita ini, saat Ghouta berduka penguasa justru sibuk dengan cinta Dilan. Bapernya penguasa negeri ini lebih  condong kepada cinta Dilan dibanding harus pedulikan derita Ghouta.

Padahal cinta Dilan juga adalah salah satu problematika negeri ini. Remaja  baper, tapi bukan pada tempatnya. Terlena dengan romantisme cinta yang tak seharusnya.

Sekiranya dalamnya cinta itu adalah untuk Ghouta. Kuyakin yang kini diam tak hendak membiarkan. Takkan santer opini bahwa itu urusan negara mereka. Ahh, nasionalisme berhasil meretas ukhuwah kita.

Berhentilah pikirkan cinta Dilan. Kita sedang berduka.
Bayangkan mereka yang tewas dan menderita  adalah saudara kita, yang lebih kental ikatannya dari ikatan keluarga.

Jadi, untuk kebebasan Ghouta harus berharap kepada siapa?
PBB? Ia tidak berdaya karena keberadaannya di bawah kaki negara adi daya. Beranikah mereka menentang majikan AS dan Rusia? Tidak akan!

Mustahil memang menunggu lelaki pemimpin bersahaja penuh wibawa, lagi tangkas selayaknya Khalifah Mu'tasim Billah di era now. Lelaki yang berani mengerahkan puluhan ribu pasukannya untuk melindungi kehormatan seorang muslimah. Lelaki yang sanggup menggetarkan musuh seketika, hingga kota Amuriya tunduk dan takluk saat itu juga.

Tanpa sebuah institusi negara yang diikat oleh ikatan akidah Islam,  derita Ghouta tak lebih dari retorika kosong tentang kebebasan dan kemerdekaan. Jauh harapan jika mengharap semata kepada penguasa yang ada saat ini ataupun kepada PBB.

Kita butuh institusi yang menjadi pemersatu atas seluruh negeri-negeri Muslim. Institusi negara yang menerapkan Islam secara kaffah serta bertanggung jawab penuh melindungi dan menjaga kehormatan seluruh umat di bawah naungannya hingga terwujudlah Islam sebagai Rahmatan Lil'alamin. Institusi itu adalah institusi yang dijanjikan dan selayaknya kita perjuangkan.

ثُمّ تَكُوْنُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ
Kemudian akan datang kembali masa Khilafah yang mengikuti metode kenabian (HR Ahmad). 

Ya...inilah yang sungguh harus diperjuangkan. Bukan cinta ala roman picisan versi Milea dan Dilan. Ghouta, cinta ini sungguh patut dialamatkan. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

*Penulis adalah anggota Revo writer

 
Sumber : PORTAL ISLAM

Dari tuduhan Keji, Persekusi, hingga Penganiayaan

Dari tuduhan Keji, Persekusi, hingga Penganiayaan


10Berita, Semestinya sikap yang ditunjukkan terhadap para Ahli Ilmu ( baik Ulama,Kyai maupun para Ustad) adalah takzim, memuliakan, khidmah,  bahkan melindungi dengan menjaga keamanannya. Demikianlah gambaran Akhlaq Seorang  Muslim.

Rasanya masih segar dalam Ingatan ini bagaimana berbagai tuduhan Keji di lontarkan terhadap Seorang Ulama ,

Bukan hanya itu,banyak diantara para Ustadz yang dihalangi-halangi untuk berdakwah bahkan sampai pada penjeblosan kedalam jeruji besi  dengan tuduhan ujuran kebencian dan Anti pancasila(Cap yang tren hingga kini untuk para Ustadz yang berusaha mengoreksi kebijakan pemimpin)

Ternyata tak cukup sampai pada  dua perihal diatas saja,

Dalam dua pekan ini hanya dengan kurun waktu lima hari dua tokoh umat Mengalami penganiayaan yaitu ustadz Prawoto di Cigondewah Kidul, Bandung, yang meninggal dunia pada 1 Februari 2018.  Dan yang kedua penyiksaan terhadap Ustad KH Umar Bishri di Cicalengka, Kabupaten Bandung, beberapa hari sebelumnya.

Seperti yang dilansir dalam harian  http://m.republika.co.id/

Belum jelas motif penganiayaan terhadap Kiai Umar, tiba-tiba muncul kasus baru yang bahkan menyebabkan meninggalnya Komando Brigade PP Persis, Ustadz Prawoto. Beliau meninggal dunia setelah sempat menjalani perawatan di rumah sakit akibat dianiaya seorang pria pada Kamis (2/1) pagi. Jika dua hal ini bisa diipastikan maka akan diketahui motif sebetulnya pelaku penyerangan ini.

Telihat pola serupa pada penganiayaan dua pelaku tak dikenal yang berperilaku menyimpang.

Polisi telah menangkap pelaku  penganiayaan  KH Umar Bishri yang kemudian diidentifikasi kemungkinan lemah ingatan.

Polisi juga telah membekuk Asep Maptuh (45 tahun), pelaku penganiayaan terhadap Komandan Brigade Persatuan Islam (Persis) Ustadz Prawoto yang juga disebut Gila. Hanya saja pelaku yang menyebabkan korban meninggal dunia ini, dikenal warga tidak mengalami gangguan kejiwaan. Sebab, komunikasi antar pelaku dengan tetangga masih berjalan lancar. Selain itu, pelaku kerap berkegiatan hiburan karaoke.

Hal ini bahkan dibenarkan oleh Adik ipar Almarhum ustadz Prawoto, bahwa ia sering bertegur sapa dengan pelaku dan melihat kondisinya normal.

Sulit jika harus mengatakan ini adalah sebuah kebetulan yang kemudian akan menjadikan pelaku dengan mudah dibebaskan karna Gila.

Bagaimana tidak, telah terjadi 2 Penganiayaan yang dilakukan terhadap  2 tokoh  umat diwaktu yang hampir sama yaitu menjelang subuh dan sesudah subuh.

Dan pelakunya pun dikatakan sama-sama "GILA"

Entah gila pada saat melakukan tindakkan tersebut atau gila setelah melakukannya.

Inilah hal yang perlu diperjelas dan diusut tuntas

Karena apa ?

Dibanyak kasus Pidana, salah satu trik pelaku agar tak dihukum adalah Pura2 alami Gangguan Jiwa,

Sebab Pasal 44 KUHP membuat pelaku tindak pidana lepas dr jerat hukuman pidana,

Untuk itu kedua kasus ini tak bisa diabaikan begitu saja tanpa tindakan tegas lagi serius, dan adil dari pihak kepolisian.

Jangan sampai terjadi kesamaan perlakua dengan kasus-kasus yang sebelumnya,dimana penindakannya menjadi lemah jika yang menjadi korban adalah Umat Islam

Hukum tumpul yang terlihat jelas keberpihakannya pada kepentingan golongan.

Mengapa bisa demikian ?

Dalam negara demokrasi suatu hukum  diterapkan bukan atas dasar ketundukan pada hukum Allah, melainkan atas dasar kesepakatan dewan perwakilan rakyat.

manusia lah yang berhak membuat hukum bahkan mengubahnya.

Inilah sebab permasalahan yang terjadi tak  benar-benar selesai dengan tuntas, bahkan tak pernah selesai dan tidak mungkin selesai.

Akal manusia  yang terbatas tapi berani dengan lancang membuat hukum,

Maka tak heran jika sering terjadi revisi sementara deretan kasus sedang menanti status hukum.

Bukan kah Allah sudah menetapkan hukum dan Aturan bagi setiap persoalan manusia?

Lantas apa solusinya?

Kembalikan kepada Islam,

Karna ketetapan hukumnya tak akan merugikan bahkan mendzolimi semua umat manusia.

Kecuali bagi mereka yang terganggu kepentingan jahatnya sehingga terus menentang dan menjauhkan Islam.

Sumber : detik

Minggu, 04 Maret 2018

Menunggu "Laga Final" Anies VS Jokowi

Menunggu "Laga Final" Anies VS Jokowi


10Berita, Blunder! Kata ini cukup tepat untuk menggambarkan kondisi Jokowi. Mirip Ahok, kekalahan Ahok karena langkah-langkahnya sendiri yang selalu blunder. Jokowi.punya potensi sama dengan Ahok. Bukan senata-mata karena kuatnya kompetitor. Tapi, tim Jokowi hobi melempar umpan kepada para calon rival. Bahasa sederhananya: "senang mengundang musuh."

Khususnya dengan Anies. Gubernur DKI sedang konsentrasi kerja untuk Jakarta. Fokus menyelesaikan 23 janji politiknya. Tak pernah bicara tentang pilpres 2019. Tapi, selalu digoda-goda. Ditarik-tarik ke gelanggang politik. Akhirnya, publik pun mendorong Anies turun ke lapangan. Menerima tantangan tim Jokowi untuk maju di pilpres 2019. Dan, elektabilitas Anies pun merangkak naik. Meski Anies belum pernah mendeklarasikan diri.

Anies vs Jokowi memang punya jejak sejarahnya sendiri. Ada sejumlah tragedi politik dalam beberapa episode. Dan belum berakhir hingga hari ini. Kalau akhir-akhir ini Jokowi berupaya mendekati Anies, tentu akan dibaca publik sebagai upaya untuk menahan benteng elektabilitas Jokowi agar tidak terus turun. Sudah mendekati kartu merah.

Sejumlah tragedi Anies vs Jokowi diantaranya adalah pemberhentian Anies jadi menteri. Sedang asyik menjalankan tugasnya sebagai mendikbud, Anies dicopot. Kenapa dicopot? Kabar yang beredar pertama, Anies kena imbas peralihan kebijakan dari "kabinet kerja" menjadi "kabinet koalisi." Anies tak punya partai. Tak punya posisi tawar. Lemah dalam negosiasi. Kebijakan ini diambil untuk memperkuat posisi Jokowi di dewan. Ternyata sukses, partai politik dan dewan dikuasai.

Kedua, rumor di pegawai kemendikbud, heroisme Anies mulai mendapatkan respon dan magnet publik. Ini terasa ketika Anies melakukan kunjungan ke daerah-daerah. Anies disambut dan dielu-elukan layaknya kepala negara. Padahal, "de jure" presidennya adalah Jokowi. Anies dicopot kabarnya karena takut ada matahari kembar. Boleh jadi.

Setelah dicopot, nasib keberuntungan menghampiri Anies. Anies didaulat untuk nyagub di DKI dan jadi. Upaya yang "transparan" Jokowi menghadang Anies dengan memberi dukungan masif kepada Ahok justru menjadi blunder kedua. Karena keberpihakan ini, Jokowi kehilangan banyak simpati dan empati. Justru sebaliknya, muncul solidaritas anti Jokowi yang semakin besar dan masif. 65% rakyat tidak/belum mendukung Jokowi melanjutkan jabatannya. Survey Median, elektabilitas Jokowi tersisa 35%. Survey Indobarometer, elektabilitas Jokowi malah tinggal 32%. Padahal, secara masif Jokowi telah melakukan branding. Hasil survey ini menyimpulkan Jokowi makin sullit posisinya.

Tidak sampai disitu, tragedi politik Anies vs Jokowi berlanjut di kasus reklamasi. Setelah dilantik jadi gubernur, Anies menghentikan proyek reklamasi. Proyek raksasa milik Taipan. Melalui Luhut Binsar Panjaitan, pemerintah pusat bersikeras menghadang. Tapi jebol juga pertahanannya. Sikap Luhut semakin menegaskan perseteruan antara Jokowi vs Anies.

Kesan penguasa lebih berpihak kepada taipan dan konglomerat semakin jadi perbincangan rakyat. Apalagi kemudian banyak fakta penangkapan pekerja Cina ilegal di berbagai tempat telah diramaikan media. Kekayaan para taipan papan atas yang "wow banget" naiknya ditengah rakyat Indonesia yang semakin sulit ekonominya membuat pemerintahan semakin terpojok. Disisi lain, pengangguran bertambah. Harga barang-barang naik. Subsidi satu persatu dikurangi. Ini semua tak menguntungkan bagi upaya Jokowi menaikkan elektabilitas.

Perseteruan terbaru Anies-Jokowi adalah penghadangan Anies oleh Paspampres di acara penerimaan piala Presiden di lapangan GBK. Nama Anies dicoret sebagai tokoh yang naik podium. Rakyat marah. Betul-betul marah. Instalgram dan facebook Jokowi kebanjiran komentar. Lebih dari setengah juta. Isinya? Menyindir Jokowi dan mendukung Anies.

Belum lupa daya ingat rakyat terhadap tragedi GBK, publik lagi-lagi digegerkan oleh isu rapat PSI dan Jokowi di istana. Temanya tentang dukungan pilpres. Ramai pertanyaan publik: kenapa istana dipakai untuk menfasilitasi timses Jokowi? Kenapa fasilitas negara digunakan untuk urusan pribadi?

Yang jelas, sikap istana dan tim yang berada di lingkaran istana tergolong paling rajin menciptakan gol bunuh diri. Terutama ketika berhadapan dengan Anies. Sudah tak terhitung jumlahnya. Dan berpotensi terus terjadi lagi dan lagi.

Gol bunuh diri terjadi akibat kesalahan strategi. Pertama, pilihan "pola menyerang" tidak sepenuhnya efektif. Tidak cocok untuk psikologi masyarakat Indonesia. Kedua, lemahnya kontrol terhadap banyak kepentingan. Banyak pemain di sekitar istana yang tak terkontrol. Terjadi friksi dan persaingan yang banyak merugikan Jokowi.

Dua hal di atas menjadi bagian dari faktor yang menghambat istana mengumpulkan poin. Ikhtiar menaikkan elektabilitas makin sulit. Di sisi lain, Anies yang semula tertinggal suaranya dari Jokowi terus menambah poin. Kinerja Anies di panggung DKI menjadi sarana alamiah yang konsisten mendongkrak suara. Apalagi para pendukung "die hard" Anies di lapisan bawah yang terus bersemangat menjadi media promosi.

Belum ada survey terbaru pasca tragedi GBK dan rapat PSI di istana. Publik sedang menunggu elektabilitas kedua matahari kembar ini. Apakah elektabilitas Jokowi mampu bertahan? Sejauhmana trend elektabilitas Anies terus mengejar? Semua partai, terutama PKS, Gerindra dan PAN sedang menunggu dan mengikuti trend hasil survey. Prabowo, Sang Begawan dan Bapak Bangsa sedang serius dan cermat mengkalkulasi. Tokoh spesialis "King Maker" ini biasanya memiliki hitungan dan politik yang jitu. Sering sukses dan tak diragukan kemampuannya sebagai arsitektur politik.

Jika tak ada masalah di formalitas tiket, Anies vs Jokowi akan bertemu di laga final 2019. Laga ini mirip pertarungan SBY vs Megawati di 2004. Siapa akan menjadi pemenangnya? Anies atau Jokowi? Kita tunggu.

Penulis: Tony Rosyid

Sumber : PORTAL ISLAM

JANGAN USIK YOGYAKARTA!

JANGAN USIK YOGYAKARTA!


10Berita, Jangan usik tanah Yogyakarta. Affirmative policy bukan 'rasisme tanah'. Gerakan segelintir non pribumi menggugat Ngarsa Dalem hanya menguntungkan taipan.

It has nothing to do with Chinese, Arab, and India. Cuma bisa-bisanya si Handoko dan aktivis pencari panggung.

Tanah Yogyakarta hanya seluas 3185,80 km2. Di Amerika ada Indian Reservation. Luas totalnya 227.000 km2 atau 2.3% luas Amerika. Itu area khusus. Indian reservation is an area of land reserved for Indian use.

Indian sebagai native punya wilayah khusus. No white men bilang itu 'rasisme tanah'. Segelintir kapitalis ingin mengambil batu bara, gas bumi dan mineral lain di bawah zona-zona khusus Indian itu. Mereka angkat isu ekonomi dan poverty. Bukan wacana 'rasisme tanah' macam Handoko cs.

Kolonialisasi Kulit Putih menggerus Native Indian. Orang-orang asli dibunuh, direlokasi dan digusur. Tanahnya diambil. Ada dengan cara dibeli dengan murah. Misalnya, Manhattan dibeli dengan harga US$24 dari suku Lenape Indian.

In 1764, proposal "Plan for the Future Management of Indian Affairs" dirilis Board of Trade. Proposal ini adalah cikal bakal Indian removal act (1830).

Perlawanan Indian tak pernah surut. Mereka berusaha merebut kembali tanah-tanah nenek moyang.

Sioux War (1876-1881), Nez Perce War sampai final resistance yang dipimpin Geronimo dari Suku Chiricahua Apaches di Arizona.

Akhirnya, Indian New Deal lahir tahun 1934. Treaty ini encourage tribal sovereignty dan land management by Indian. Dua puluh tahun kemudian, 8000 km tanah dikembalikan ke sejumlah suku. Sekarang, ada 310 reservasi bagi 567 suku Indian yang diakui.

Dan nggak ada seorang pun yang menyatakan itu sebagai 'rasisme tanah'. Mungkin hanya Handoko yang akan bilang begitu.

Anyway, saya bertanya who the hell is Handoko?_Yap Hong Gie bilang "Hanya Doyan Tongkol". I think, You know what it means.

Penulis: Zeng Wei Jian

Sumber : PORTAL ISLAM

NGERI! Ini Ciri-Ciri Pengikut PKI Menurut Kivlan Zen

NGERI! Ini Ciri-Ciri Pengikut PKI Menurut Kivlan Zen


10Berita,   Mayjen TNI (Purn) Kivlan Zen mengaku mendapat informasi, ada belasan juta orang tergabung ke dalam Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dia pun mengimbau masyarakat untuk selalu waspada akan bahaya kebangkitan PKI ini. "Ada 15 juta pengikut dan simpatisannya. Jadi, kalau dijumlah dengan anak cucu bisa 60 juta,” kata Kivlan saat dihubungi JawaPos.com, Sabtu 3 Maret 2018.

Lantas, jika benar ada puluhan juta pengikut PKI, seperti apa ciri-cirinya? Menurut Kivlan, sangat mudah mengidentifikasi seseorang sebagai pengikut atau simpatisan PKI.

Orang-orang ini, kata dia, kerap mengenakan atribut PKI atau yang berbau paham komunisme. “Karena PKI ini punya kelompok. Mereka ramai-ramai membuat kaos dan bendera,” kata Kivlan.

Kemudian, apabila orang tersebut ada di dalam satu partai, maka nampak ideologi partai yang digunakan yaitu Marxisme-Leninisme. Kivlan mengungkapkan, tujuan mereka tak lain, untuk mengubah ideologi Pancasila. “Kemudian tujuan lainnya mengumpan pemuka agama untuk mewujudkan komunisme,” kata Kivlan.

Ciri lainnya yaitu, pengikut dan simpatisan PKI ini seringkali meminta rehabilitasi kepada pemerintah. Kivlan menuturkan, mereka ingin nama baiknya dipulihkan sehingga bisa kembali eksis dan diterima di masyarakat.

Terakhir, pengikut dan simpatisan PKI ini juga sering menebarkan berita-berita bohong (hoax). Misalnya, kata Kivlan, mereka memutarbalikkan fakta prestasi pemerintah lalu menyebarkannya ke masyarakat.

“Karena PKI ini selalu membuat bingung, seperti propaganda, fitnah, dan adu domba. Doktrin itu juga sudah berjalan,” pungkasnya.

Sumber: NUSANews

Islam Ritual Dibiarkan, Islam Berekonomi Diawasi dan Islam Berpolitik akan Dihabisi

Islam Ritual Dibiarkan, Islam Berekonomi Diawasi dan Islam Berpolitik akan Dihabisi

10BeritaBogor  - Menjadi Muslim Sejati, itulah judul ceramah yang diakui paling berat oleh Ustaz Abdul Somad (UAS) saat hadir berceramah di Masjid Al Mutaqin, Kota Bogor, Ahad subuh (4/3/2018). 

Menurut ustaz jebolan Universitas Al Azhar Mesir ini, muslim sejati ibaratnya sebuah emas murni. Namun kata dia, ada juga muslim yang tidak murni, abal-abal atau setengah hati. "Ada muslim, orang tuanya juga muslim dan tinggal di negeri muslim terbesar, tapi tidak ada keinginan isykariman aumut syahidan," ujarnya.

Kata Ustaz Somad, muslim sejati akan tampak jika diuji dan bisa lolos dari ujian tersebut. "Buya Mohammad Natsir mengatakan, kalau Islam yang sifatnya ritual itu dibiarkan, orang ramai-ramai shalat subuh dibiarkan, tapi kalau sudah bicara ekonomi, awasi. Kalau sudah bicara politik, habisi. Karena itu bisa mengancam," jelasnya.

Ustaz Somad bercerita, dahulu Nabi Muhammad SAW ketika mengajak shalat, Abu Jahal, Abu Lahab dan Abu Sufyan tidak marah, karena tidak ada yang terganggu kepentingannya. "Tapi ketika Nabi menggerakkan ekonomi, membangun pasar, maka ada yang terganggu yaitu Yahudi, yang sudah mempraktikkan riba. Nabi hendak menyelamatkan masyarakat dari praktik riba. Itulah kenapa saat itu Nabi hendak mereka racun untuk dibunuh," ungkapnya.

Kemudian terkait dirinya, ketika video ceramahnya tentang ekonomi tersebar luas, maka tidak ada yang suka. "Video tentang gerakan belanja ke warung muslim viral, mereka marah kemudian saya dituduh anti kebhinekaan," ujarnya.

Kata Ustaz Somad, ia memiliki tim dakwah yang terdiri dari dari orang Melayu, Minangkabau dan Makassar. Menurutnya itulah tim yang paling kebhinekaan, kalau anti kebhinekaan seharusnya semuanya Melayu. Bahkan sebelumnya, ketika kuliah di Mesir ia bersama kawan-kawan menyewa rumah yang pemiliknya bernama Baba Yosef beragama Kristen Ortodok Koptik selama empat tahun. "Itulah indahnya kebhinekaan, Baba Yosef kalau masih ada maka dia akan tersenyum mendengar saya dituduh anti kebhinekaan," tuturnya.

Maka ketika video tentang ekonomi itu viral, lalu dituduh anti kebhinekaan. Padahal kata Ustaz Somad, dirinya hanya ingin menolong saudaranya yang dengan uang hasil dagangannya bisa membiayai anak-anaknya sekolah.

"Itu baru bicara ekonomi, tapi ada yang lebih hebat tantangannya dari ekonomi, yaitu politik. Jika kau sudah bicara politik, kau sudah menyentuh kekuasaan, di dalam kekuasaan ada kepentingan, ada harta, ada proyek, ada dana yang sangat besar, maka kau ibarat menyentuh api yang bisa membakar," lanjut Ustaz Somad.

Oleh sebab itu, kata dia, kalau mau 'selamat' jangan bicara tentang kekuasaan. Akan tetapi jangan heran kalau Ustaz Somad selalu lantang meneriakkan pilihlah pemimpin yang peduli pada Islam. "Siapa yang memilih pemimpin yang tidak peduli pada Islam maka akan lahir politisi yang tidak mementingkan Islam," tegasnya.

"Oleh sebab itu, ini penting di masa yang akan datang. Video mulai dihapus, Instagram mulai dibanned, namun ternyata bergejolak dan ada suara-suara yang marah akhirnya hanya 12 jam bisa dibuka kembali, itulah pentingnya berjamaah," tandas Ustaz Somad.

red: adhila

Sumber : SI Online